Tawuran merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Tawuran pelajar juga diartikan sebagai sebuah perilaku perkelahian yang melibatkan beberapa individu atau perilaku perkelahian yang dilakukan secara bersama-sama dimana terdapat kelompok yang menjadi pelaku dan ada kelompok yang menjadi korbannya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah perkelahian massal. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa dalam KBBI, Tawuran, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai. Tawuran bisa diartikan suatu bentuk tindak kekerasan yang melibatkan sekelompok orang atau kelompok yang secara aktif melakukan penyerangan terhadap kelompok lain, dengan intensitas kekerasan yang bisa mencapai tingkat membahayakan nyawa. Dalam tawuran, kelompok yang terlibat bisa menggunakan berbagai jenis senjata atau benda tumpul, seperti kayu, batu, dan senjata tajam yang dapat mengakibatkan luka atau bahkan kematian.
Tawuran pelajar pada umumnya sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju dari pedesaan namun peluang terjadi nya tawuran malah lebih mendominasi. Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada mengikuti kegiatan belajar mengajar dan ekstrakurikuler di dalam sekolah.Â
Tawuran antar pelajar merupakan salah satu masalah serius yang mengganggu ketenangan dan keamanan di lingkungan pendidikan. Dampak negatifnya tidak hanya terbatas pada korban langsung, tetapi juga menciptakan ketegangan sosial dan mengganggu proses pembelajaran. Dalam upaya untuk mengatasi tantangan ini, berbagai pendekatan telah diusulkan, salah satunya adalah penerapan layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok menawarkan platform yang dapat membantu siswa memahami dan mengelola konflik, serta memperkuat keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk membangun hubungan yang sehat dan memecahkan masalah secara konstruktif.
Dan Adapun beberapa penyebab terjadi nya aksi tawuran antar pelajar dari mulai tidak dapat mengontrol emosi Penyebab tawuran pelajar ini mengarah pada emosi mudah marah, frustrasi, dan kurang peka terhadap lingkungan sosialnya. Ketika menghadapi masalah, mereka dengan kontrol diri yang lemah akan memiliki kecenderungan melarikan diri atau menghindarinya.Begitu pula lebih suka menyalahkan orang lain dan ketika dituntut untuk menghadapi, mereka akan memilih cara yang mudah misalnya saja tawuran. Dampak dari tawuran antar pelajar Fenomena tawuran tentu saja akan memberikan dampak yang tidak baik, terutama pada anak itu sendiri. Selain berdampak pada diri anak dan keluarga, lingkungan sekitar pun akan turut merasakan dampak dari tawuran.Â
Pertengkaran dan konflik antar siswa terus meningkat dari tahun ke tahun. Situasi ini menjadi semakin mengkhawatirkan bagi berbagai pihak yang terlibat, termasuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sekolah, orang tua dan murid, serta masyarakat secara keseluruhan. Dunia secara keseluruhan. Kegelisahan dan kekhawatiran ini tetap ada. Ketakutan dan keprihatinan ini masih sebatas sikap dan emosi, karena sejauh ini belum ada Solusi yang efektif
untuk menyelesaikan konflik. Tidak ada langkah efektif untuk mengatasi konflik dan tindakan kekerasan yang semakin mengarah pada perilaku kriminal. Kecemasan dan kekhawatiran ini masih sebatas sikap dan perasaan, karena sampai saat ini belum ada solusi yang efektif untuk mengatasi perkelahian dan tindakan kekerasan yang semakin mengarah pada perilaku kriminal.
Pembahasan pelaksanaan kegiatan PKM.
Perkelahian massal atau yang dapat kita sebut dengan perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai. Hal ini dapat terjadi dikarenakan para siswa ini telah belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah mereka, sehingga mereka memutuskan untuk melakukan apa pun untuk mencapai tujuan mereka. Perkelahian pelajar atau tawuran pelajar jelas merugikan banyak orang.Â
Empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar adalah sebagai berikut: Siswa dan keluarga mereka yang terlibat dalam perkelahian akan mengalami dampak negatif pertama jika mereka terluka, cacat permanen, atau bahkan terbunuh. Kerusakan infrastruktur publik seperti taman kota, trotoar, bus, halte dan infrastruktur lainnya, serta infrastruktur pribadi seperti kendaraan dan kaca jendela yang pecah di toko-toko. Dan infrastruktur pribadi seperti kendaraan dan kaca jendela yang pecah di toko-toko. Terganggunya proses pembelajaran di sekolah. Terganggunya proses pembelajaran di sekolah. Moralitas murid- murid menurun. Secara fisik, tawuran dapat terjadi. Tawuran dapat menyebabkan kematian atau cedera serius pada siswa. Kerusakan serius pada kendaraan. Kendaraan dan kaca-kaca bangunan, serta rumah rusak parah akibat lemparan batu. Dari sisi psikologis, tawuran dapat menimbulkan trauma bagi pelajar yang menjadi korban, dan berisiko merusak mentalitas generasi muda serta menurunkan kualitas pendidikan. Di Indonesia, tawuran juga dapat merusak mental generasi muda dan menurunkan kualitas pendidikan.
Penerapan  sanksi  hukum  terhadap  kasus tawuran pelajar merupakan  langkah  penting dalam  melindungi, mencegah tindakan yang merugikan,  dan  memberikan  efek  jera kepada  pelaku. Terdapat dalam Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Mengenai anak-anak yang dapat diajukan ke dalam siding pengadilan adalah apabila anak tersebut telah mencapai umur 16 Tahun. Ketentuan pasal ini berbunyi "Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakimdapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517- 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah"Â
Sedangkan, bila kita lihat dari Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pasal 1 ayat (3) yang menetapkan batas usia anak yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi pidana sangat berbeda. Ketentuan pasal ini berbunyi "Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana". Klarifikasi umur akan menentukan dapat tidaknya seseorang dijatuhi hukuman serta dapat tidaknya suatu tindak pidana dipertanggung jawabkan kepadanya.12
Istilah "anak yang berkonflik denga hukum" mengacu pada anak yang berusia 12 tahun, tetapi belum berusia 18 tahun, yan diduga melakukan tindak pidana.
Menurut Pasal 358, unsur-unsur yang membentuk tindak pidana ditetapkan, yaitu:
1. Mereka.
2. Yang sengaja Turut serta
3. Dalam penyerangan atau perkelahian yang melibatkan beberapa
orang.
4. Jika, sebagai akibat dari insiden atau perkelahian ini, seseorang
terluka parah atau jika, sebagai akibat dari insiden atau
perkelahian ini, seseorang meninggal dunia.
Siapa pun yang secara sukarela mengambil bagian dalam penyerangan atau
perkelahian yang melibatkan beberapa orang bertanggung jawab atas tindakannya dan akan dihukum:
1. Maksimal 2 tahun 8 bulan penjara, jika penyerangan atau perkelahian tersebut menyebabkan luka berat pada seseorang.
2. Hukuman penjara hingga 4 tahun jika menyebabkan kematian.
Sanksi hukum tersebut mencakup konflik antara siswa perorangan dan konflik antar kelompok siswa. Jika terbukti bahwa siswa terlibat dalam perkelahian dan tindakannya harus dibenarkan oleh hukum yang berlaku, maka sanksi tersebut dapat diterapkan.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
ditemukan bahwa peran guru dalam
memahami karakteristik siswa untuk
mencegah konflik antar siswa sering
dianggap penting. Dengan cara ini, guru
sering mengidentifikasi keterampilan/minat
siswa untuk menyalurkan energi mereka
yang berlebihan melalui kegiatan
ekstrakurikuler, serta menemukan siswa
yang berpotensi terlibat dalam perkelahian
dengan mengamati perilaku mereka.
Mengidentifikasi siswa yang tidak
menghargai disiplin, dengan fokus pada
mereka yang sering melanggar disiplin.
Penting untuk memberikan perhatian khusus
pada siswa yang sering melanggar disiplin
untuk menghindari konflik. perilaku konflik,
dengan mengidentifikasi individu Penting
untuk mempertimbangkan karakter siswa
yang mudah tersinggung dan memberikan
perhatian khusus pada siswa yang memiliki
temperamen yang mudah marah untuk
menghindari konflik. (Delvira et al., 2021)
Mendorong siswa untuk bertanggung
jawab dan mengambil bagian dalam
kegiatan ekstrakurikuler atau proyek
pembelajaran yang menarik. Sifat-sifat
kepribadian positif mereka dapat
dipengaruhi oleh kegiatan ekstrakurikuler
atau proyek pembelajaran yang
menstimulasi. Tindakan semacam ini
mendorong pengembangan keterampilan
kepemimpinan, kerja sama, dan rasa
tanggung jawab pada siswa. Yang paling
dominan dalam kegiatan ekstrakulikuler
adalah kegiatan olahraga seperti, Futsal,
Basket, Sepak bola Badminton, dan lain-
lain. Sekolah juga harus mensurvei minat
ekstrakulikuler pada siswa-siswa yang
berada di sekolah.
Sekolah Menengah Atas Negeri 78 Jakarta Barat, sekolah ini
beralamat Komplek Pajak, Jl. Bhakti IV No.1, Kemanggisan, Kec.
Palmerah, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11480
SMAN 78 Jakarta Barat memiliki Visi Terwujudnya peserta didik yang
mencerminkan Profil Pelajar Pancasila, Berprestasi, Menguasai IPTEK, dan
Berwawasan Global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H