Jurnalis tidak lagi memiliki posisi akses eksklusif
kepada narasumber berita dan ruang publik,
sehingga makin menggerus fungsi jurnalis sebagai gate keeper"
Internet adalah salah satu bentuk dari media baru (new media).Internet dinilai sebagai alat informasi paling penting untuk dikembangkan kedepannya. Internet memiliki kemampuan untuk mengkode, menyimpan, memanipulasi dan menerima pesan (Ruben, 1998:110). Internet merupakan sebuah media dengan segala karakteristiknya. Internet memiliki teknologi, cara penggunaan, lingkup layanan, isi dan image sendiri. Internet tidak dimiliki, dikendalikan atau dikelola oleh sebuah badan tunggal tetapi merupakan sebuah jaringan komputer yang terhubung secara intensional dan beroperasi berdasarkan protokol yang disepakati bersama. Sejumlah organisasi khususnya provider dan badan telekomunikasi berperan dalam operasi internet (McQuail, 2009: 28-29).
Pada zaman sekarang perkembangan New Media menjadi bukti bahwa New Media berlangsung sangat pesat. Di berbagai belahan dunia hampir terjadi secara bersamaan bahwa New Media menjadi satu-satunya medium dalam mencari informasi, mempublikasikan kreasi seseorang baik dalam bentuk tulisan atau blog, gambar, ataupun video. Tentunya hal ini memerlukan sedikit pengertian bagi para pengguna New Media dari apa itu yang disebut dengan New Media. Studi tentang New Media ataupun sejarah New Media harus dipahami sebagai bentuk apresiasi atas teknologi. Penggunaan secara arif tentunya juga merupakan bentuk apresiasi lain terhadap New Media. Berbagai pengertian New Media harus juga dipahami sebagai proses transformasi akan kebutuhan informasi.
Konvergensi Media adalah salah satu bentuk New Media. Dari sisi konvergensi jurnalisme, kini kita mengenal berbagai organisasi media yang mulaimelebarkan jangkauan informasinya dengan memiliki sebuah ruang berita baru di dunia maya atau media online. Banyak organisasi media yang mendistribusikan konten mereka dari media konvensional seperti TV, radio, dan media cetak ke media online. Dengan adanyamedia online, masing-masing organisasi akan dapat meningkatkan kapasitasnya. Semisal media cetak, dengan memiliki media online ia dapat mengolah beritanya menjadi video, galeri foto, dan ruang berita yang lebih luas dibandingkan versi cetak. Selain meningkatkan kapasitasnya, masing-masing dari organisasi itu juga dapat meningkatkan interaktivitas dengan pembaca, misalnya dengan memberi ruang komen, blog, hyperlink, dsb (Sumber)
Lalu apakah hadirnya konvergensi media memiliki dampak bagi dunia jurnalisme?Â
Munculnya masyarakat digital / masyarakat maya. Kemajuan teknologi konvergensi yang maju telah mempersempit jarak dan mempersingkat waktu. Jarak dan waktu sudah bukan masalah lagi, misalnya anda di Eropa dengan saya di Asia bisa saling berkomunikasi saat itu juga melalui internet atau media lainnya tanpa perlu bertemu langsung. Hal ini menimbulkan masyarakat maya dimana komunikasi langsung secara face to face sudah tidak diminati lagi. Pendapat saya ini diperkuat dalam buku berjudul Handbook of new media: social shaping and social consequences of ICTs, dikatakan bahwa media konvergen menyebabkan derajat massivitas massa berkurang, karena komunikasinya makin personal dan interaktif (Lievrouw dan Livingstone, 2006: 164).
Media cetak/media tradisional/media konvensional mulai kalah dengan media modern/media baru/ media online. Kesenjangan sosial yang semakin besar. Adanya dampak positif dan negatif dari konvergensi media pada akhirnya menimbulkan tantangan-tantangan baru yaitu : Menurunnya media cetak, dimana media tradisional atau konvensioanal tertinggal sehingga pers tradisional digantikan oleh pers online. Dalam media digital wartawan bebas mengupdate informasi secara langsung dengan teknologi konvergensi, akibatnya fungsi editor berkurang dalam pers. Masyarakat melalui media digital dapat mengetahui berita pada waktu sesungguhnya atau pada saat peristiwa berlangsung, hal ini berbeda dengan media cetak yang harus menunggu keesokan harinya agar berita dapat disebarluaskan.Â
Contoh konvergensi dalam hal ini seperti www.detik.com dan www.lintasberita.com . Ditambah lagi pemerintah juga sudah memanfaatkan teknologi konvergensi ini dengan membuka laman internet untuk publikasi informasi. Maka dari itu hal ini menjadi tantangan media massa konvensional agar tidak terus ketinggalan dengan media digital dan harus mengembangkan manajemen pemberitaannya menjadi lebih cepat, akurat, lengkap dan dapat segera diakses masyarakat di seluruh dunia.
Pengaruh deterministik teknologi terhadap peran dan praktik kerja para wartawan. Dalam kaitan ini,setidaknya terdapat tiga dampak teknologi media baru terhadap profesi jurnalisme; pertama, media baru membuka potensi peran bagi wartawan sebagai jembatan penghubung dalam konteks aliran deras demokrasi (Bardoel, 1996); kedua, media baru banyak menawarkan sumber daya (resources) dan pemanfaatan teknologi untuk membantu proses kerja mereka (Quin, 1998; Pavlik 1999); ketiga, media baru mampu menciptakan semacam medium baru, sebuah tipe baru jurnalistik berplatform internet yang disebut jurnalisme dalam jaringan (Singer, 19980; Deuze, 1999)
Pandangan pesimisme Dahlgren ini belum cukup. Jurnalistik dalam jaringan sejatinya telah menggerogoti praktik ideal seorang wartawan dalam melakukan kerja profesionalnya. Kecepatan untuk menyajikan berita dalam hitungan menit demi menit yang dianggap menjadi keunggulan jurnalisme online, sangat berpotensi menimbulkan masalah keberimbangan dan akurasi. Tantangan besar wartawan media dalam jaringan adalah menyeimbangkan usaha menyajikan berita ke audiens secara cepat menit demi menit dengan standar tradisi jurnalistik yang ideal seperti adil,lengkap, seimbang, dan akurat (Lasica, 2001:4). Namun tantangan itu cenderung tidak mudah untuk di taklukkan karena realitanya, "kecepatan seringkali dinilai lebih penting dari verifikasi"
Lebih lanjut, isu negatif berikutnya dari dampak teknologi media baru berfokus pada nilai keprofesian wartawan. Spyridou et. al. (2013) menyatakan media baru telah menyebabkan jurnalisme berada pada suatu fase ketidakjelasan ( state of flux) karena sedang mengalami perubahan cepat dan terstruktur hingga berdampak tidak hanya pada praktik, produk, namun juga pada keprofesian.Aspek keprofesian ini menjadi terimbas terutama tatkala jurnalisme bersentuhan dengan teknologi media baru di era web 2.0 yang lebih menekankan mengagement , ekspresi diri, dan model baru audiens.
Perkembangan teknologi media baru, menurut Witschge dan Nygren (2009), juga telah mengubah relasi jurnalis dengan audiens. Jurnalis tidak lagi memiliki posisi akses eksklusif kepada narasumber berita dan ruang publik. Dewasa ini, dengan kehadiran media baru berfitur UGC, baik sumber berita dan audiens dapat membangun channel sendiri untuk masuk ke ruang publik sehingga makin menggerus fungsi jurnalis sebagai gate keeper"
Daftar pustaka:
http://www.academia.edu/9722867/MEREVISI_JURNALISME_SEBAGAI_PROFESI_DI_ERA_DIGITAL_
TELAAH_PENGARUH_TEKNOLOGI_MEDIA_BARU_DALAM_PRAKTIK_JURNALISTIK_DI_INDONESIA
http://www.academia.edu/5949941/Mengenal_Konvergensi_Media
http://41809085.blog.unikom.ac.id/sisi-positif-dan.654
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H