Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selalu Manis-ee: Mengukur Motivasi Melayani Tuhan

22 Februari 2024   14:35 Diperbarui: 22 Februari 2024   16:31 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerja Buat Tuhan Selalu Manis-ee (Sumber: Freepik.com)

"Kerja buat Tuhan selalu manis-ee. Biar tanpa gaji selalu manis-ee!"

 Salah satu lagu rohani Kristen yang kini sudah jarang dinyanyikan, usianya telah usur, saya bahkan mengenalnya pertama kali saat mengikuti Sondakh School atau Sekolah Minggu kurang lebih 42 tahun silam adalah lagu berjudul, "Kerja Buat Tuhan",

"Kerja buat Tuhan selalu manis-ee

Biar tanpa gaji selalu manis-ee

Ayo kerja buat Tuhan, sungguh senang-senange

Dipanggil Tuhan selalu manis-ee

Buang diri ke ladang Tuhan saudara

Serta Tuhan selalu manis-ee."

Begitu kira-kira lirik lagu tua itu, entah jika ada versi lain yang berbeda liriknya.

Salah satu bagian lirik lagu itu yang sering disorot, menjadi semacam bahan gurauan adalah, "Biar tanpa gaji selalu manise." Gurauan yang ditujukan padanya sering merupakan ekspresi ketidaksetujuan pada isi pernyataan itu.

Suatu saat seorang rekan sambil bergurau menyanyikan bagian lirik itu dengan versi gubahannya ... "Hari ini gaji, besok baru gratis ..." , menurutnya orang yang bekerja atau melayani seharusnya dihargai jerih lelahnya.

Mendengar gurauannya saya balas bergurau, "Kamu pasti korban promo jebakan yang kadang ditemui di rumah makan, bunyinya: Hari ini makan bayar, besok baru gratis!", canda itu sontak disambut tawah lepasnya, tawah lepas seorang korban promo jebakkan rumah makan.

 

Sebuah perspektif berbeda muncul sebagai antitesis cara memaknai bagian lirik itu. Perspektif yang justru banyak dianut orang Kristen ketika memaknai pelayanan bukan sebagai lahan meraup keuntungan pribadi. Perspektif ini didasari pemahaman bahwa pelayanan untuk Tuhan bertujuan memuliakan Tuhan, bukan untuk mengejar keuntungan diri. Keuntungan yang dimaksud adalah secara materi.

Mari perhatikan lebih lanjut perpektif yang banyak penganutnya ini!

Dari sisi motivasi, perspektif itu bisa dikatakan benar. Kenapa? Karena motivasi pelayanan untuk Tuhan sesungguhnya adalah semata untuk kemuliaan Tuhan, bukan demi keuntungan pribadi. Adalah sebuah anugerah kalau kita bisa melayani Tuhan. Karenanya sangat tidak pantas untuk mengharap atau menuntut upah dari pelayanan. Keuntungan finansial tidak boleh menjadi dorongan dan tujuan dalam melayani Tuhan.

Namun melihat perspektif tadi kita pun tetap perlu berhati-hati. Loh kok harus hati-hati? Bukankah itu hal yang benar? Ya, itu benar! Namun pernyataan-pernyataan tadi bisa memunculkan kekeliruan pikir hingga sikap jika tak memperhatikan beberapa hal berikut.

Membaca penting! (Sumber: Dokpri)
Membaca penting! (Sumber: Dokpri)

Pertama, dalam pelayanan keuntungan berbeda dengan orientasi pada keuntungan. Pelayanan bersifat untung berarti memandang keuntungan hanya sebagai akibat dalam pelayanan. Hal ini berbeda dengan pelayanan berorientasi pada keuntungan. Pelayanan berorientasi pada keuntungan berarti menggunakan pelayanan sebagai sarana untuk mengejar keuntungan. Yang pertama menjadikan keuntungan sebagai bonus, yang kedua sebagai fokus. Keuntungan sebagai fokus pelayanan tentu adalah hal yang salah!

Kedua, pertentangan palsu antara keuntungan dan kemuliaan Tuhan dalam pelayanan. Sering dua hal ini dipertentangkan, seolah keduanya adalah musuh bebuyutan. Keuntungan pada dirinya sering dilihat sebagai sebuah kekeliruan, bertentangan dengan kemuliaan Tuhan. Seharusnya tidak! Uang itu netral. Ia bisa mendatangkan hal yang bermanfaat maupun yang mudarat. Jika keuntungan pada dirinya dianggap salah, maka semua pelayanan harus menolak semua hal yang mungkin bisa mendatangkan keuntungan. Misalnya, menerima persembahan yang diberikan untuk mendukung pelayanan. Tentu tak akan ada yang melakukan hal itu.

Ketiga, baik tidaknya keuntungan ditentukan oleh motivasi, cara, dan tujuan seseorang mendapatkannya. Selama motivasi melayani bukan untuk meraup keuntungan apalagi untuk kepentingan dan kenyamanan diri sendiri, maka pelayanan boleh memikirkan untuk mendapatkan keuntungan.

Cara yang ditempuh untuk mendapatkannya pun haruslah cara yang benar. Tidak memaksa apalagi mengintimidasi orang dengan berbagai kebenaran Alkitab yang telah dimanipulasi. Tidak juga memberi dorongan yang bersifat duniawi seperti iming-iming kekayaan, kesembuhan, dan kesuksesan. "Berilah yang banyak maka Anda akan diberkati lebih banya!" atau, "Kesembuhan terjadi jika Anda memberi bagi Tuhan!", begitulah motivasi rohani bernuansa duniawi.

Orang perlu dididik untuk memberi bagi Tuhan atau mendukung pekerjaan Tuhan, namun haruslah dididik sesuai dengan ajaran firman Tuhan.

Hal yang juga penting diperhatikan bahwa keuntungan yang diperoleh sebagai akibat dari pelayanan harus dipergunakan untuk tujuan yang benar. Dalam konteks pelayanan Tuhan, benarlah nasihat bahwa uang bukan penentu keberhasilan sebuah pelayanan. Namun uang bisa menjadi salah satu sarana pengembangan pelayanan. Dengan keuntungan yang ada, pelayanan justru bisa lebih dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.

Kembali pada ketidaksetujuan dengan bagian lirik lagu tadi. Benarkah kerja buat Tuhan selalu manis-ee, biar tanpa gaji selalu manis-ee? Dengan kata lain, benarkah melayani Tuhan walau tak digaji selalu manis, fine-fine, oke-oke, atau baik-baik saja?

Jawabanya, ya! Kenapa tidak? Akan selalu manis-ee!

"Masah sih? Orang yang melayani Tuhan 'kan juga manusia, butuh makan, minum, butuh ongkos bensin untuk transportasi. Masa cuma thank you alias terimakasih doang! Ah, yang benar ajah! Bukankah Paulus pernah berkata bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu," (1 Kor.9:13)." begitulah mungkin suara protes, nada suara ketidaksetujuan atas jawaban ya tadi.

Benar! Tak salah semua protes itu. Namun perlu diingat, bagian lirik lagu itu tak bermaksud melarang seseorang hidup dari pelayanan, didukung dalam pelayanan, mendapat untung akibat pelayanan atau pekerjaanya bagi Tuhan.

Bagian lirik lagu itu sedang mengingatkan kita, layanilah Tuhan dengan setia! Jadikan semua keuntungannya sebagai akibat atau bonus, bukan sebagai fokus atau tujuan utama melayani atau bekerja untuk Tuhan. Dalam sikap seperti itu kerja untuk Tuhan akan terasa selalu manis-ee.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun