Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jangan Kau Bunuh Diri

10 September 2019   17:05 Diperbarui: 10 September 2019   20:11 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : dokumentasi pribadi

"Taruh pisaunya di bawah, Gisca!"

Suara bak gemuruh itu datang dari sebelah kanan Gisca. Itu datang dari Morin, temannya yang saat itu sedang berada di kamarnya. Tepat dua bulan sudah peristiwa mencekam itu. Kisah cintanya yang indah dengan Fritz harus kandas karena godaan yang kuat untuk menikahi Clara, si cewek yang sekarang menjadi dokter terkenal di kota Arlegnone.

Dia selalu merasa hanya dijadikan objek pemuas belaka oleh Fritz. Sudah hampir seluruh badannya dia berikan kepada Fritz. Sekarang, penyesalan yang didapatkan. Dia tidak tahu apa yang harus dia perbuat lagi. Baginya, solusi terbaik adalah mengakhiri hidupnya. Morin, teman baiknya sejak SD pun selalu mengingatkan akan risiko yang mungkin terjadi dengan Fritz.

Morin sendiri adalah anak yang religius. Dia taat beribadah dan sangat cerdas di sekolahnya. Sekarang, dia mengabdikan diri untuk mengajar di kota Arlegnone. Baginya, mendidik adalah tujuan utama hidupnya. Benar-benar definisi cewek yang sempurna. Dulu, Morin dan Gisca sering jalan bareng. Hingga, akhirnya, mereka terpisah saat kuliah dulu. Mereka hanya bisa berkontak lewat sosial media di kala ada yang ingin dibicarakan.

"Rin, aku sudah tidak tahan lagi. Sepertinya, ini akan membuatku nyaman."

"Gis, apa yang kamu lakukan dengan Fritz itu memanglah salah. Tapi, bukan berarti kamu harus seperti itu, dong. Ayo, bangun. Kembalikan pisau itu ke dapur."

"Rin, aku tahu betapa baiknya dirimu kepadaku. Tapi, bukankah kamu punya sesuatu yang harus dilakukan lagi? Muridmu atau mungkin kekasihmu? Mereka jauh lebih berharga dari aku, cewek jalang ini."

Mereka pun saling berdebat satu sama lain. Bagi Morin, Gisca adalah sahabat yang terbaik yang selalu mendukung langkahnya menjadi pendidik. Tentunya, dia tidak mau melihat sahabatnya meninggal dengan cara percuma. Morin tetap berusaha sekuat tenaga supaya Gisca tetap punya semangat hidup.

"Gis, aku akan selalu di sini menemani kamu hingga tenang. Muridmu pasti paham itu. Mereka sudah tahu bahwa kita harus hidup bersama. Kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Jangan biarkan ini berakhir hanya karena keputusanmu itu."

"Rin, terima saja ide bahwa kita makhluk yang berbeda. Lagian, aku melakukan itu semua karena memang aku nyaman. Aku nyaman dengan Fritz kala itu, hingga akhirnya kenyataan mulai brengsek padaku. Aku tentunya akan nyaman jika aku harus mati. Sudah lah."

"GISCA.. JANGAN KAMU LAKUKAN ITU.. AKAN ADA BANYAK ORANG YANG MENANGISI KEPERGIANMU.. ARGHH!!!!"

Keesokan harinya, Ibu Rindang datang membuka kamar Gisca, terheran kenapa putri kesayangannya masih belum bangun seperti biasanya. Dia pun terkejut ketika mendapati Gisca sudah tidak sadarkan diri bersama dengan pisau dapur yang sering dia pakai. Sontak, dia pun langsung teriak dan turun ke bawah untuk melaporkan banyak orang. Semua orang pun terkejut mendengar berita itu. Mulai dari keluarga, rekan kerja, bahkan murid-murid yang Gisca didik di kota Arlegnone, begitu juga dengan Fritz.

Fritz pun datang tidak membawa Clara, belakangan diketahui bahwa hubungan Clara dan Fritz juga harus berakhir karena belakangan ini, ditemukan bahwa Clara juga selingkuh di belakangnya. Fritz merasa sangat terpukul, sebelumnya dia sudah ada niat untuk bertemu Gisca dan meminta maaf atas semua kesalahannya. Dia sudah berjanji untuk menikahi Gisca dan membayar semua dosa-dosanya. Namun, semua sudah terlambat. Fritz harus rela menerima dua gadis yang dicintainya harus berpaling darinya.

Begitu juga dengan murid-murid yang diajari oleh Gisca sendiri. Bagi mereka, Gisca adalah guru yang sangat baik ke mereka. Dia dianggap sudah menjadi ibu kedua bagi murid-murid tersebut. Salah satu muridnya, Anton, sangat menangis, karena dia mengingat bagaimana indahnya senyum dari gurunya itu. Bisa dibilang, Gisca adalah guru yang membuat Anton semangat bersekolah lagi. Padahal, Anton dulunya sempat tidak berniat untuk sekolah karena diejek oleh guru sebelumnya dengan sebutan "anak bandel dan bebal yang tidak punya masa depan". Begitu juga dengan Lovina, cewek gemuk yang selalu malu tampil di depan umum. Gisca selalu memberikan semangat ke Lovina untuk selalu percaya diri.

Semuanya datang ke rumah Gisca tersedu-sedu memberikan penghormatan terakhir untuk orang yang selama ini telah berbuat baik pada mereka. Hingga, di satu titik, satu orang temannya, Nori pun datang dan berkata

"KENAPA KAMU EGOIS SEKALI, GISCA?? KAMU BIKIN KAMI SEMUA TERLUKA!"

Teriakan Nori itu membuat tangisan di ruangan kembali pecah. Tidak ada yang menyangka Gisca yang selama ini dianggap selalu baik untuk siapapun, harus mengakhiri hidupnya dengan tragis. Hanya karena masalah sepele, yaitu cinta. Tidak ada juga yang menyangka bahwa di balik senyum manis yang selalu Gisca berikan, tersimpan berbagai kerumitan yang tidak dapat diselesaikan.

Sampai jumpa, Gisca.

Semoga dunia tidak menemukan lagi Gisca yang katanya selalu ada di setiap 40 detik.

Dia yang hanya menyimpan masalahnya sendiri, tanpa berusaha cerita ke orang lain.

Dia yang terjebak anggapan bahwa mengakhiri semuanya akan membuatnya menjadi nyaman.

Dia yang hanya ingin didengar oleh teman dekatnya, bukan untuk mencari perhatian semata.

Dia yang masih terluka.......

***
Cerpen ini dibuat untuk meramaikan World Suicide Prevention Day atau Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 September setiap tahunnya. Bunuh diri masih menjadi masalah kesehatan terbesar yang ada bagi para remaja. Banyak sekali cara bagi kita untuk mencegah pikiran bunuh diri, salah satunya adalah dengan mencoba cerita ke orang terdekat atau ke professional, seperti dokter, psikolog, atau psikiater.


Bunuh diri dianggap sebagai cara tersingkat untuk menyelesaikan masalah. Namun, justru tindakan itu akan menambah masalah baru bagi orang yang ditinggalkan. Makanya, sebelum bunuh diri, coba pikirkan sekitar kita dulu. 


Bagi yang punya masalah, jangan takut dulu. Tetap semangat dan jalani hidup ini! Percayalah bahwa hidup kita pasti akan jauh lebih baik ke depannya! Bersabarlah dan tetap semangat!


Cheers for everyone,
FM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun