Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Tutup Tahun 2023: Cinta yang Membatasi, Cinta yang Paling Membebaskan

31 Desember 2023   14:50 Diperbarui: 31 Desember 2023   14:52 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila ditelusuri sejarahnya, arus kuat sungai budaya itu berhulu pada pemikiran seorang filsuf bernama Imanuel Kant, yang mendefenisikan bahwa seorang manusia yang tercerahkan adalah seorang yang percaya pada kekuatan pemikirannya sendiri ketimbang terbelenggu otoritas atau tradisi.

Apakah pemikiran dan sikap itu bisa dibenarkan? Sepenuhnya tidak! Kebebasan tidak dapat didefenisikan hanya dalam istilah yang negatif dan kaku sebagai ketiadaan pembatasan. Justru kenyataannya dalam banyak kasus termasuk soal cinta, pembatasan dan peraturan sebenarnya adalah sarana produksi kebebasan.

Ambil contoh, jika Anda punya kemampuan bermain bola, Anda harus terus berlatih selama bertahun-tahun demi menjadi pemain bola profesional. Ini sebuah pembatasan bagi kebebasan diri. Ada banyak hal yang tidak dapat Anda lakukan karena waktu yang digunakan untuk berlatih. Akan tetapi disiplin dan pembatasan ini akan membebaskan kemampuan Anda yang tersembunyi. Itu berarti Anda telah menghilangkan kebebasan diri untuk melakukan beberapa hal demi mendapatkan sejenis kebebasan yang memampukan untuk mencapai hal-hal lain.

Apakah ini artinya bahwa pembatasan, disiplin, dan aturan secara otomatis membebaskan? Tidak juga! Pembatasan dan disiplin akan membebaskan ketika sesuai dengan kenyataan natur dan kapasitas kita.

Sebagai contoh, seekor ikan tongkol, karena menghirup oksigen dari air bukan dari udara, ia menjadi bebas jika dibatasi oleh air. Jika diletakkan ke dalam tas kresek, kebebasannya bergerak dan hidup telah dihancurkan. Bukan karena nasibnya nanti akan dicemplung dalam minyak goreng panas, lalu jadi tongkol goreng lesat. Namun ia bakal mati karena realitas naturnya tak dihargai.

Begitulah pembatasan yang sesuai dengan kenyataan natur kita kelak menghasilkan kekuatan dan kemampuan bahkan sebuah sukacita dan kepuasan yang lebih besar.

Sekarang kita kembali pada quotes di awal, melihat duduk perkaranya dan menanggapinya dengan benar. Benarkah bahwa cinta yang membatasi adalah cinta yang paling membebaskan?

Sebuah prinsip dalam soal cinta, baik cinta yang romantis maupun bukan menandaskan bahwa kita harus kehilangan kebebasan untuk dapatkan keintiman yang lebih besar dalam cinta.

Andaikan, si Maman ingin "kebebasan" cinta -- kepuasan, keamanan, rasa berharga yang dihasilkan cinta -- ia harus membatasi kebebasannya dalam banyak hal. Ia tidak dapat masuk dalam sebuah relasi yang dalam saat masih membuat keputusan-keputusan sepihak. Atau tidak mengizinkan si Mimin kekasih hatinya berpendapat tentang bagaimana ia menjalankan hidupnya. Dengan kata lain untuk mengalami sukacita dan kebebasan cinta, Maman harus menyerahkan otonomi pribadinya pada sang kekasih, Mimin.

Prinsip cinta ini tergambar jelas dalam lagunya Tulus, seorang penyanyi sekaligus pencipta lagu Pop Indonesia, berjudul "Jangan Cintai Aku Apa Adanya." Bagian chorus lagu itu berlirik begini:

"Jangan cintai aku apa adanya, jangan! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun