"Ilmu pengetahuan itu merupakan sebuah karakteristik yang terdiri dari kritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Kelima unsur tersebut sudah harus ditanam dalam diri para Intelektual," begitu kata Ari saat diwawancara wartawan lokal.
Dewasa ini, kata dia menambahkan, sering dijumpai banyaknya ilmuwan yang tidak beretika ataupun banyaknya orang yang beretika namun tumpul dalam berlogika, khususnya pada kader-kader HMI di masa kini.
Ari berharap Kader HMI lebih cerdas dan mengurangi aktivitas politik, apalagi politik praktis. Ya, sebuah kondisi yang jamak terjadi dalam gerbong-gerbong HMI yang berkelindan dengan kekuasaan maupun kepentingan politik seniornya.
Bagi Ari, dengan mengarusutamakan Intelektual, ke depan HMI menjadi Hadzihi Madinatul Ilmi (Ini Kota/Peradabannya Ilmu). HMI tidak lagi sekadar laboratorium politik para kadernya. Ari ingin intelektual yang lahir dari rahim HMI lebih beretika. Mengingat banyak sekali ilmuwan namun minus etika, ataupun sebaliknya, banyak orang yang beretika namun tumpul dalam berlogika, khususnya pada kader-kader HMI di masa kini.
Maka selaras dengan visinya selaku kandidat ketua umum PB HMI, Ari mengungkapkan niatnya mengembalikan kampus-kampus di Indonesia kembali menjadi laboratorium-laboratorium ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi etika.
Ari hendak membentengi HMI dari kehancuran yang diakibatkan oleh banyaknya kader-kader HMI yang sudah tidak berpikir panjang dalam pelaksanaan visi dan misi HMI.
"Pembicaraan mengenai politik akan dikurangi nantinya dan diganti dengan langkah baru yang lebih bagus mengenai gagasan-gagasan yang bersifat membangun sehingga dampak positifnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia," tukas Ari mantap.
Ia meyakini, HMI mampu menjadi episentrum dari berbagai dialog peradaban dunia demi terwujudnya generasi muda di masa depan.
"HMI ke depan harus lebih cerdas, berakhlak, kreatif, dan tidak menghilangkan aspek kemoderenan dalam membangun Indonesia."
Mengutip Kakanda Taufik Hidayat, Ketua Umum PB HMI 1995-1997 (terpilih di Kongres HMI di Surabaya 25 tahun lalu) pada peringatan Ulang Tahun Emas HMI, 20 Maret 1997, dimana ia menegaskan sekaligus menjawab kritik terhadap HMI yang dipandang terlalu dekat dengan kekuasaan.
"...Bagi HMI, kekuasaan atau politik bukanlah hal yang haram. Politik justru mulia apabila dijalankan diatas etikadan bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Lantaran itu HMI akan mendukung kekuasaan yang sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, sebaliknya HMI akan tampil kedepan menentang kekuasaan yang korup dan menyeleweng. Ini dibuktikan ketika HMI terlibat aktif dalam merintis dan menegakkan Orde Baru. Demikian juga saat sekarang ini dan masa-masa mendatang. Kritik-kritik itu tidak boleh mengurangi rasa percaya diri HMI untuk tetap melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar."