Dalam tiga tahun terakhir di Indonesia, telah dilaporkan terdapat sekitar 187 kasus kejahatan terhadap satwa liar yang dilindungi, dengan bukti penyitaan sekitar 13.000 hewan hidup, selain itu lebih dari 10.200 tubuh hewan kering yang ditujukan untuk “pengobatan”.
Namun, kerugian yang ditanggung oleh pemerintah sama sekali tidak dapat dikompensasikan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan terhadap satwa liar di Indonesia.
Dalam banyak kasus, para pelaku lokal perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi ini hanya dihukum delapan bulan hingga satu tahun, dengan denda hanya 150-700 dollar AS. Orang-orang yang menjadi perantara, penjahat internasional, dan pembeli umumnya belum dapat dikendalikan.
Meskipun kita menganggap situasi perdagangan satwa liar internasional terlalu kompleks dan kita berharap dapat memperbaiki keadaan, semua sektor masyarakat, khususnya di Indonesia, dapat berperan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, untuk memerangi atau meminimalkan perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi.
Pemerintah dapat melakukan fungsi pengawasan untuk menekan dan/atau mengendalikan perdagangan satwa langka, baik secara preventif maupun represif.
Pengawasan preventif dapat berupa penyadaran atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya upaya pelestarian satwa liar yang dilindungi. Upaya represif dapat dilakukan oleh pemerintah melalui penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar.
Masyarakat dapat melaporkan kepada instansi pemerintah atau kepolisian terkait jika menemukan adanya perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi, baik yang ditemukan dalam transaksi offline maupun online. Mereka juga dapat memastikan bahwa hewan peliharaan hidup yang diizinkan secara hukum dibeli dari pemasok berlisensi penuh.
Untuk memenuhi permintaan pasar yang legal terhadap hewan peliharaan hidup, masyarakat juga dapat melakukan upaya untuk membeli hewan yang telah ditangkarkan dan dari peternak yang sepenuhnya mematuhi dan memperhatikan persyaratan hukum untuk kegiatan tersebut.
Lembaga pemerhati lingkungan atau LSM dapat mendukung upaya pemerintah dan masyarakat tepi hutan melalui kegiatan bersama dalam melakukan perlindungan, maupun tindakan nyata lainnya di lapangan dalam rangka pelestarian satwa liar yang dilindungi.
Civitas akademika di Indonesia wajib melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi, tiga pilar yang meliputi kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.