Membangun sektor yang berbasis kehewanan seperti peternakan dan perikanan di sebuah daerah, kita tidak bisa terlepas dari bagaimana menjaga daerah itu dari ancaman penyakit hewan.
Pasalnya, jika hewan ternak maupun ikan tersebut terkena penyakit, maka yang dirugikan tentu komoditas hewan di daerah itu sendiri.
Mengacu pada keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) RI Nomor 121/KPTS/PK.320/M/03/2023 tanggal 10 maret 2023 tentang penetapan jenis penyakit hewan menular strategis (PHMS), terdapat 21 penyakit yang wajib diwaspadai.
Dari 21 jenis, 3 diantaranya merupakan penyakit eksotis atau penyakit yang belum ditemukan di Indonesia namun berpotensi mengancam Indonesia. Yakni, Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE); Riff Valley Fever (RVF); dan penyakit Peste des Petits Ruminants (PPRR).
Sementara itu, jenis penyakit ikan menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KepmenKKP) RI Nomor 17 tahun 2021 tentang penetapan jenis penyakit ikan karantina, organisme penyebab, golongan dan media pembawa, terdapat 4 kelompok hewan yang menjadi prioritas, yakni Kelompok Pisces, Kelompok Crustacea, Kelompok Molusca dan Kelompok Amphibia. Dari masing-masing kelompok, terdapat penyakit yang diakibatkan oleh virus,bakteri, parasit dan jamur yang patut diwaspadai.Â
Oleh sebab itu, upaya pencegahan masuknya dan menyebarnya penyakit serta melakukan pengobatan penyakit secara cepat dan tepat merupakan upaya yang patut dilakukan.
Jenis PHMS yang telah ada di Indonesia
Adapun jenis penyakit hewan menular strategis yang telah ada dan masuk di Indonesia adalah sebagai berikut: Anthrax; Rabies; Salmonellosis (unggas); Brucellosis; Avian Influenza; Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS); Haemorhagic Septicaemia/ Septicaemia Epizootica.
Kemudian, Infectious Bovine Rhinotracheitis/ Infectious Pustular Vulvovaginitis ( IBR- IPV); Leptospirosis; Jembrana; Surra / Trypanosomiasis; Hog Cholera/ Classical Swine Fever; Penyakit Mulut dan Kuku/Foot and Mouth Disease; Lumpy Skin Disease; African Swine Fever (ASF); Bovine Viral Diarrea; Zoonotic Coronavirus ; dan Zoonotic Tuberculosis.
Penyakit ini bukan hanya telah menimbulkan keresahan pada masyarakat, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang cukup signifikan. Menurut Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Perikanan Kemenko Perekonomian RI, dampak PHMS terhadap perekonomian sub sektor peternakan adalah menimbulkan kematian pada ternak, menurunkan produktifitas ternak dan produksi seperti daging, susu dan telur, menurunkan ketersediaan pangan atau pasokan produk pangan asal ternak, menurunkan pendapatan peternak dan menghambat distribusi ternak dan produk pangan asal ternak antar wilayah.
PHMS di Provinsi Kepri
Mengacu pada hasil paparan yang disampaikan oleh Pejabat Otoritas Veteriner Provinsi Kepri pada 25 oktober 2023 yang lalu, dari 21 jenis PHMS, di Kepri telah terdapat 6 penyakit PHMS yang dilaporkan dan ada di Kepri.
Keenam penyakit tersebut adalah:
Pertama, Flu Burung atau avian influenza (AI). Penyakit ini telah merebak di Kota Batam, Kota Tanjungpinang,Kabupaten Bintan, kabupaten Karimun, kabupaten lingga dan kasus serologis terdapat di Kabupaten Natuna.
Satu-satunya daerah bebas AI di Kepri adalah kabupaten kepulauan anambas.
Kedua, penyakit Jembrana. Secara laboratoris dengan menggunakan metode PCR, di Kepri telah dinyatakan positif jembrana.Â
Penyakit yang hanya menyerang pada sapi jenis Bali ini juga pernah dilaporkan ditemukan secara klinis di Kota Tanjungpinang. Akibatnya, kebijakan yang diambil sebagai upaya pencegahan jembrana di Kepri adalah dengan mempersyaratkan uji PCR negatif jembrana ketika pemasukan sapi jenis bali.
Ketiga, penyakit Hog Cholera atau Clasical swine fever (CSF). Meski penyakit ini hanya ditemukan di Kota Batam, namun hingga saat ini Kepri masih belum bebas penyakit hog cholera.
Keempat, penyakit mulut dan kuku (PMK). Wilayah pertama yang tertular wabah PMK di Kepri adalah Kota Batam. Tepatnya pada 27 Juni 2022 dan dilaporkan positif PMK di Kota Tanjungpinang pada 24 Agustus 2023.
Oleh sebab itu, kebijakan vaksinasi ditempuh bagi daerah-daerah wabah dan daerah yang bersinggungan secara lalu lintas dengan dua daerah wabah. Seperti di Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Karimun.
Kelima, Lumpy Skin Disease (LSD). Kasus pertama dilaporkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium oleh Balai Veteriner Bukittinggi pada 22 September 2023 di Kota Tanjungpinang.
Keenam, penyakit ASF atau african swine fever. Penyakit ini merebak di Kepri dengan mengakibatkan kematian hewan babi yang sangat besar. Tepatnya pada bulan desember 2021 di Kota Batam. Kemudian merebak juga di peternakan babi di Pulau Bulan pada 27 April 2023 dan dilaporkan kasusnya di Kabupaten Karimun pada 23 Mei 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H