Persoalan penyakit yang melibatkan hewan, tampaknya belum ada tanda-tanda akan usai. Bahkan, kasusnya silih berganti.Â
Belum usai kasus Flu Burung Clade Baru, PMK, ASF, LSD, PPPR, Rabies dan kini, Antraks kembali merebak.
Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia (4/7/2023), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan ada penambahan korban masyarakat meninggal usai dinyatakan terpapar antraks. Kejadian ini terjadi di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Ketiga korban tercatat berasal dari Kecamatan Semanu.Â
Baca juga: Mewaspadai Penyakit Sampar Ruminansia Kecil
Menurut Kemenkes, warga meninggal yang terindikasi positif antraks diprediksi setelah mengkonsumsi daging sapi atau tertular dari hewan yang tidak sehat atau mati karena sakit.
Sebelumnya, kasus antraks pada hewan di Gunung Kidul juga telah dilaporkan. Kasus pertama diperkirakan tanggal 29 April 2019 di wilayah Dusun Grogol IV, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo.
Kemudian, kasus antraks dilaporkan merebak juga di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang Kecamatan Ponjong.Â
Dilansir dari kompas.com (16/01/2020), Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Veteriner, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widiastuti saat itu menyatakan, sejak Desember 2019, ada 21 sapi dan 15 kambing yang diketahui mati mendadak diduga karena antraks.
Selain itu, sebanyak 15 ekor hewan ternak di Kabupaten Gunungkidul juga dilaporkan mati karena positif penyakit antraks. Kematian belasan ternak ini terjadi sejak 14 Desember 2021 sampai 28 Januari 2022.Â
Mengenal Penyakit Antraks
Penyakit yang sangat menular dan zoonosis ini disebabkan oleh Bakteri Bacillus anthracis. Bukan disebabkan oleh virus, sebagaimana banyak ditulis diberbagai media.
Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, tidak bergerak dan membentuk spora. Bentuk vegetatifnya dapat tumbuh subur di dalam tubuh dan segera menjadi spora apabila berada di luar tubuh dan terpapar dengan udara luar. Spora inilah yang akan menyebar dengan cepat, salah satunya melalui air hujan.
Hewan dapat terinfeksi penyakit Antraks apabila memakan pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora. Bahkan penyakit dapat timbul ketika spora mengenai bagian tubuh yang luka Terbuka.Â
Sementara itu, hewan penderita juga dapat menulari hewan yang lain melalui cairan (eksudat) yang keluar dari tubuhnya. Cairan ini kemudian mencemari tanah sekelilingnya dan dapat menjadi sumber untuk munculnya kembali wabah di masa berikutnya.Â
Spora antraks dapat bertahan di tanah hingga puluhan sampai ratusan tahun lamanya. Spora ini hanya mati oleh pemanasan pada temperatur 100 derajat celclius selama 20 menit atau pemanasan kering 140 derajat celclius selama 30 menit.
Pencegahan Antraks
Melakukan pengetatan/pembatasan lalu lintas hewan dari daerah endemis antraks keluar daerah merupakan upaya pencegahan yang patut dilakukan. Pemeriksaan kesehatan hewan secara berkala oleh dokter hewan juga perlu dilakukan.
Pada bangkai hewan yang terkena anthraks biasanya akan terlihat adanya darah yang keluar dari lubang-lubang kumlah seperti mulut, telinga hidung, dan anus.Â
Darah tidak membeku dan biasanya limpa membesar berwarna merah kehitaman.
Bangkai hewan yang dicurigai menderita Antraks tidak diajurkan untuk dibuka (bedah bangkai). Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan mengambil darah dari telinga dan dibuat preparat ulas.
Penyakit antraks kerap menyerang pada hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia (Zoonosis).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H