Malam itu, aku sedang dikejar deadline terkait bahan proposal penelitian yang sedang aku bantu. Besok pagi sekitar jam 8, aku sudah diminta untuk memberikan bahan tersebut. Aku coba sejenak keluar untuk membeli kopi dulu di angkringan langgananku sembari menikmati angin malam kota Jogja. Entah kenapa, aku selalu menikmati suasana malam di sini. Tidak terlalu ramai, namun selalu syahdu. Meskipun, sayang, kadarnya sudah berkurang dengan munculnya fenomena klithik yang tidak tahu apa tujuan mereka melakukan ini. Membacok, lalu kabur.
Tidak ditemukan pandangan yang berbeda selama perjalanan. Angkringan tetap rame seperti biasa. Dipenuhi berbagai orang dengan masing-masing masalah dan pikirannya masing-masing. Sembari memesan kopi dan gorengan, pembicaraan pun dilakukan dan terkadang berjalan padat. Jujur, aku sendiri merupakan pengamat yangg buruk, dan bahkan kurang tertarik dengan beberapa topik diskusi. Meskipun, saat ada bahasan kesehatan, biasanya aku turut diajak ngomong. Namun, biasanya, yang aku lakukan hanyalah duduk-pesan-makan gorengan dan miinum kopi-bayar-izin pamit. Alasan rasionalnya sih karena kebencianku dengan asap rokok. Tapi, alasan lainnya, aku memang tidak suka keramaian.
Kali ini, entah kenapa bahasan diskusi ini menarik. Mas Hendi, seorang dosen muda yang tinggal di RT sebelah menceritakan tentang kasus yang dia dapat dari Internet. Dia menceritakan bahwa baru-baru ini di kampusnya sedang rebut akan kasus seorang mahasiswi yang mendapatkan kekerasan seksual dari pacarnya. Namun, sayangnya, si mahasiswi ini justru malah urusannya dipersulit oleh kampus itu sendiri sehingga kasus itu menjadi lama terpendam. Menurut keterangan yang didapatkan, pacarnya ini condong bersifat posesif saat berpacaran dan memang terkenal punya gaya hidup yang kurang baik. Sering pergi ke klub malam dan sering buat pesta miras di rumahnya.
Bapak-bapak di angkringan tersebut turut berdebat tentang apa yang terjadi kala itu, siapa yang layak disalahkan, apakah si pelaku tersebut apa malah si korban. Sampai, ada yang bahas tentang pakaian korban saat kejadian itu terjadi. Bermacam-macam lah. Aku pun hanya mengamati perdebatan yang ada dan tiba-tiba ingatanku kembali ke satu orang.
Ya, Nanako Yamashita. Entah kenapa kamu datang lagi di pikiranku.
OoOoOoOoOoOoO
Setelah sekian lama kita berkenalan melalui sosial media, akhirnya kami pun bertemu di Jogja. Nanako kebetulan ada tugas untuk memberikan bahasan tentang pariwisata di Jogja. Jujur, bagiku, Nanako memang seperti dengan apa yang dijelaskan di sosial media saat ini. Dia kala itu datang dengan rambut yang sedikit lebih panjang dari foto sebelumnya, namun tetap membawakan senyum yang membuatku terpikat. Waktu kami bertemu awalnya di hotel tempatnya menginap, dia datang dengan bomber jacket warna coklat-hijau dengan baju panjang warna hitam. Benar-benar mempesona kala itu. Kami pun berdiskusi terkait rencana kegiatan di Jogja. Ya, selama Nanako di Jogja, aku menjadi tour guide dadakan. Aku mengantarnya naik motor ke beberapa tempat yang dia ingin kunjungi.
Cukup puaslah kami dalam dua hari itu saling mengelilingi Jogja sembari bertukar pikiran tentang beberapa hal. Entahlah tentang budaya, sosial, pendidikan, kuliner, bahkan tentang percintaan. Nanako cerita bahwa dia sempat putus dengan pacarnya karena dia punya sifat posesif. Mungkin, jika aku ceritakan kisah Mas Hendi ke dia, dia pasti akan marah dan mendukung sepenuhnya korban tersebut. Selain itu, mantannya tadi memang sering melihat Nanako sebagai objek saja, entahlah dari wajah atau dari fitur tubuh yang lain. Dan, itu yang membuat dia cukup khawatir terutama jika dia tetap melanjutkan hubungan cinta tersebut. Awalnya, dia kagum karena sifatnya yang gentleman dan menjadi favorit banyak orang. Sayangnya, dia tertipu akan hal itu. Untungnya, itu terjadi saat awal kuliah. Sekarang, mereka sudah putus kontak. Fiuh, untungnya.
Nanako pun juga bertanya tentang kisah cintaku. Dan, aku cukup panjang menceritakan berbagai kegagalanku dalam percintaan. Mulai dari awal dimana aku mengenal cinta dari kakak kelas di SD yang bernama Reni, atau saat aku hampir rela ke Bogor saat menjalani masa koass hanya demi bertemu dengan Nuri, dan tidak lupa, pengalaman cintaku yang harus kandas dengan Andini, seorang mahasiswi Akademi Keperawatan yang aku dekati bukan hanya karena dia cantik saja, namun karena kampung kami cukup berdekatan. Aku dari Padang, sedangkan dia dari Solok. Dan, berbagai kisah cinta yang aku alami dengan beberapa teman kampus yang harus kandas. Ada Yana, teman kelompok koassku yang harus ditikung sahabat sendiri. Ada Gina, teman yang aku kenal saat preklinik yang harus aku lupakan karena status keluarganya yang jauh di atas diriku. Ada juga Kania, seorang adik kelas yang harus aku tinggalkan karena pikirannya akan cinta itu terlalu kompleks, susah dicerna oleh seluruh lekukan di otakku.
Mendengar kisah itu, kami pun saling tertawa akan nasib cinta kami yang sama-sama tidak mengenakkan. Ya, sembari menikmati hari terakhir Nanako di Jogja, kami habiskan waktu untuk berbincang di sebuah restoran terkenal di Jogja, Kami pun fokus ke laptop masing-masing, Nanako mengerjakan tugas reportase untuk majalahnya, sedangkan aku juga menyelesaikan beberapa kerjaan freelance. Setelah diam beberapa menit, Nanako pun kembali memulai pembicaraan.
"Gani, sebelumnya aku mau terima kasih banget sama kamu karena rela menemaniku selama tugas di Jogja ini. Jujur, ini kota yang enak banget. Penduduknya ramah banget, damai lah pokoknya. Gak kerasa sih, besok sudah pulang aja aku ke Jepang. Jadi ingin berlama-lama di sini. Gudegnya enak banget di sini. Terima kasih banget telah mengenalkanku dengan Jogja. Dari beberapa kota yang aku jelajahi, Jogja memberikan kesan yang sangat bagus untukku."
"Sama-sama, Nanako. Jujur, aku sendiri juga senang di sini. Sudah 6 tahun juga aku hidup di sini. Aku sudah merasa Jogja adalah rumah tersendiri bagiku. Selain Padang. Bahkan, aku sudah ga kangen banget dengan kota Padang. Entahlah kenapa. Hahaha. Tapi, ya senang bisa bertemu denganmu. Akhirnya, setelah sekian lama, tujuh tahun ya, kita dipertemukan di sini. Jogja memang kota yang indah."
"Tujuh tahun juga ya kita saling kenal dulu via Omegle. Sekarang, sudah bertemu nyata. Ohya, Gani, kalo boleh jujur, di antara semua cowok yang aku kenal, kamu adalah cowok yang benar-benar baik. Entah kenapa, fakta bahwa kamu rela mengantarku pergi ke beberapa daerah di Jogja ini, aku benar-benar hargai itu. Aku terus terang, ada rasa kagum ke kamu. Namun, aku tahu, mungkin kamu juga belum memikirkan itu. Kamu masih fokus ke kerjaanmu dulu juga kan. Dan, kita juga tinggalnya berjauhan."
Aku pun mendadak terkejut dengan pengakuan dari Nanako sendiri. Ternyata, selama ini, Nanako juga turut menyimpan rasa cinta padaku. Seorang cewek yang tinggalnya berjarak 5745 Kilometer dari tempatku tinggal yang aku kagumi karena beberapa hal positif yang dia miliki ternyata juga menyimpan rasa cinta padaku. Mungkin, pelayan yang mengantarkan makanan itu akan menganggapku gila dan langsung menelpon ambulans. Ya, aku bingung harus menjawab apa. Namun, untungnya pelayan tadi ternyata mengantarkan makanan kami dan pikiranku pun tiba-tiba berhasil berkonsolidasi untuk menjawab,
"Waduh. Terima kasih banget nih, aku ga menyangka bakal dibilangin gini sama kamu. Ayuk, makan dulu. Sudah datang."
Singkat waktu, aku pun kembali mengantarkan Nanako ke bandara. Kami pun berpisah kala itu, namun tak disangka, Nanako menitipkan surat untukku disertai beberapa oleh-oleh dari Jepang yang Nanako berikan padaku. Cukup banyaklah. Sebelum menuju ruangan untuk check-in, kami pun saling bertukar ucapan.
"Sampai jumpa, Gani! Semoga kita bertemu lagi di Jepang. Ohya, semoga kamu dapat pacar yang baik, ya! Matur nuwun! Haha!
"Ya, see you, Nanako. See you, my love. I really love you!"
OoOoOoOoOoOoO
Tanpa terasa, air mata pun mulai turun satu-persatu tanpa izin. Iya, kenangan akan Nanako pun membuatku kembali menangis. Entah kapan, aku bisa datang ke Jepang untuk bertemu kembali dengannya. Bahkan, jangankan ke Jepang, aku aja masih belum yakin apakah tahun ini, aku akan kerja di Jogja atau tidak. Percakapan di angkringan tadi sukses membuat rasa rinduku akan Nanako memuncak. Aku pun terpaksa harus segera meninggalkan angkringan itu. Bahkan, aku lupa, sampai ke mana arah percakapan tadi. Entahlah sampai ke siapakah presiden tahun ini, atau klub bola mana yang akan dibahas di kasus suap bola. Aku sudah tidak pikirkan lagi.
Semenjak pertemuan itu, kami sudah tidak berkontak lagi sekitar 1 bulanan. Ya, hanya sekedar pesan singkat semacam "Good luck!" atau "Ganbatte!", atau sekedar ucapan salam biasa. Tidak yang panjang lagi. Kami sudah mulai sibuk lagi dengan urusan masing-masing. Aku sibuk dengan kerjaanku, dia juga semakin sukses menjadi reporter majalahnya. Terakhir, itu dia bilang ada rencana ke Amerika dalam waktu dekat ini untuk liputan acara festival gitu.
Kerinduanku akan Nanako ini malah membawaku ke sebuah episode yang tidak aku inginkan. Pikiran untuk relaps dari kecanduan yang sudah aku alami selama ini. Entah kenapa, aku merasa aku tidak begitu berbeda dengan pelaku itu. Seorang yang lumayan posesif dan memiliki kecanduan terhadap sesuatu yang kurang baik. Jujur, sudah lelah aku dengan pikiran itu. Kenapa datang lagi, sih? Sudah 2 bulan ini, aku tidak bercumbu dengan pikiran kotor itu. Benar-benar sedang terjadi perang maha dahsyat di otakku, bahkan sampai ketika aku mau lanjutkan lagi koreksi proposal itu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Yang ada di khayalan hanyalah Nanako dan pikiran itu.
Aku pun coba kirimkan pesan di telpon,
"Halo, Nanako. Gimana kabarmu? Sudah lama kita ga bicara. I really miss you!"
Sepertinya, dia belum baca. Mungkin, dia sudah tidur atau gimana. Yang jelasnya, aku tidak akan tenang malam ini. Ya, aku harus melawan pikiran kotor itu dalam beberapa jam ke depan, setidaknya hingga aku berhasil terlelap dan menghapus pikiran itu.
Malam ini akan menjadi malam yang panjang bagiku. Semoga aku selamat dan sukses. Semoga besoknya, Nanako balas pesan itu. Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H