Tuntut sesuatu biar kita jalan ke depan."
Frasa "tuntut sesuatu" di bagian itu menunjukkan kesediaan seorang kekasih membuka diri bagi orang yang dicintainya. Mendengar tuntutan atau harapannya dalam relasi itu. Tentu ini sebuah pembatasan. Siapa juga yang senang dituntut, enaknya menuntut.
Namun lihat hasilnya, katanya: "biar kita jalan ke depan". Hubungan keduanya bisa langgeng jalan ke depan. Cinta mereka justru membebaskan bukan mengekang. Menariknya, bagi Tulus itulah cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tak hanya apa adanya alias ala kadarnya.
Timothy Keller dalam bukunya itu mengatakan, "Manusia paling bebas dan hidup jika ia berada dalam relasi kasih. Kita hanya menjadi diri kita di dalam kasih, dan relasi-relasi kasih yang sehat mencakup pelayanan timbal balik yang tidak egois."
Di dalam Kekristenan, diyakini dari pengalaman manusia yang pernah ada, salah satu pribadi yang paling bebas menyatakan cinta sebagaimana dimaksud Keller, bahkan membuktikan diri Nya adalah cinta itu, adalah Yesus. Cinta Yesus membatasi diri Nya demi membebaskan bukan hanya diri Nya namun terutama yang dicintai Nya.
Untuk menyatakan cinta Nya bagi manusia, seakan kita mendengar ia berkata: "Aku akan menyesuaikan diri denganmu. Aku akan berubah untukmu. Aku akan melayanimu meskipun itu berarti pengorbanan bagi Ku." Cinta Nya itu diyakini adalah potret relasi antara Allah dan manusia. Tak hanya kita yang dituntut menyesuaikan diri dengan Allah, namun Allah juga dengan cara yang radikal melalui Yesus menyesuaikan diri dengan kita.
Dalam penyesuaian Allah itu kita menemukan Yesus rela menjadi seorang manusia terbatas, menderita dan mati tersalib sebagai orang berdosa. Ia mati menggantikan dan membebaskan manusia dari dosa. Tertulis, "melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia ... dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi. 2:7-8)
Jika cinta Yesus rela membatasi diri Nya demi membebaskan manusia dari kejahatan, maka mereka yang percaya pada Nya tak hanya punya model bagaimana mencintai, namun juga diberi kemampuan untuk mencinta oleh anugerah-Nya.
Cintai siapa? Tuhan, suami, istri, ayah, ibu, kakak, adik, tetangga, sesama termasuk orang yang mungkin memusuhi.
Bagaimana caranya? Timbal balik, tak egois, mampu membatasi diri!
Hasilnya? Memuaskan, membahagiakan, membebaskan!