Mohon tunggu...
sonny fadli
sonny fadli Mohon Tunggu... Dokter - pejuang-pemikir

Dokter TSR PMI Kota Surabaya, PTT Mamberamo Raya Papua.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Membangun Kesehatan Warga Bangsa di Daerah Terdepan Indonesia Berbasis Digital

3 Maret 2019   13:57 Diperbarui: 4 Maret 2019   14:32 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas kesehatan memberikan perawatan kepada sejumlah anak penderita gizi buruk dari kampung Warse, Distrik Jetsy di RSUD Agats, Kabupaten Asmat, Papua.| ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Nah, Mace Salwa ini tidak tahu bagaimana ia menderita sakit demikian dan sudah 5 tahun menderita tanpa pernah mendapat pengobatan intensif. Dan ternyata bukan hanya Mace Salwa saja, tiga pasien lain berikutnya juga menderita penyakit yang sama kebanyakan perempuan.

Lengkap sudah beban derita mace-mace ini, mereka harus hidup dengan tanggungan mengasuh keluarga, mendampingi suami berburu di hutan, membantu mengangkut kayu dan hasil buruan dengan kondisi kaki yang terseret.

Di suatu sore saya dipanggil oleh Pace Markus-bukan nama sebenarnya-, bapak dari seorang anak yang menderita batuk darah. Saat bapak itu datang saya bertanya-tanya apa mungkin anak tersebut menderita TBC. Saya bergegas memakai motor menuju Kampung Kerema, sekitar 2 km dari Puskesmas Gesa Baru. 

"Pak dokter, keluar cacing dari hidung anak saya". Biuh, saya "nderedeg" mendengar penyampaian bapak tersebut. Wah ternyata keluar cacing gelang dari hidung anak tersebut saat batuk sesaat sebelum saya tiba. Duh, Ascaris Lumbricoides, cacing gelang ini sudah hidup nyaman di organ paru anak tersebut. Bagaimana ini bisa terjadi?

Suatu senja, saya dipanggil untuk menolong persalinan di rumah warga dekat logbon (sebutan pelabuhan di sungai). Sang dukun bayi menyerah, bayinya tidak segera lahir padahal sudah lebih tiga jam dipimpin. 

Saya menolong persalinan hanya berbekal pengalaman saat menjadi dokter muda di RSUD dr. Soetomo, FK Unair Surabaya, menolong persalinan total 9 pasien saat putaran di Departemen Obstetric dan Ginekologi.

Hampir dua jam saya mendampingi menolong persalinan di rumah kayu yang hanya diterangi perapian kecil dengan kepulan asap tebal. Kesabaran berbuah maksimal, akhirnya bayi lahir menangis, saya berucap syukur sekaligus bangga. 

Saat hendak memotong tali pusat, tindakan saya ini dilarang, "Pak dokter tra boleh potong tali pusat, ini kitong punya adat."

Waduh mati sudah, bayi mulai tampak kedinginan, saya merayu terus menerus agar tali pusat segera bisa dipotong, akhirnya mereka setuju. Saat melanjutkan melahirkan plasenta (ari-ari) bayi, datang pace yang rumahnya dekat dengan puskesmas. "Pak dokter, adik saya kejang."

Perihal menolong ari-ari atau plasenta bayi saya serahkan ke Suster Wayoi. Saya pamit ngebut gas pol tanpa rem pol, tanpa harus takut menabrak dan ditabrak karena kondisi jalan masih sepi. 

Saya bisa ngebut layaknya Valentino Rossi karena kondisi jalan jauh lebih membaik karena ada proyek pembangunan jalan Trans Papua yang saat itu digawangi oleh satuan Tugas TNI sebagai usaha percepatan pembangunan papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun