Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita sering disuguhkan kegiatan pasar murah. Sebuah kegiatan yang menjual produk pangan sembako (sembilan bahan pokok) kepada masyarakat dengan harga murah atau harga yang disubsidi pemerintah.
Di beberapa daerah, gerakan pasar murah (GPM) sering diinisiasi oleh Dinas Ketahanan Pangan bekerjasama dengan Bapanas (Badan Pangan Nasional) dan kadang melibatkan BUMN seperti Bulog.
Selain itu, beberapa pasar murah juga digelar oleh Dinas yang membidangi urusan perdagangan di daerah. Namun, istilah yang digunakan bukan pasar murah, tetapi operasi pasar.Â
Meski beda istilah, namun prinsip dari keduanya adalah sama-sama menjual pangan yang murah.Â
Pangan Murah Bukan Solusi Ketahanan Pangan Jangka Panjang
Sejak dibentuknya Bapanas berdasarkan Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional pada 29 Juli 2021, kegiatan Bapanas yang cukup menonjol dan masif dilakukan di daerah adalah kegiatan Pangan Murah ini.Â
Untuk solusi jangka pendek, pangan murah sejatinya cukup dilaksanakan sesekali saja. Tujuannya adalah mengendalikan harga pangan agar lebih terjangkau. Oleh sebab itu, pelaksananya sejatinya cukup oleh Dinas yang membidangi urusan perdagangan saja.
Pasalnya, bahan pangan penting atau Bapokting juga merupakan Tupoksi dinas perdagangan yang juga harus mendapat atensi sebagai prioritas.
Di samping itu, pelaksanaan pasar murah yang dilaksanakan masing-masing instansi juga berpotensi overlapping atau tumpang tindih.
Sebagai contoh, dinas perdagangan telah melakukan operasi pasar murah, namun minggu berikutnya dinas ketahanan pangan juga menyelenggarakan pangan murah. Bagi masyarakat, kegiatan semacam ini memang sangat dinantikan. Mereka akan senang-senang saja. Tapi bagi keberlangsungan perekonomian nasional, terutama bagi ketahanan pangan, ini bukan solusi jangka panjang.
Lantas, seperti apa baiknya Bapanas bertindak? Seperti layaknya dalam olah raga sepakbola, Bapanas sejatinya adalah penyelenggara kompetisi atau bahkan PSSI nya untuk urusan pangan. Bukan pemain sepakbola atau bukan pelaksana yang terlibat langsung sebagai tim sepakbola.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam fungsi Bapanas diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;Â
Kemudian pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan; serta pelaksanaan pengendalian kerawanan pangan dan pengawasan pemenuhan persyaratan gizi pangan dan pelaksanaan pengembangan dan pemantapan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan, pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar; pengembangan sistem informasi pangan; dan pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan di bidang pangan.
Dengan kata lain, kalau pemain sepakbola juga merangkap sebagai penyelenggara kompetisi, kita pasti sulit membedakan; ini siapa berbuat apa. Lebih tepatnya, kedepan layak dibentuk menteri koordinator bidang pangan, yang membawahi kementerian pertanian, peternakan dan perikanan. Agar badan pangan sebagai koordinator urusan pangan tidak lagi sebagai tim sepakbola, tetapi benar-benar mampu memerintahkan Kementerian sumber pangan untuk menyediakan dan menstabilkan pangan, lalu memerintahkan kementerian terkait untuk mencegah Kerawanan Pangan dan Gizi; dan meminta kepada kementerian teknis untuk Penganekaragaman Konsumsi dan melakukan Keamanan Pangan.
 Semoga!