Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Refleksi Sembelit

29 Juni 2021   15:10 Diperbarui: 29 Juni 2021   15:34 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: badgut.org

Sebuah informasi sejenak.

Tulisan ini sebaiknya dibaca ketika anda tidak sedang makan, minum, atau melakukan kegiatan yang menyenangkan. Sesuai judulnya, tulisan ini akan membahas tentang saluran pencernaan dan sampah yang keluar dari saluran itu. Tapi, jika anda cukup kuat dan tidak merasa jijik, silahkan lanjutkan. Jika belum, selesaikan dulu.

Jadi, begini...

Kemarin itu adalah hari yang dramatis bagi aku pribadi. Saat itu, aku memulai hari dengan rasa sembelit dari saluran pencernaan. Beda dengan episode yang biasanya terjadi, rasa sembelit ini seakan rasa tergila yang pernah aku alami. Dari pandangan memori, sudah terbilang 2-3 hari aku tidak buang air besar (BAB) dengan lancar. Bahkan, konsistensi BAB terakhir yang aku keluarkan itu tergolong keras, butuh usaha sedikit berlebih untuk mengeluarkannya.

Tapi, pagi itu, aku sudah berusaha lebih keras untuk mengeluarkan BAB yang sudah memberikan sinyal tersebut. Namun, tidak bisa. Kakiku sudah hampir lemah, keringat bercucuran begitu banyak, tapi alangkah daya, tetap tidak bisa keluar dengan lugas. Aku sudah menyerah, emosi negatif mulai menjadi curah, aku hanya bisa pasrah. Saat itu, waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi, aku bahkan susah untuk sekadar berjalan dari kamar ke luar, bukan hanya karena lemah saja, tapi karena perutku sangat mulas sekali dan muncul rasa sebah di perut.

Sebelumnya, memang aku coba pil pencahar dan perbanyak minum air, tapi alangkah daya, tetap susah untuk dikeluarkan. Sebagai seorang dokter, aku mulai mengingat materi-materi yang pernah dipelajari tentang rasa sembelit itu sendiri. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, karena memang gerakan ususnya sangat kurang sekali. Yang kedua, karena konsistensi BAB yang ada memang sangat keras, sehingga susah untuk dikeluarkan. Kondisi yang aku alami saat ini sepertinya memang condong mengarah ke nomor dua itu.

Kebanyakan obat pencahar, seperti bisacodyl (contoh : dulcolax) itu berfungsi untuk meningkatkan pergerakan usus sehingga memudahkan hasrat ingin keluar. Namun, ada obat pencahar sejenis lactulosa sirupatau Microlax yang berfungsi untuk melunakkan konsistensi BAB itu sendiri. Tentu saja, aku membutuhkan dua obat jenis tersebut berhubung kondisi saat ini bisa dibilang cukup gawat, sehingga butuh solusi yang cepat. Dan, aku dengan terpaksa mencoba obat Microlax yang dikonsumsi melalui enema. Alias, menaruh obat melalui lubang pembuangan. Sesuatu yang belum pernah aku coba, tapi karena urgensi, aku harus melakukan itu.

Akhirnya, setelah 2,5 jam aku menyantap satu dosis laktulosa sirup, empat dosis Microlax, dan berpuluh kali menahan rasa sakit di bagian pembuangan sembari meraung dalam intensitas yang cukup tinggi, akhirnya pencernaan aku kembali membaik. BAB tadi kembali terjun bebas dan rasa perut pun kembali lega.

Ya... meski disertai dengan sedikit rasa mules, tapi setidaknya bebannya tidak separah waktu itu. Dari situ pun, aku mulai merenungi sesuatu yang berharga tentang rasa sembelit ini. Menerapkan prinsip Minangkabau yang berbunyi Alam Takambang Jadi Guru, aku coba menggali apa yang bisa aku pelajari dari rasa sembelit terparah yang pernah aku alami selama hampir 26 tahun aku hidup di dunia. 

Ternyata, ada satu hal yang penting.

Kita memang perlu mensyukuri hal-hal dasar yang masih bisa berjalan dengan baik. Hal-hal rutin yang kita lakukan setiap hari adalah sebuah kenikmatan bagi kita. 

Kita bisa bangun pagi, bernafas tanpa bantuan alat apapun dan tanpa keluhan sama sekali.

Kemudian, kita ke kamar mandi sejenak untuk BAK dan BAB dengan bebasnya, tanpa hambatan apapun.

Lalu, kita bisa mencium wewangian yang menghiasi ruangan ini, kita bisa melihat sekeliling, entah itu meja, baju, dinding, komputer, atau apapun itu.

Kemudian, kita makan pagi, kita bisa mencicipi segala makanan yang tertuang di meja, entah itu makanan bekas kemarin, ataupun makanan kecil yang disiapkan di lemari. Kita bisa makan dengan lahap.

Sembari kita beranjak dari kasur ke kamar mandi ataupun ke kamar makan, tentu saja kita menggunakan bagian tubuh kita untuk bergerak.

Kemudian, jika kita melihat lebih dekat lagi, kita bisa menyaksikan semua sel yang ada di tubuh kita saling bekerja sama secara sinergis dengan berbagai macam mekanisme supaya semua proses itu dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dan, kita bisa menjalani hidup dan melakukan aktivitas seperti sedia kala.

Dan, satu kekacauan saja yang terjadi di sel tersebut tentu saja dapat mengakibatkan semua rencana kerja tadi menjadi kacau balau. Jadinya, kita tidak bisa menciptakan sebuah aktivitas baru lainnya. Seolah nikmat yang diperoleh tadi dicabut sejenak, dan tentu saja itu menimbulkan sebuah kekacauan. Contohnya, yang terjadi denganku kemarin pagi itu, 2,5 jam sembelit saja sudah membuatku menyesal akan semuanya.

Ini seakan menjadi pengingat bagi kita untuk menghargai nikmat yang Tuhan berikan dengan cara menjaga semuanya dengan baik dan teratur. Dalam konteks ini, aku diberikan teguran untuk memperhatikan kembali sistem pencernaan tersebut. Contohnya, dengan banyak minum air, berolahraga, dan mengonsumsi banyak makanan berserat. Pendekatan tersebut tentu saja berlaku untuk nikmat berikutnya. Seperti contohnya, kita menjaga kesehatan mata dengan tidak membaca dari jarak dekat, atau beristirahat dalam waktu tertentu setelah menatap layar komputer dalam waktu cukup lama.

Begitu saja tulisan refleksi hari ini.

Jika ada yang tersinggung, aku mohon maaf.

Semoga kita semua diberikan kesehatan, terutama di era pandemi yang semakin banyak mengajarkan kita akan nikmat yang diberikan dari momen yang awalnya sederhana tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun