Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rawan Bencana. Beragam bencana kerap terjadi di negeri ini, baik bencana yang dapat diprediksi kemunculannya, hingga bencana yang sulit dideteksi keberadaannya. Termasuk didalamnya bencana alam maupun bencana non alam.
Untuk bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran dan gunung meletus merupakan bencana alam sejatinya dapat dimitigasi. Mitigasi adalah upaya yang memiliki sejumlah tujuan yakni untuk mengenali risiko, penyadaran akan risiko bencana, perencanaan penanggulangan, dan sebagainya. Dibandingkan dengan bencana gempa bumi dan tsunami, bencana alam ini relative lebih sulit untuk mencegahnya. Dulu, gunung meletus pun sulit dimitigasi. Namun, saat ini erupsi gunung berapi sudah bisa diprediksi sebelumnya berdasarkan tanda-tanda alam yang muncul. Hal ini juga telah didukung protokol mitigasi yang baik. Informasi erupsi sudah dapat disampaikan ke masyarakat satu jam sebelum letusan berapi.
Sementara itu, bencana non alam, seperti wabah penyakit, baik penyakit pada manusia maupun hewan, ini yang relative sulit untuk diawasi. Karena selain yang dihadapi adalah mahluk super kecil (mikroorganisme) seperti virus, bakteri, parasite, jamur dan lain sebagainya, juga masa inkubasi setiap penyakit juga berbeda-beda. lihat saja Wabah covid-19. Wabah ini telah terbukti membuat semua sendi kehidupan kita menjadi hancur dan berantakan. Bahkan, hingga kini pun kasusnya masih terus memakan korban.
Penanganan Hewan Saat Bencana Alam
Sebagai daerah yang memiliki potensi bencana alam, pemerintah melalui Presiden Jokowi, pada awal Maret 2023 yang lalu memerintahkan pemerintah daerah, termasuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menganggarkan dana bersama sebagai antisipasi daerah menghadapi bencana. Bahkan, daerah diminta untuk mengidentifikasi potensi bencana di daerahnya masing-masing, sehingga dapat memperhitungkan kebutuhan dana saat prabencana maupun pascabencana.
Namun, dalam penanganan bencana, penanganan pada hewan kerap kali diabaikan. Pasalnya, kita masih berpegang teguh pada pernyataan: diatas segalanya, penanganan korban manusia adalah prioritas utama yang wajib dilakukan. Padahal, namanya tahap mitigasi risiko, penanganan hewan sejatinya juga harus dilakukan tatkala bencana melanda. Artinya, ketika bencana datang, masyarakat pemelihara hewan setidaknya telah mengetahui apa yang akan dilakukannya.
Berikut ini adalah tips yang perlu disiapkan oleh pemilik hewan ketika menghadapi bencana alam:
Pertama, sebelum terjadi bencana, sebaiknya sering memantau dan aktif mencari informasi berkenaan dengan peluang dan potensi bencana di daerah kita. Caranya bisa dengan membaca berita atau mengikuti media sosial BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika). Selain itu, disarankan agar mendownload aplikasi InaRISK di google play store. InaRISK adalah portal hasil kajian risiko yang menggunakan arcgis server sebagai data services yang menggambarkan cakupan wilayah ancaman bencana, populasi terdampak, potensi kerugian fisik (Rp.), potensi kerugian ekonomi (Rp.) dan potensi kerusakan lingkungan (ha) dan terintegrasi dengan realisasi pelaksanaan kegiatan kebencanaan. Inarisk merupakan aplikasi yang dikelola oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kedua, berilah penanda pada hewan kesayangan. Tanda ini sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak ketika terkena air. Tanda bisa berupa kalung, maupun anting (eartag). Penanda ini bisa juga menjadi identitas hewan.
Ketiga, Sediakan foto hewan kesayangan bersama foto anda, untuk mengantisipasi jika terpisah ketika bencana melanda. Foto ini diharapkan juga menjadi bukti digital agar memudahkan dalam pencarian jika kehilangan.
keempat, Jangan meninggalkan hewan kesayangan dalam kondisi terikat atau terkurung dalam kandang ketika bencana dan sebaiknya meletakkannya di tempat yang aman.
Kelima, Jika hewan kesayangan tidak sempat diajak bersama, anda dapat menghubungi Dinas terkait untuk proses evakuasi. Selain BPBD dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau dikenal dengan BASARNAS, biasanya Dinas yang membidangi urusan Peternakan dan Kesehatan Hewan di daerah juga akan siap membantu.
Keenam, perlu didorong agar pemerintah menyediakan regulasi tentang evakuasi dan penanganan hewan korban bencana alam. Pemerintah daerah harus punya peta lokasi dan jumlah hewan untuk dibangun sistem penanganannya. Penanganan hewan saat bencana itu sifatnya spesifik, tergantung dari daerah dan kawasan masing-masing.
Ketujuh, tergabung dalam sebuah komunitas hewan kesayangan, juga merupakan cara yang baik untuk antisipasi hewan ketika bencana alam. Seperti komunitas penyayang kucing (cat lovers) di daerah, komunitas penyayang anjing dan lain sebagainya. Dalam komunitas ini, biasanya anggotanya juga akan diajarkan bagaimana teknis penanganan hewan ketika bencana melanda. Paling tidak, dengan tergabung dalam komunitas, setiap anggotanya dapat bersama-sama saling mengedukasi dan memperjuangkan hak-hak hewan.
Kedelapan, simpanlah nomor penting komunitas atau penyelamat hewan. Contohnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan bantuan evakuasi hewan peliharaan dan shelter penampungan hewan terlantar melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP). Sejumlah lembaga peduli hewan juga memberikan bantuan evakuasi untuk hewan, termasuk simpanlah nomor kontak klinik hewan atau dokter hewan untuk melakukan pertolongan ketika hewan menjadi korban saat bencana terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H