Tiba-tiba bangsa ini ketakutan dengan tradisi demokrasi. Bukankah demonstrasi atau unjuk rasa merupakan tradisi demokrasi? Bahkan isu terorisme ditebarkan guna menggembosi gerakan Mei 2019. Ada apa dengan petinggi negeri?
Menyoal agenda yang diusung tidak konstitusional merupakan hal beda. Di dalam negara demokrasi, perbedaan pandangan hal yang wajib, Cara mengungkapkan pendapat juga berbeda. Menakuti rakyat dengan isu teroris bukanlah solusi, akan tetapi menunjukkan kelemahan institusi negara dalam menangkal terorisme.
Harusnya aparat menjamin kebebasan berpendapat sekaligus menjamin keamanan rakyat dalam penyampaian. Bukankah aparat digaji dengan uang rakyat? Harusnya rakyat nyaman ketika menyampaikan pendapatnya di muka umum.
Terlepas apa pun motif gerakan Mei 2019, negara, terutama aparat keamanan, 'haram' melarang, kecuali negara ini bukan lagi negara demokrasi. Menjadi aneh ketika menumbangkan sebuah rezim otoriter malah berbuat lebih otoriter dengan melarang unjuk rasa meski dibalut imbauan.
Menakuti rakyat dengan aksi bom dari teroris telah membuka aib institusi keamanan tidak mampu mencegah. Sebenarnya rakyat hanya ingin sampaikan aspirasi kenapa harus ditakut-takuti dengan isu teroris dan makar. Harusnya TNI-POLRI bersama rakyat, mendukung rakyat, bukan berdiri melindungi kekuasaan, siapa pun penguasanya.
Membungkam gerakan Mei 2019 tidak menunjukkan negara ini sebagai negara demokrasi. Mengapa harus panik berlebihan dengan aksi damai rakyat? Mengapa harus membesarkan isu hingga ada istilah makar segala? Jangan-jangan institusi keamanan sudah dibisikkan 'setan gundul'? Jangan-jangan aparat negeri ini tidak bisa mampu membedakan antara kepentingan negara dan kepentingan penguasa?
Jelas bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Itu artinya TNI-POLRI harus bersama rakyat, bukan malah berhadapan dengan rakyat. Saya yakin gerakan Mei 2019 merupakan aksi damai biasa. Mereka hanya kecewa dan kurang percaya dengan mekanisme yang ada.
Bagaimana mereka percaya pada hukum bila napi korupsi bebas di Rumah Padang? Bagaimana rakyat percaya hukum bila kebebasan bicara selalu dikaitkan dengan makar?
Kita sudah jenuh dengan modus yang mengatasnamakan konstitusi dan hukum. Itulah dasar mereka berpikir dan bertindak. Rakyat bergerak karena menilai ada yang salah sehingga janganlah rakyat ditakuti dengan isu-isu murahan gaya intelijen.
Rakyat sudah cerdas dan tak mau dibodohi. Rakyat paham mekanisme konstitusional, namun sedang tidak percaya pada institusi kita. Koreksi melalui turun ke jalan adalah halal dalam demokrasi. Kenapa takut? Jika benar, tak perlu takut meski hanya sendiri.