Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Nasib Jabatan Fungsional Medik Veteriner

20 Agustus 2024   20:42 Diperbarui: 22 Agustus 2024   09:32 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Medik Veteriner sedang melakukan Pengobatan Hewan Ternak (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2024 di beberapa instansi pemerintah sudah diumumkan.

Ada Beragam latar belakang pendidikan dan beragam formasi yang dibutuhkan di 69 Instansi pusat dan 478 instansi daerah se Indonesia. Tak terkecuali untuk latar belakang pendidikan profesi Dokter hewan.

Namun demikian, latar belakang pendidikan profesi dokter hewan dalam penerimaan CPNS ini tampaknya tidak sama jika dibandingkan dengan pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. 

Jika dokter dan dokter gigi sebagian besar formasi jabatannya adalah sama dengan nama pendidikannya: yakni sama-sama dokter dan dokter gigi, maka untuk dokter hewan, nama formasi jabatannya ternyata beragam.

Di instansi Badan karantina Indonesia (Barantin) misalnya, latar belakang pendidikan dokter hewan adalah dokter hewan karantina. 

Sementara di instansi Kementerian Pertanian (Kementan) dan instansi pemerintah daerah (Pemda), formasi jabatan pendidikan dokter hewan adalah Medik Veteriner.

Meski sama-sama CPNS langsung menempati pangkat III-b (penata muda Tk.1), tapi nasib jabatan fungsional kedua dokter hewan ini tampaknya berbeda. 

Untuk dokter hewan karantina ahli muda, grade jabatannya adalah 10, sedangkan jabatan fungsional untuk medik veteriner ahli muda grade jabatannya adalah 9. Padahal keduanya sama-sama dokter hewan.

Ketidakadilan Jabatan Fungsional Medik Veteriner

Jika mengacu pada aturan jabatan fungsional medik veteriner, pengertian Medik Veteriner adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian hama dan penyakit hewan, pengamanan produk hewan, dan pengembangan kesehatan hewan. 

Dengan kata lain, jabatan ini jelas tidak spesifik mengacu pada satu latar belakang pendidikan. Sehingga wajar jika jabatan ini tidak identik dengan dokter.

Bandingkan dengan jabatan fungsional Dokter Hewan Karantina. Pengertian Dokter hewan karantina adalah dokter hewan pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional untuk melaksanakan tugas analisis atau diagnosis dan tindakan karantina hewan serta pengawasan keamanan hayati hewani. 

Artinya, jika seseorang bukan latar belakang pendidikan profesi dokter hewan, dapat dipastikan tidak dapat mengisi formasi ini. Sehingga secara tidak langsung ,formasi jabatan dokter hewan karantina hanya ditujukan bagi yang berlatar belakang pendidikan dokter hewan saja.

Selain itu, perbedaan grade jabatan yang bermuara pada perbedaan besaran pendapatan antara medik veteriner dan dokter hewan karantina tampaknya juga masih belum ada titik temunya.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sebagai instansi pembina kepegawaian Jabatan fungsional Medik veteriner sepertinya masih gamang. Terbukti kementan hingga kini belum mengajukan perubahan nama medik veteriner menjadi dokter hewan saja.

Akibatnya, banyak Medik veteriner di daerah yang merasa tidak adil. Mereka yang sejatinya adalah seorang dokter, tetapi akibat penggunaan nama Medik veteriner menjadi tidak diperhatikan sebagaimana layaknya dokter. Bahkan, TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) di jajaran Pemda, mereka disamakan dengan jabatan fungsional lainnya.

Sebagai informasi, kriteria pemberian TPP di instansi Pemda sejatinya terdiri atas beberapa kriteria, seperti beban kerja, prestasi kerja; tempat bertugas; kondisi kerja; kelangkaan profesi; dan/atau pertimbangan objektif lainnya. Namun, sayangnya Medik veteriner biasanya hanya diperhitungkan ke dalam beban kerja dan prestasi kerja saja. 

Medik veteriner tidak masuk dalam kriteria kelangkaan profesi atau kriteria kondisi kerja. Adapun kriteria ASN Daerah yang mendapatkan TPP berdasarkan kriteria Kelangkaan Profesi umumnya adalah Sekretaris Daerah dan Dokter spesialis.

Sedangkan ASN yang mendapatkan TPP berdasarkan kriteria Kondisi Kerja pada umumnya adalah Jabatan yang memiliki resiko dan efek kesehatan tinggi seperti: ASN Daerah pada SKPD yang melaksanakan urusan kesehatan dan penanggulangan bencana; ASN Daerah pada SKPD yang melaksanakan urusan perencanaan dan penganggaran pemulihan kesehatan pasca Corona Virus Disease 2019 (COVID19); ASN yang ditunjuk sebagai Kepala Puskesmas dan diberi amanah pemulihan kesehatan pasca Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dan peningkatan layanan kesehatan masyarakat.

Kemudian ASN Daerah yang bekerja sebagai tenaga radiografer pada RSUD dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil; dan ASN Daerah yang ditunjuk sebagai Tim Informasi Teknologi yang menangani e-office, e-kinerja dan aplikasi terintegrasi kepegawaian dan keuangan. 

Selanjutnya, Jabatan yang memiliki efek resiko dan keamanan jiwa seperti: ASN Daerah yang bekerja pada jabatan administrator tertentu pada Satuan Polisi Pamong Praja; dan ASN Daerah yang bekerja pada Puskesmas terpencil. Serta Jabatan yang berhubungan dengan aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, dalam kriteria ini tidak ada medik veteriner. Padahal, medik veteriner atau dokter hewan justru memiliki resiko dan efek kesehatan tinggi. Seperti penggunaan obat obatan hewan, melakukan penyuntikan hewan, penggunaan radiograf (sinar rontgen dll), beresiko tertular penyakit, bahkan beresiko di tendang hewan, dicakar dan digigit hewan.

Melihat resiko ini, seharusnya dokter hewan layak mendapatkan kriteria TPP kondisi kerja. Demikian juga kriteria kelangkaan profesi, bukankah dokter hewan itu jarang-jarang ada di daerah? Sehingga seharusnya dokter hewan layak mendapatkan kriteria kelangkaan profesi, layaknya dokter spesialis. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun