Pemerintah tampaknya tidak main-main terhadap temuan kasus penjualan anjing yang sempat viral beberapa saat yang lalu. Terbaru, pemerintah melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menerbitkan Surat Edaran Nomor: 1/SE/TU.020/F/01/2024 tanggal 20 Januari 2024.
Surat edaran yang ditandatangi oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc. itu memuat tentang langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh Indonesia.
Langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi urusan kesehatan hewan di daerah adalah sebagai berikut:
Pertama, Melakukan pengetatan pengawasan lalu lintas HPR terutama anjing untuk mencegah pemasukan anjing Rabies ke wilayah bebas secara illegal;
Kedua, Melakukan advokasi kepada kepala daerah untuk penerbitan peraturan daerah terkait perdagangan HPR;Â
Ketiga, Melakukan advokasi kepada kepala daerah penyusunan peraturan daerah terkait persyaratan lalu lintas HPR;Â
Keempat, Membuat surat himbauan secara tertulis di wilayah masing-masing untuk tidak melakukan peredaran atau perdagangan daging anjing secara komersial;Â
Kelima, Melakukan koordinasi dengan Kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja, dinas perhubungan, dinas pariwisata, dinas kesehatan, dinas perdagangan dan dinas yang membidangi koperasi dan usaha kecil terkait penertiban peredaran dan perdagangan daging HPR, terutama anjing;Â
Keenam, Melakukan dukungan pembentukan Kader Zoonosis yang berasal dari masyarakat hingga tingkat kecamatan/desa;Â
Ketujuh, melakukan penguatan surveilan pada hewan dan manusia dengan protokol Takgit (Tata laksana kasus gigitan terpadu) sebagai bentuk kesiapsiagaan dan respon wabah Rabies;Â
Kedelapan, Melakukan vaksinasi HPR secara massal dan tertarget terutama pada wilayah tetular risiko tinggi dan/atau wilayah yang berbatasan dengan daerah tertular mempertimbangkan ketersediaan vaksin;Â
Kesembilan, Melakukan manajemen populasi HPR (anjing/kucing) dengan sterilisasi anjing/kucing, adopsi anjing/kucing tidak berpemilik/liar, mendirikan tempat penampungan sementara untuk anjing/kucing, identifikasi atau penandaan terhadap HPR, mengendalikan sumber daya pendukung populasi HPR (misalnya tempat sampah dan pasar) dan pengurangan populasi HPR;Â
Kesepuluh, Melaporkan kasus kesakitan atau kematian kejadian Rabies melalui iSlKHNAS;Â
Kesebelas, Melakukan sosialisasi dan edukasi terkait:Â
1) risiko penyebaran dan penularan zoonosis akibat perdagangan dan konsumsi daging anjing; danÂ
2) kepemilikan anjing yang bertanggung jawab untuk menertibkan dan mengedukasi pemilik anjing agar memelihara secara baik, serta memeriksakan dan memvaksinasi anjingnya secara rutin ke dokter hewan.Â
Kedua belas, Melakukan koordinasi dengan LSM/komunitas masyarakat/pihak lain yang terkait untuk mendukung upaya pencegahan Rabies.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H