Jika aturan ini disepakati bersama, masing-masing anggota keluarga akan berusaha memberikan komitmen dengan senang hati, bagi yang terpaksa melanggar pun hukuman bisa dijalankan tanpa diwarnai amarah dan kebencian.
Aturan-aturan yang dibuat dalam keluarga dan disepakati bersama akan menjadi media belajar bagi anak untuk menumbuhkan sikap solidaritas dan tanggung jawab. Orang tua pun tidak harus memaksakan otoritasnya karena aturan dengan sendiri sudah berfungsi sebagai alat pendisiplinan.
3. Bijaksana menimbang kesalahan.
Ketika anak melakukan tindakan negatif, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, apakah anak sengaja atau tanpa unsur kesengajaan. Kedua, apakah anak menyadari kesalahannya atau tanpa penyesalan sedikit pun.
Tindakan pendisiplinan mutlak perlu dan paling serius diberikan jika anak sengaja dan tidak menyesali perbuatannya. Jika anak sengaja tetapi menyesali perbuatannya, berarti anak mau belajar dari kesalahan. Di kemudian hari, pendisiplinan yang terlalu keras justru tidak mendidik karena anak merasa tidak dihargai.
Jika anak tidak sengaja, dan menyesali perbuatannya, maka yang paling bijak adalah tindakan memaafkan karena pada prinsipnya anak tidak bersalah.
Dalam kasus-kasus seperti sebelumnya, orang tua benar-benar harus berlaku bijaksana agar tindakan pendisiplinan memiliki nilai edukatif yang mampu mengubah perilaku anak ke arah yang lebih positif.
4. Bukan bentuk amarah dan emosi.
Tak jarang tindakan pendisiplinan didorong oleh rasa marah dan suasana emosional karena harga diri dan kewibawaan orang tua terasa dirongrong, atau frustrasi menghadapi perlawanan anak. Jika hal ini yang terjadi, tindakan pendisiplinan tentu tidak efektif, bahkan bisa menjadi bumerang di kemudian hari.
Orang tua terlebih dulu perlu introspeksi, apakah masih dikuasai emosi dan amarah, dan apakah tindakannya masih bersifat rasional, semata-mata demi kepentingan dan kebaikan anak atau tidak.
Orang tua  perlu menunjukkan bahwa mereka tetap menghormati dan mencintai pribadi anak,  mereka hanya tidak menyetujui perbuatannya.
Cara ini akan mengurangi resistensi anak dan memotivasi untuk membangun sikap positif. Tidak ada kesan bagi orangtua untuk melakukan pembalasan terhadap kesalahan anak, justru sebaliknya timbulnya kesan dalam diri anak bahwa orang tuanya terpaksa melakukannya.