Pelaksanaan Pemotongan Hewan kurban 1444 H di hampir seluruh daerah di Indonesia telah mencapai puncaknya. Meski masih ada hari Tasyrik, namun pemotongan hewan kurban di tanah air biasanya terbanyak di hari pertama Idul Adha.Â
Mengacu pada data yang dirilis Kementerian Pertanian, jumlah ketersediaan hewan kurban yang siap potong di Indonesia tahun 2023 ini adalah sebanyak 2.737.996 ekor. Rinciannya, kambing ada sebanyak 1.019.459 ekor, domba 864.805 ekor, sapi 831.761 ekor, dan kerbau ada 22.791 ekor.
Secara umum, kita bersyukur, pelaksanaan pemotongan hewan kurban di Indonesia tahun 2023 ini tidak menemui persoalan yang berarti. Persoalan Penyakit Hewan Menular Startegis (PHMS) seperti hewan kurban berpenyakit Anthraks, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Penyakit Lumpy Skin Desease (LSD), Rabies dan lain sebagainya tidak kita temukan. Artinya, persoalan penyakit sebagai salah satu syarat sah hewan kurban secara umum aman dan tidak menjadi permasalahan. Hanya saja, masih ditemukan beberapa kasus kecacingan dan pneumonia pada hewan kurban yang menjadi catatan untuk pemotongan hewan kurban di masa mendatang.
Oleh sebab itu, setidaknya terdapat lima catatan penting pasca pemotongan hewan kurban 1444 H sebagai bagian dari evaluasi.
Pertama, masih ditemukan adanya hewan kurban yang belum cukup umur dan tidak layak kurban. Walaupun persoalan umur tampaknya persoalan sepele, namun nyatanya pada proses pemotongan hewan kurban masih ditemukan hewan belum cukup umur tetapi sudah di potong dan dijadikan sebagai hewan kurban. Hal ini setidaknya terjadi di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Demikian pula dengan sapi yang tidak layak kurban seperti hewan pincang atau terluka karena proses penurunan hewan dari mobil pembawa ke lokasi pemotongan yang tidak professional (sapi didorong atau langsung melompat dari kendaraan).
Kedua, viral diberbagai media adanya hewan kurban yang terlepas ketika akan disembelih. Kejadian ini sejatinya merupakan berita negative (musibah) yang seharusnya tidak boleh terulang setiap tahunnya. Hal ini mengingat, hewan kurban, terutama sapi, jika mengalami stress yang berlebihan, ia akan berontak dan menunjukkan amarahnya. Tak ayal, kerugian materi dan korban luka akibat kejadian ini kerap menjadi tontonan pasca Idul adha.
Untuk mengantisipasi persoalan ini, dibutuhkan pemahaman yang cukup bagi panitia hewan kurban tentang teknis menghandle sapi dan bagaimana memperlakukan sapi agar tidak mengalami stress atau ketakutan yang berlebihan. Utamanya berkenaan dengan adanya kerumunan massa tatkala pemotongan sedang berlangsung.
Ketiga, Proses pemotongan hewan kurban yang belum memenuhi standar Hygiene dan Sanitasi. Masih ditemukan pemrosesan daging yang langsung dilantai, tanpa alas, diinjaknya daging, tidak ada pemisahan antara jerohan dan daging, masih ditemukannya panitia yang merokok dan makan minum sembari memproses daging, penggunaan kantong kresek warna hitam untuk mengemas daging dan lain sebagainya. Meski persoalan ini masih ditemukan, namun kejadiannya tidak merata di semua daerah.Â
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil justru memberikan apresiasi kepada panitia pemotongan hewan kurban di Masjid Salman ITB, Jalan Ganeca, Kota Bandung, Kamis (29/6/2023). Pemotongan hewan kurban di Masjid Salman ITB menurutnya bisa menjadi percontohan karena prosesnya berjalan dengan baik dan profesional. Bahkan, Yayasan Pembina Masjid Salman ini menjadi percontohan, tidak semua tempat seprofesional ini, sehingga ini bisa jadi contoh masjid-masjid yang punya halaman luas juga melakukan proses prosedur yang hieginis sesuai syariat," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil dikutip dari CNN Indonesia.
Keempat, masih ditemukan kasus kecacingan pada hewan kurban di beberapa tempat. Adanya temuan ini, diharapkan kedepan, panitia hewan kurban agar lebih berkoordinasi dengan dokter hewan atau dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan dalam pemilihan hewan kurban. Apalagi kasus kecacingan sejatinya merupakan kasus penyakit yang dapat disembuhkan. Selain kasus kecacingan, kasus pneumonia juga masih ditemukan.
Selain itu, Kasus penyakit ini juga semakin meyakinkan bahwa meskipun hewan tampaknya sehat secara fisik, namun dengan adanya pengawasan dari tim kesehatan hewan, terutama setelah hewan dipotong, masih ada saja temuan hewan tersebut mengalami kondisi sakit. Sehingga, pengawasan hewan kurban juga sebaiknya ditingkatkan dimasa mendatang.
Kelima, masih banyaknya masyarakat yang membuang limbah kotoran hewan kurban disembarang tempat. Seperti proses pencucian lambung (jeroan) pada hewan yang dilakukan di sungai. Padahal, upaya preventif (tindakan pencegahan) senantiasa telah dilakukan. Seperti di DKI Jakarta. Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, mengimbau kepada panitia kurban dan warga tidak agar sembarangan membuang limbah hewan kurban termasuk memasukkan ke dalam saluran air.
Pasalnya, kegiatan membuang limbah kurban sembarangan ini merupakan praktik yang berbahaya, karena potongan jeroan hewan dapat menjadi media berkembangnya patogen yang dapat menularkan penyakit. Limbah ini juga bisa membuat kondisi badan air jadi tercemar. Solusinya, limbah hewan kurban dapat dijadikan sebagai pakan larva lalat BSF (Black Soldier Fly) yang memiliki banyak manfaat.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H