Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Pegiat Literasi | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Peternakan Seharusnya Menjadi Sektor Penting dalam Penurunan Stunting

21 Desember 2023   06:08 Diperbarui: 22 Desember 2023   01:22 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komitmen pemerintah dalam penurunan stunting patut diapresiasi. Namun, penguatan sektor peternakan sebagai sektor penting dalam pemenuhan pangan asal hewan, sebagai bagian utama dalam penurunan stunting, tampaknya masih belum optimal dilibatkan.

Pasalnya, dalam Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres yang diterbitkan pada 5 Agustus 2021 dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo itu, peranan kementerian Pertanian (Kementan) selaku kementerian teknis yang didalamnya terdapat sektor peternakan, tidak optimal dilibatkan.

Kementan hanya terlibat di dua indikator sasaran, yakni indikator Jumlah keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan sosial pangan dan pada indikator Persentase keluarga berisiko Stunting yang mendapatkan manfaat sumber daya pekarangan untuk peningkatan asupan gizi.

Dari dua tupoksi Kementan tersebut, sejatinya juga bukan mutlak tanggungjawab Kementan. Karena bantuan sosial pangan saat ini lebih dominan dilaksanakan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Khusus untuk Persentase keluarga berisiko Stunting yang mendapatkan manfaat sumber daya pekarangan untuk peningkatan asupan gizi, juga ini sangat identik dengan ranah Bapanas, bukan melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

Sementara itu, di tataran Pemerintah Daerah, program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) sebagai perwujudan untuk peningkatan asupan gizi tampaknya juga masih sebatas pada komoditas tanaman hortikultura (sayuran dan tanaman obat keluarga), padahal, dalam rangka intervensi penurunan stunting, seharusnya asupan protein hewani komoditas peternakan seperti susu, daging, dan telur yang perlu diupayakan dan ditingkatkan. 

Selanjutnya, mengacu pada maknanya, P2L sejatinya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat yang secara bersama-sama mengusahakan lahan pekarangan sebagai sumber pangan secara berkelanjutan untuk meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan, serta pendapatan. Artinya, komoditas yang diupayakan seharusnya termasuk komoditas peternakan. Karena mengkonsumsi sayuran saja sepertinya belum cukup untuk dapat menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.

Peternakan Harus Masuk Dalam Perpres Penurunan Stunting

Mengacu pada Perpres 72 Tahun 2021, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Sehingga, Stunting merupakan sebutan bagi gangguan pertumbuhan pada anak.

Penyebab utama dari stunting adalah kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan anak.

Oleh sebab itu, dalam penanganan stunting (dapat menjadi bagian dari layanan Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif), sektor peternakan sejatinya harus masuk dalam Perpres. Terlebih, ketersediaan komoditas peternakan dan adanya asupan nutrisi sangat berperan penting dalam penanganan stunting. 

Ada banyak jenis makanan yang dapat membantu meningkatkan gizi dan mencegah stunting, di antaranya adalah ikan, telur, daging, buah dan sayur. Terutama telur, produk peternakan ini merupakan sumber protein hewani yang baik dan mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun