Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mewaspadai Penyakit Demam Babi Afrika dan Dampaknya bagi Masyarakat

24 Desember 2024   20:04 Diperbarui: 25 Desember 2024   07:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang Dokter Hewan sedang Melakukan Pengawasan Kesehatan Hewan di salahsatu Kandang ternak Babi di Bintan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kematian massal ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak, terutama peternak kecil yang menggantungkan mata pencaharian pada ternak babi.

Sementara itu, di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, peternak juga mengalami kerugian besar akibat tingginya angka kematian babi yang disebabkan oleh virus ASF. 

Dampak ASF Terhadap Perekonomian Nasional

Industri peternakan babi memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, populasi babi di Indonesia mencapai 8,5 juta ekor, dengan produksi daging babi sebesar 327.215 ton. 

Provinsi dengan populasi babi terbesar antara lain Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, dan Papua.  

Wabah ASF mengancam industri ini, yang berdampak pada penurunan produksi daging babi, hilangnya mata pencaharian bagi sekitar 285.315 peternak rakyat, dan berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. 

Dampak terhadap Masyarakat

Meski ASF tidak menular ke Manusia (bukan Zoonosis), namun ASF dapat mempengaruhi aspek sosial masyarakat. Di beberapa komunitas, seperti di Kecamatan Tomoni Timur Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, penyebaran virus ASF pada awal tahun 2023 menimbulkan dampak merugikan terhadap peternak babi. 

Kehilangan ternak babi tidak hanya berarti hilangnya sumber pendapatan, tetapi juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan dan tradisi budaya yang terkait dengan peternakan babi.

Upaya Pencegahan dan Pengendalian

Hingga saat ini, belum ada vaksin yang efektif untuk ASF. Oleh karena itu, pencegahan dan pengendalian difokuskan pada biosekuriti yang ketat, seperti membatasi pergerakan babi dan produk babi, menerapkan sanitasi yang baik, dan menghindari praktik swill feeding.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan status darurat untuk menghadapi wabah ASF dan melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebarannya. Namun, semua itu tidak akan berhasil jika tidak adanya kolaborasi yang baik antar semua sektor, mengingat persoalan penyakit hewan seperti ASF, ini sejatinya juga bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan hewan semata. Tapi juga tanggung jawab kita semua. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun