Pertama, dalam pelayanan keuntungan berbeda dengan orientasi pada keuntungan. Pelayanan bersifat untung berarti memandang keuntungan hanya sebagai akibat dalam pelayanan. Hal ini berbeda dengan pelayanan berorientasi pada keuntungan. Pelayanan berorientasi pada keuntungan berarti menggunakan pelayanan sebagai sarana untuk mengejar keuntungan. Yang pertama menjadikan keuntungan sebagai bonus, yang kedua sebagai fokus. Keuntungan sebagai fokus pelayanan tentu adalah hal yang salah!
Kedua, pertentangan palsu antara keuntungan dan kemuliaan Tuhan dalam pelayanan. Sering dua hal ini dipertentangkan, seolah keduanya adalah musuh bebuyutan. Keuntungan pada dirinya sering dilihat sebagai sebuah kekeliruan, bertentangan dengan kemuliaan Tuhan. Seharusnya tidak! Uang itu netral. Ia bisa mendatangkan hal yang bermanfaat maupun yang mudarat. Jika keuntungan pada dirinya dianggap salah, maka semua pelayanan harus menolak semua hal yang mungkin bisa mendatangkan keuntungan. Misalnya, menerima persembahan yang diberikan untuk mendukung pelayanan. Tentu tak akan ada yang melakukan hal itu.
Ketiga, baik tidaknya keuntungan ditentukan oleh motivasi, cara, dan tujuan seseorang mendapatkannya. Selama motivasi melayani bukan untuk meraup keuntungan apalagi untuk kepentingan dan kenyamanan diri sendiri, maka pelayanan boleh memikirkan untuk mendapatkan keuntungan.
Cara yang ditempuh untuk mendapatkannya pun haruslah cara yang benar. Tidak memaksa apalagi mengintimidasi orang dengan berbagai kebenaran Alkitab yang telah dimanipulasi. Tidak juga memberi dorongan yang bersifat duniawi seperti iming-iming kekayaan, kesembuhan, dan kesuksesan. "Berilah yang banyak maka Anda akan diberkati lebih banya!" atau, "Kesembuhan terjadi jika Anda memberi bagi Tuhan!", begitulah motivasi rohani bernuansa duniawi.
Orang perlu dididik untuk memberi bagi Tuhan atau mendukung pekerjaan Tuhan, namun haruslah dididik sesuai dengan ajaran firman Tuhan.
Hal yang juga penting diperhatikan bahwa keuntungan yang diperoleh sebagai akibat dari pelayanan harus dipergunakan untuk tujuan yang benar. Dalam konteks pelayanan Tuhan, benarlah nasihat bahwa uang bukan penentu keberhasilan sebuah pelayanan. Namun uang bisa menjadi salah satu sarana pengembangan pelayanan. Dengan keuntungan yang ada, pelayanan justru bisa lebih dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.
Kembali pada ketidaksetujuan dengan bagian lirik lagu tadi. Benarkah kerja buat Tuhan selalu manis-ee, biar tanpa gaji selalu manis-ee? Dengan kata lain, benarkah melayani Tuhan walau tak digaji selalu manis, fine-fine, oke-oke, atau baik-baik saja?
Jawabanya, ya! Kenapa tidak? Akan selalu manis-ee!
"Masah sih? Orang yang melayani Tuhan 'kan juga manusia, butuh makan, minum, butuh ongkos bensin untuk transportasi. Masa cuma thank you alias terimakasih doang! Ah, yang benar ajah! Bukankah Paulus pernah berkata bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu," (1 Kor.9:13)." begitulah mungkin suara protes, nada suara ketidaksetujuan atas jawaban ya tadi.
Benar! Tak salah semua protes itu. Namun perlu diingat, bagian lirik lagu itu tak bermaksud melarang seseorang hidup dari pelayanan, didukung dalam pelayanan, mendapat untung akibat pelayanan atau pekerjaanya bagi Tuhan.