Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Rindu di Malam Itu....

20 Januari 2019   17:15 Diperbarui: 20 Januari 2019   17:16 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar | https://www.moneyunder30.com/the-financial-realities-of-a-long-distance-romance

"Sama-sama, Nanako. Jujur, aku sendiri juga senang di sini. Sudah 6 tahun juga aku hidup di sini. Aku sudah merasa Jogja adalah rumah tersendiri bagiku. Selain Padang. Bahkan, aku sudah ga kangen banget dengan kota Padang. Entahlah kenapa. Hahaha. Tapi, ya senang bisa bertemu denganmu. Akhirnya, setelah sekian lama, tujuh tahun ya, kita dipertemukan di sini. Jogja memang kota yang indah."

"Tujuh tahun juga ya kita saling kenal dulu via Omegle. Sekarang, sudah bertemu nyata. Ohya, Gani, kalo boleh jujur, di antara semua cowok yang aku kenal, kamu adalah cowok yang benar-benar baik. Entah kenapa, fakta bahwa kamu rela mengantarku pergi ke beberapa daerah di Jogja ini, aku benar-benar hargai itu. Aku terus terang, ada rasa kagum ke kamu. Namun, aku tahu, mungkin kamu juga belum memikirkan itu. Kamu masih fokus ke kerjaanmu dulu juga kan. Dan, kita juga tinggalnya berjauhan."

Aku pun mendadak terkejut dengan pengakuan dari Nanako sendiri. Ternyata, selama ini, Nanako juga turut menyimpan rasa cinta padaku. Seorang cewek yang tinggalnya berjarak 5745 Kilometer dari tempatku tinggal yang aku kagumi karena beberapa hal positif yang dia miliki ternyata juga menyimpan rasa cinta padaku. Mungkin, pelayan yang mengantarkan makanan itu akan menganggapku gila dan langsung menelpon ambulans. Ya, aku bingung harus menjawab apa. Namun, untungnya pelayan tadi ternyata mengantarkan makanan kami dan pikiranku pun tiba-tiba berhasil berkonsolidasi untuk menjawab,

"Waduh. Terima kasih banget nih, aku ga menyangka bakal dibilangin gini sama kamu. Ayuk, makan dulu. Sudah datang."

Singkat waktu, aku pun kembali mengantarkan Nanako ke bandara. Kami pun berpisah kala itu, namun tak disangka, Nanako menitipkan surat untukku disertai beberapa oleh-oleh dari Jepang yang Nanako berikan padaku. Cukup banyaklah. Sebelum menuju ruangan untuk check-in, kami pun saling bertukar ucapan.

"Sampai jumpa, Gani! Semoga kita bertemu lagi di Jepang. Ohya, semoga kamu dapat pacar yang baik, ya! Matur nuwun! Haha!

"Ya, see you, Nanako. See you, my love. I really love you!"

OoOoOoOoOoOoO

Tanpa terasa, air mata pun mulai turun satu-persatu tanpa izin. Iya, kenangan akan Nanako pun membuatku kembali menangis. Entah kapan, aku bisa datang ke Jepang untuk bertemu kembali dengannya. Bahkan, jangankan ke Jepang, aku aja masih belum yakin apakah tahun ini, aku akan kerja di Jogja atau tidak. Percakapan di angkringan tadi sukses membuat rasa rinduku akan Nanako memuncak. Aku pun terpaksa harus segera meninggalkan angkringan itu. Bahkan, aku lupa, sampai ke mana arah percakapan tadi. Entahlah sampai ke siapakah presiden tahun ini, atau klub bola mana yang akan dibahas di kasus suap bola. Aku sudah tidak pikirkan lagi.

Semenjak pertemuan itu, kami sudah tidak berkontak lagi sekitar 1 bulanan. Ya, hanya sekedar pesan singkat semacam "Good luck!" atau "Ganbatte!", atau sekedar ucapan salam biasa. Tidak yang panjang lagi. Kami sudah mulai sibuk lagi dengan urusan masing-masing. Aku sibuk dengan kerjaanku, dia juga semakin sukses menjadi reporter majalahnya. Terakhir, itu dia bilang ada rencana ke Amerika dalam waktu dekat ini untuk liputan acara festival gitu.

Kerinduanku akan Nanako ini malah membawaku ke sebuah episode yang tidak aku inginkan. Pikiran untuk relaps dari kecanduan yang sudah aku alami selama ini. Entah kenapa, aku merasa aku tidak begitu berbeda dengan pelaku itu. Seorang yang lumayan posesif dan memiliki kecanduan terhadap sesuatu yang kurang baik. Jujur, sudah lelah aku dengan pikiran itu. Kenapa datang lagi, sih? Sudah 2 bulan ini, aku tidak bercumbu dengan pikiran kotor itu. Benar-benar sedang terjadi perang maha dahsyat di otakku, bahkan sampai ketika aku mau lanjutkan lagi koreksi proposal itu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Yang ada di khayalan hanyalah Nanako dan pikiran itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun