Ekosistem yang merupakan destinasi wisata alam mempunyai keterbatasan tertentu untuk menunjang kegiatan pariwisata. Melebihi batas tersebut dapat merusak dan mengganggu ekosistem.
Pembangunan infrastruktur wisata bertujuan untuk membangkitkan minat sehingga meningkatkan jumlah wisatawan. Peningkatan tersebut dikhawatirkan akan meningkatkan tekanan terhadap lingkungan.Â
Selain itu, pembangunan juga mengubah fungsi tanah yang seharusnya mempunyai fungsi protektif, seperti menyerap air atau mencegah tanah longsor. Pembangunan infrastruktur pariwisata, khususnya dampaknya terhadap lingkungan, harus dikaji lebih mendalam.
Pemerintah hendaknya tidak hanya melihat jumlah pengunjung sebagai indikator keberhasilan pengelolaan pariwisata.Â
Terlalu banyak wisatawan dapat menimbulkan dampak negatif, seperti kerusakan alam, stres terhadap flora dan fauna, atau timbulan sampah. Apabila kondisi ini tidak terpenuhi maka akan mengurangi kenyamanan dan menimbulkan kekecewaan wisatawan.
Selain itu, terlalu banyak wisatawan yang tidak terkendali juga memberikan dampak negatif. Pengawasan yang lemah dapat menimbulkan perilaku wisatawan yang tidak bertanggung jawab.Â
Tempat wisata seringkali dirusak atau dilanggar. Apalagi sejak munculnya media sosial, banyak wisatawan yang sekadar mengikuti tren tanpa mempertimbangkan dampaknya.
Dua kerugian terbesar adalah ketika wisata alam dieksploitasi tanpa memperhatikan daya dukungnya.Â
Pertama, manfaat ekonomi berkurang ketika jumlah wisatawan menurun akibat rusaknya atau hilangnya obyek wisata alam. Masyarakat kehilangan sebagian pendapatannya dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurun.
Kerugian lainnya adalah hilangnya keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Pariwisata dikhawatirkan akan mengganggu habitat flora dan fauna langka.Â
Apalagi komodo merupakan hewan purba dan hanya dapat ditemukan di Pulau Komodo. Inilah kekhawatiran terbesar para aktivis lingkungan hidup.