Mohon tunggu...
Dona Febri Antika
Dona Febri Antika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

wallahu'alam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam di Indonesia

29 Maret 2023   20:10 Diperbarui: 29 Maret 2023   20:22 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Hukum perdata Islam merupakan suatu bentuk hukum yang mengatur dalam hak-hak dan kewajiban perindividu atau perseorangan  dalam masyarakat, sebagai penduduk warga negara Indonesia yang meyakini agama Islam. Hal ini merupakan bahwa, hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai  suatu pokok yang mengatur dalam  kepentingan-kepentingan tiap-tiap orang yang di khususkan dan diberlakukan untuk umat muslim di Indonesia. Akan tetapi, Hukum perdata Islam ini tidak berlaku bagi masyarakat yang tidak menganut agama Islam atau yang biasa disebut non-muslim.

Adanya Hukum tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak merupakan yang didalamya terdapat materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya ini khusus diberlakukan dan dilaksanakan oleh warga negara yang meyakini agama Islam. Dalam keperdataan Islam ini benar-benar dikaji secara sangat mendalam hal-hal yang menyangkut antara hubungan orangtua dengan anak, permasalahan harta gono-gini, perceraian, rujuk, dan tiap-tiap hal yang berhubungan dengan sebelum ataupun sesudah perkawinan tersebut, serta adanya hal-hal yang menyangkut akibat-akibat hukum karena adanya  suatu perceraian.

Demikian pula, persoalan yang ada kaitannya dengan waris, ahli waris, harta, serta bagian-bagian untuk ahli waris, ashabah, dan lain sebagainya. Dalam hukum perdata Islam diberlakukan pula segala hal yang ada kaitannya dengan dunia bisnis ataupun perniagaan, contoh misalnya adanya permasalahan jual beli, kerja sama permodalan, dan usaha, serta berbagai macam akad yang erat kaitannya dengan perasuransian, jaminan, gadai, dan lain sebagainya. 

Lahirnya hukum perdata ini tentu sangatlah tidak terlepas dari kodrat insan/manusia sebagai makhluk yang sosial yang selalu mengadakan interaksi sesamanya ataupun hubungan antara satu dan lainnya. Hubungan antarmanusia ini sudah terjadi sejak manusia ada dilahirkan hingga sampai meninggal dunia. 

Adanya pendapat bahwa, tentang timbulnya hubungan antara manusia merupakan kodrat dirinya karena sudah menjadi takdirnya manusia untuk hidup bersama, dan melaksanakan kodrat hidup sebagai suatu proses kehidupan manusia yang bersifat alamiah sejak dilahirkan sampai dengan wafatnya. Proses interaksi ini terjadi semenjak manusia hidup di dunia, yaitu antara kaum laki-laki pun dengan sesama jenis gendernya, dan perempuan pun dengan sesamanya, ataupun lakilaki dengan perempuan.

2. Prinsip asas perkawinan dalam UU No.1/1974 yaitu terdapat :

a.  Agama yang menentukan sah nya suatu perkawinan

b. Perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal

c.  Monogami terbuka

d. Calon suami dan Istri keduanya harus matang jiwa dan raga.

e. Mempersukar perceraian

f. Hak serta kewajiban suami dan istri seimbang.

Dalam UU Perkawinan ini menganut asas monogami dimana hal ini terdapat dalam pasal 3 yang menyatakan 

" Seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami". Adapun pada bagian lain dinyatakan bahwa dalam keadaan suatu tertentu poligami dibenarkan. Klausul kebolehan pologami ini dalam UU Perkawinan hanyalah sebuah  pengecualian. Dikarenakan hal tersebut terlihat dari yang ditentukan alasan alasan untuk berpoligami pada pasal 4 UU perkawinan sebagai berikut:

a. Istri yang tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri

b. Istri terdapat cacat badan ataupun suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

 c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan, dimana seorang perempuan tidak dapat memberikan keturunan dari rahimnya sendiri.  

 Adanya dengan pasal tersebut di atas yang membolehkan untuk seorang laki-laki berpoligami dengan alasan alasan tertentu, jelas bahwa asas yang dianut oleh UU Perkawinan bukan monogamy (terbuka), namun bukan juga monogamy yang Mutlak. Poligami ini ditempatkan pada status hukum bersifat darurat atau luar biasa. Di samping itu pun, lembaga poligami tidak hanya semata mata kewenangan penuh atas suami, tetapi atas dasar izin dari hakim/pengadilan sesuai dengan adanya bunyi pasal 3 ayat 2 UU Perkawinan.

Adapun Perkawinan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam adalah Menganut prinsip asas Monogami relatif,karena didalam Kompilasi Hukum Islam ini poligami diperbolehkan, namun terbatas sampai empat orang istri, hanya apabila suami sanggup dan mampu berlaku dengan adil terhadapa setiap istri-istrinya maupun anak-anaknya, serta pada  suatu keadaan tertentu seperti yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam itu sendiri dalam pasal 57 yaitu :

 a.Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai Istri

 b.terdapat adanya kecacatan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

 c.Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain ketiga hal tersebut adanya persetujuan dari istri merupakan bagian yang sangat penting, tanpa adanya persetujuan dari seorang istri suami yang hendak berpoligami tidak dapat dilakukannya. Sehubungan dengan perkawinan merupakan akad yang sangat kuat atau mitasaqangholidan untuk mentaati perintah Allah Subhanahu Wata'alaa dan melaksanakanya adalah bentuk ibadah kepada-Nya, sehingga Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mempersulit perceraian. Kedudukan suami dan istri merupakan seimbang begitupun dengan hak dan kewajibanya, sehingga segala sesuatu yang ada dalam rumah tangga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama.

Secara ekplisit pun tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam, Prof. Mohammad Daud Ali memberikan penjelasan mengenai asas-asas perkawinan tersebut yang di dasarkan pada Hukum Islam. Pertamaasas kesukarelaan, menurut Prof. Mohammad Daud Ali asas kesukarelaan ini merupakan asas yang terpenting, kesukarelaan tidak hanya antara kedua calon suami istri, melainkan juga orang tua dari kedua belah pihaknya sebagai calon suami mapun istri.

Yang kedua adalah asas persetujuan yang mana tidak boleh ada paksaan dianatara keduanya dalam melangsungkan suatu perkawinan.Yang ketiga adalah asas kemitraan suami dan istri,dimana dalam hal ini memiliki fungsi serta tugas yang berbeda karena perbedaan kodrat diantaranya, maka kerja sama dalam suatu rumah tangga adalah penting guna mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. 

Yang keempat adalah asas untuk selama-lamanya, yang menunjukan bahwa perkawinan dilaksanakan/dilakukan untuk tujuan membina cinta serta kasih sayang selama hidup dan guna untuk meneruskan atau melangsungkan keturunan.Dan yang terakhir adalah asas kebebasan memilih pasangan.

3. Pentingnya pencatatan nikah ataupun perkawinan, dengan adanya sebuah asumsi bahwa perkawinan yang dilakukan atau dilangsungkan secara sah menurut hukum agama/kepercayaan, namun hal ini belum dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh misal nikah siri yang sah secara agama namun tidak sah secara negara/mata hukum. Kemudian, penduduk yang sudah menikah, baik sah secara agama dan secara hukum negara, namun pada saat pengurusan adminduk tidak menyertakan foto copy surat nikah dan lain sebagainya sehingga status perkawinannya dalam dokumen kependudukan tercantum "kawin tidak tercatat".

Dampak dengan tidak adanya pencatatan tersebut maka perlindungan hukum yang terkait dengan hak-hak bagi pihak perempuan menjadi sangatlah lemah. Perempuan tidak bisa dilindungi haknya dengan undang-undang yang menyangkut hak untuk mendapatkan nafkah, tempat tinggal, warisan, majupun harta gono gini bila terjadi suatu perceraian. Dan dari sisi administrasi kependudukan,seorang suami dan seorang istri yang hidup bersama berdasarkan pernikahan siri, maka tidak dapat dicatatkan dalam dokumen kependudukan, termasuk dengan anak-anak hasil pernikahan siri nya secara administrasi hanya ada hubungan dengan ibunya saja. 

Kemudian, dari sudut pandang hukum waris, anak yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya saja dan keluarga pihak ibunya. Dan tidak mempunyai hubungan waris dengan ayah kandungnya, Meskipun diadakannya test DNA dan hasil test DNA menunjukkan bahwa ia adalah sdeorang anak biologis dari sang ayah.

Sedangkan dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan secara sosiolgis, religious dan yuridis adalah

Secara sosiologis bahwa adanya suatu perkawinan itu diakui keberadaannya dilihat dari dua perspektif, yaitu pengakuan dari masyarakat dan dari pemerintah. Pertama, pengakuan dari masyarakat itu penting, dikarenakan pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial dimana tidak luput dari interaksi sesamanya. Jadi dampak sosiologis bila suatu perkawian tidak dicatatkan secara sosiologis, tidak dapat pengakuan masyarakat maupun pemerintahan dan bisa menimbulkan cemooh dan pengakuan itu juga tidak bisa dipungkiri untuk dihindari, tidak mendapatkan kepastian hukum jika suatu hari mendapatkan sengketa.

Sedangkan dampak secara religious (agama) dari tidak adanya pencatatan perkawinan memang tidak begitu mengurusi akan tetapi agama Islam juga mengajari umatnya untuk mematuhi peraturan yang ada demi tegaknya kenyamanan dan jaminan hidup bernegara. Karena Islam cinta dengan kedamaian.

Kemudian dampak secara yuridis, jika perkawinan tidak ada pencatatan perkawinan maka tidak adanya atau tidak diberlakukannya fungsi negara tersebut untuk memberikan jaminan perlindungan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan dimana hal tersebut menjadi tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pasal 281 ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945.

Dengan demikian, melalui pencatatan perkawinan maka suatu perkawinan akan memiliki kepastian dan kekuatan hukum serta hak-hak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik.

4. Menurut dari pendapat Imam Syafi'i menikahkan seorang wanita hamil karena dengan laki-laki yang menzinahinya ataupun laki-laki yang bukan menzinainya dibolehkan  saja dan akad nikahnya sah tanpa adanya suatu persyaratan taubat maupun melahirkan sebelum menikah, akan tetapi apabila yang menikahinya adalah yang bukan yang menghamilinya itu dilarang untuk berhubungan badan sampai ia melahirkan. Adapun pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal. 

Menurutnya tidak sah nikahnya kecuali bertaubat dan melahirkan sebelum melangsungkan pernikahan. Apabila keduanya melangsungkan pernikahan tanpa adanya bertaubat maka nikahnya tidak sah dan dibatalkan, sampai dua syarat di atas terpenuhi, maka pernikahan dapat dilangsungkan kembali.

Adanya perbedaan pendapat keduanya antara Imam Madzhab ini dipicu oleh pemahaman yang berbeda pada ayat ketiga dari Qur'an surat An-Nur, sedangkan keduanya bertemu pada satu titik temu yaitu, tentang nasab, harta warisan, dan wali nikah. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam ini diperbolehkan untuk menikahi wanita hamil karena zina tanpa harus menunggu kelahiran anak tersebut.

5. Perceraian adalah hal yang dibenci oleh Allah Subhanahu wata'alaa maka ada hal-hal yang perlu dijaga demi keutuhan rumah tangga yaitu:

a. Menjaga komunikasi dengan baik dengan pasangan

Komunikasi merupakan salah satu kunci utama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga agar tetap baik-baik saja. Dan selalu berusahalah untuk terbuka dan jujur dalam berkomunikasi dengan pasangan, dan juga dengarkanlah apapun itu pendapat dan perasaan pasangan dengan seksama selama hal itu bukan hal-hal yang menyeleweng.

b. Menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan sangat baik dan adil

Menghargai dan memperlakukan pasangan dengan baik dan juga adil merupakan salah satu cara untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Jangan pernah melakukan tindakan yang merugikan atau menyinggung perasaan pasangan,serta berlakulah dengan adil terhadap sesama pasangan.

c. Menghindari melakukan tindakan kekerasan

Adanya kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor dan penyebab yang bisa menimbulkan adanya pertikaiain hingga sampai terjadinya  perceraian. Oleh karena itu, alangkah baiknya menghindari tindakan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap sesame pasangan.

d. Menghindari sikap yang ingin menang sendiri/Egois

Jangan melulu memikirkan kepentingan diri sendiri hingga sampai lupa terhadap pasangan dan sampai acuh dan mengabaikan kepentingan pasangan. Selalu berusaha untuk memahami dan memperhatikan kebutuhan pasangan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.

e. Memperbaiki kesalahan dengan baik, jujur, dan tulus

Jika terjadi  adanya suatu konflik atau salah paham dengan pasangan, sebaiknya cepat memperbaiki kesalahan dengan kata yang baik, jujur, dan tulus. Jangan pernah menyimpan dendam atau kemarahan yang bisa memecah keutuhan rumah tangga.

f. Berdoa dan berserah diri kepada Allah Subhanahu Wata'alaa

Tak lupa kita mengingat Allah dan memohon kepada-Nya berdoa kepada Allah, dan berserah diri kepada-Nya merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Memohon pertolongan dan petunjuk kepada Allah agar dapat membantu menyelesaikan segala bentuk permasalahan yang terjadi didalam rumah tangga.

6.  Judul buku yang saya review adalah Hukum Keluarga karya dari Dr. Miftahul Huda, M.Ag.

kesimpulan yang dapat diambil dari buku tersebut adalah Begitu banyaknya perbedaan di antara beberapa negara yang memperlihatkan kebergamaan di antara insan. Dan tentunya Keberagaman ini di rasakan oleh beberapa negara yang memiliki penduduk orang muslim. Ada negara yang melarang akan adanya poligami, selain itu ada juga yang memperbolehkannya dengan adanya berbagai syarat dan ketentuan. Mengenai hal tersebut tentu ini tidak terlepas dari adanya proses penyusunan peraturan yang mempunyai hak atas kebijakan tersebut. 

Memang negara adalah suatu keberadaan yang unik, yang sejauh ini sangat dipercaya untuk mengatur setiap kehidupan perorangan. Salah satunya instrumen yang digunakan untuk dilakukannya pengaturan tersebut yaitu akan adanya hukum.

Inspirasi yang saya ambil dari buku yang saya review ini, yaitu, meskipun adanya kewenangan menyusun norma hukum dalam bentuk peraturan, dalam prosess penstrukturan tersebut tidak terlepaskan dari adanya nilai dan norma yang hidup dalam warga negara, pun dalam norma agama sebagai salah satu yang tidak boleh diabaikan oleh suatu negara. Walau tidak serta merta untuk mengabaikan norma lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun