"Fell in love through photograph
I don't even know your name
Wonder if you'd follow back
I hope to see you one day
I won't show my homies now
I'll keep this one for myself
Love today's gone digital
And it's messing with my health"
Beberapa hari terakhir ini, lagu J. Cole berjudul "Photograph" dari album terbarunya "KOD" itu yang aku sering mainkan, bukan hanya karena musiknya yang bagus, tapi lirik dari lagu tersebut yang benar-benar sesuai dengan kisah hidupku. Ya, tidak jauh beda dengan yang disebut-sebut oleh beberapa fansnya, yang bersabda seperti ini
"When J. Cole said ______, i felt that"
Terus terang, di album sebelumnya aku sendiri belum pernah merasakan bagaimana mendalamnya satu ataupun dua penggal dari lirik lagu seorang rapper dan bagaimana lirik lagu itu membawaku dalam sebuah perasaan emosional seperti ini. Dan, ketika lagu tersebut muncul, aku pun langsung merasakan apa yang dibicarakan dalam lirik itu. Teringat aku akan kenangan masa lalu yang indah nan kurang menyehatkan itu. Ah, kenapa kamu tiba-tiba muncul di kala itu, aku teringat rupamu yang benar-benar menggoda iman kala itu, tidak mengumbar seksi seperti yang ada di majalah dewasa, tapi ronamu benar-benar membuat kontraksi otot jantung kala itu. Betapa cantiknya kamu, oh temanku.
Awalnya kami berkenalan di sebuah aplikasi chatting yang cukup anonim, ya, sebut saja itu Omegle. Di kala itu, aku hanya bertujuan untuk cari teman baik kala itu. Hampir di setiap sesi, yang aku temukan hanyalah foto cewek seksi ataupun foto cowok yang menunjukkan alat penghasil keturunan. Tolong jangan paksakan aku untuk menyebutkan namanya, karena aku terus terang tidak menyukainya, karena berbeda prinsip dan juga target. Ketika aku sudah hampir bosan mencari teman, akhirnya aku matikan fitur video, dan beralih ke chatting secara teks. Tiba-tiba, di satu sesi, aku secara acak dihubungkan ke seseorang yang tak disangka akan berkesan untukku meski itu hanyalah sebatas chat."Hello! How are you doing?"
"Oh, hi! I am fine! How about you?"
"I am fine too. Thank you! Are you male or female?"
"I am male. How about you?"
"Oh, good. I am female. My name is Nanako, i am from Saitama, Japan. Nice to meet you!"
Awalnya, aku masih menduga bahwa orang yang menamai dirinya "Nanako" ini adalah orang yang palsu. Yang dalam pikiranku, apakah jangan-jangan aku dipermainkan oleh para lelaki iseng atau bagaimana. Tentu itu adalah sebuah pikiran wajar karena interaksi hanyalah sebatas teks belaka, aku tidak tahu apakah "Nanako" ini nyata atau hanya penciptaan karakter semata, semacam eksperimen dalam menentukan karakter pada nocel. Karena, untuk seorang warga negara Jepang, tidak mungkin bagi mereka untuk bisa menulis Bahasa Inggris dengan lumayan baik, meski sebenarnya yang ditulis itu umumnya hanyalah kata-kata dasar saja.
Aku pun mencoba menanyakan beberapa hal sebagai seorang pecinta budaya Jepang. Memperoleh seorang teman dari Jepang tentu akan semakin membuka mataku untuk ingin mengunjungi negeri yang selalu dikenal akan Bunga Sakura, Gunung Fuji dan juga JAV yang sering menyertai masa kecilku. Tentunya, aku membicarakan tentang Japanese Anime Video, bukan singkatan yang lain. Cukup banyak anime beredaran di Jepang untuk berbagai sektor, entah itu untuk anak-anak, remaja bahkan dewasa. Bahkan, masa kecilku juga tidak lepas dari anime seperti Doraemon, Hamtaro, dan Yu-Gi-Oh.
"Okay! I think, i have to go now, nice to meet you! You can follow me on my Twitter, so we can chat more someday. See you one day in Japan!"
Aku pun dengan sukses memperoleh sosial media si Nanako itu, dan tidak disangka apa yang selama ini aku takutkan hanyalah sebatas perasaan belaka. Nanako ini ternyata adalah orang yang asli, dan ketika aku melihat akun dia, dia orangnya cantik dan cukup mewakili tipeku sendiri. Cewek berambut pendek sebahu, dengan senyum yang sangat menawan, kulitnya ya tidak terlalu putih, namun cukup mencerahkan, dan selalu menggunakan pakaian tertutup, tidak menunjukkan keseksiannya.
Entah, apakah aku harus bersyukur atau bagaimana, tapi aku masih berpikir bahwa apa yang selama ini aku lihat di sosial medianya hanyalah bentuk pencitraan belaka dari dia. Aku belum tahu Nanako itu orangnya seperti apa, di Instagram, dia sering mengunggah foto pemandangan atau mungkin dirinya yang sedang hangout bersama temannya entah itu di restoran atau di tempat keramaian, seperti di taman atau bagaimana. Aku belum tahu apakah dia bekerja atau tidak, apakah dia masih single atau tidak, bahkan aku pun berpikir akan keperawanannya.
Ya, untungnya semua itu berubah saat aku mengenal sebuah grup bernama AKB48. Tapi, saat itu, yang hanya ada di dalam pikiranku adalah cewek Jepang jika ingin menghasilkan uang itu ada hanya dua cara, yaitu antara menjadi bintang idol seperti AKB48 atau menjadi pemeran film pornografi.Â
Mengingat industri film biru di sana cukup besar dan disegani di seluruh dunia, ya tidak jauhnya ketimbang AKB48. Karena itu juga, aku jadi takut apakah Nanako memiliki aspirasi yang sama juga atau bagaimana. Aku tidak mau melihat cewek semanis dia ternyata akan berakhir menjadi bahan kepuasan seksual para cowok binal. Sungguh, aku tidak mau.
Sampai, suatu saat, aku pun secara bodoh menanyakan hal itu ke dia, sembari menelusuri berbagai macam hal yang dia sebarkan di sosial media dia yang condong sepi dan tidak dapat dimengerti. Ya, aku masih belum paham dengan bahasa Jepang kala itu, dengan segala aksara keritingnya.
"Hello, Nanako. It's me, Farhan. An Indonesian friend you met through Omegle. Do you still remember me?"
"Oh, Hello! Yeah, i know you! I am fine! How about you? I am sorry for not following back, i seldom open my social media."
"Fine, too. Just seen some of your photos, seems you are pretty and i think you are such a good photographer also."
"Thank you! Yeah, i like taking pictures a lot. How about you?"
Pembicaraan itu pun berjalan sangat mantap, hingga aku pun sampai lupa waktu dan senyum-senyum sendiri ketika melihat layar laptop. Ya, tidak segila saat aku nonton stand up comedy.
Namun, ibuku setidaknya heran dengan tingkahku kala itu. Untung saja, esok adalah hari libur sehingga tidak banyak beban bagiku untuk mengerjakan tugas kuliah ataupun belajar ujian. Tapi, dari chat tersebut, rasa takutku akan sosok Nanako itu justru memudar dan malah, menghilang.Â
Dia bukanlah seperti cewek Jepang yang aku kenal. Kebetulan aku juga sempat menanyakan tentang beberapa hal terkait dengan pornografi dan segala macamnya. Untungnya, dia memahami pertanyaan tersebut meskipun dia sempat bingung mau jawab bagaimana. Dari gestur percakapan yang kami lakukan, aku melihat Nanako sebagai cewek yang sopan dan benar-benar menunjukkan karakternya sebagai cewek baik-baik.
Dia menceritakan juga tentang kampung halamannya di kawasan Saitama yang cukup nyaman dan selalu membuat rindu dirinya yang sekarang ini sedang berkuliah di sebuah kampus di Tokyo. Dia ternyata sekarang mengambil bidang Ilmu Ekonomi dan juga berstatus sebagai mahasiswa baru.
Dan, tidak hanya itu saja, dia juga bercerita bahwa kelak setelah lulus dari kuliah, dia akan membuka usaha restoran sendiri untuk mengeluarkan bakat memasak yang dia miliki yang menurutnya menurun dari ibunya yang sering mengajak dia masak di kala kecil. Memang, aku juga sering melihat foto-foto masakan yang dia sering bagikan di blog yang dia bikin.
Dia juga kerap memfoto makanan yang disajikan di restoran. Entah kenapa aku pun mulai kagum dengan dia yang sudah memiliki tujuan hidupnya sendiri sedangkan aku masih belum yakin tentang tujuan hidupku, ya meskipun sudah berstatus sebagai mahasiswa Kedokteran, kadang aku masih mempertanyakan tentang tujuan hidup sendiri yang masih kalang kabut.
Komunikasi yang kami lakukan di kala itu benar-benar intens, namun sayang, kala itu, dia belum punya niat untuk pacaran dan hanya ingin fokus untuk meniti karirnya kelak. Sehingga, aku pun mundur karena selama waktu berselang, aku mulai berpikir bahwa dia bisa menjadi cewek yang ideal bagiku. Memang ini adalah hal yang gila jika dipikir, seumur hidupku aku baru pertama kali mencintai seorang cewek hanya karena sekedar berkenalan di media sosial belaka. Kita pun sampai belum pernah bertatap muka ataupun bertemu, namun entah kenapa ada rasa suka yang kuat pada diriku ini.Â
Sampai pernah suatu saat aku bermimpi kelak bisa pacaran dengannya di Jepang, dan untuk itu, aku selalu memikirkan berbagai skenario yang memungkinkan. Seperti misalnya aku jadi mahasiswa S2 yang mengambil penelitian di sana, atau mungkin Nanako yang datang ke sini untuk sekedar riset kuliner atau jalan-jalan.
Ah, delusi yang besar memang. Dan, delusi itu semakin hari semakin terasa kurang menyehatkan bagi kesehatan otakku. Sempat satu hari, pikiranku hanyalah terbayang tentang dia, membuatku tidak fokus untuk belajar.Â
Entahlah kapan aku bisa menemukan orang seperti dia dalam impian, entah tahun depan atau bagaimana. Tapi, jika memang kelak kami dipertemukan, apakah dia juga tertarik padaku.Â
Ah, semua pertanyaan itu selalu bermunculan silih berganti di pikiranku kala itu.Nanako, kamu telah membawa pikiranku terbang sejauh ini hanya untuk bertemu denganmu. Kamu bisa bayangkan jarak yang harus aku tempuh untuk bisa mengabulkan mimpi itu. Jika ditarik dengan garis lurus, Jogjakarta ke Saitama itu menempuh 5745 Kilometer secara langsung. Benar-benar jauh, bahkan kala itu, penanda jarak di sepeda motorku saja belum mencapai angka tersebut. Entahlah, kapan kita bisa bertemu, dan entah kapan, aku hanya bisa memohon kepada Tuhan supaya aku bisa dipertemukan dalam sebuah forum yang baik dan tentu saja momen yang baik kelak.
Hingga telah 5 tahun waktu itu berlalu, lagu J. Cole tadi seolah mengingatkanku akan Nanako. Entah tiba-tiba, aku kangen akan semua interaksi mesra yang kami lakukan di kala itu. Aku masih berharap bahwa dia masih ingat kepadaku. Waktu 5 tahun tentu waktu yang cukup lama untuk mengulang segala kenangan lama. Mungkin, Nanako sudah ketemu banyak teman akrab sehingga bisa saja dia hanya mengabaikan chatku kelak. Aku pun kembali mencari segala sosial media yang dia miliki, dan ternyata dia belum mengubah satupun akunnya. Namun, saat itu, aku harus mengganti akun Twitterku karena berbagai masalah, sehingga sampai sekarang kami belum kembali berinteraksi. Aku hanya mengirimkan pesan singkat berikut ini,
"Hello! How are you doing now, Nanako? I hope you are fine. It's me, Farhan, your friend from Indonesia. We used to talk back then about everything, i hope you still remember me. Somehow, i kinda want to track back every friendship i have ever made before. So, what's up?"
Dan, hingga sekarang, Nanako pun belum membalas pesanku tersebut. Aku pun coba beralih ke Instagram, karena mungkin dia sudah tidak pakai Twitter lagi. Ditemukan akun Instagram dia dengan sedikit mencocokkan info-info yang diperoleh saat interaksi dulu. Ternyata, dia sekarang sudah punya bisnis restoran seperti apa yang diimpikan. Restoran itu dibuka di Saitama dan dia beri nama NanaKitchen. Tidak hanya itu saja, ternyata dalam waktu dekat, dia berencana akan menikah dengan seorang cowok yang dia kenal selama di kampus. Perasaanku di kala itu bercampur aduk. Bangga dan sedih. Terutama setelah berbagai skenario yang aku rencanakan terkait Nanako di kala itu.
Ya, angka 5745 Kilometer itu memang angka yang besar. Dan, sampai sekarang, aku belum menemukan cara apapun untuk memotongnya menjadi 0 Kilometer demi Nanako. Aku masih belum bisa bertemu dengannya, dan mungkin cowok itu lebih layak karena selalu memotong jarak yang ada hanya untuk bisa bertemu denganmu. Tapi, dia telah membuat masa laluku indah di kala itu. Aku jadi teringat akan segala motivasiku untuk bisa mencapai Negeri Sakura itu, yang berawal dari pembicaraan di Twitter. Tapi, jika memang iya, mungkin dia akan menemukanku dalam posisi terendah. Apalagi dengan segala inersia yang memberikan beban bagiku untuk berkarya lebih jauh lagi. Mungkin juga, dia akan berpura-pura untuk tidak mengenalku setelah itu.
Ah, air mataku ini tiba-tiba saja keluar setelah berita tentang rencana pernikahannya tersebut. Di situlah, aku mulai sadar bahwa cinta tidak akan mungkin terjadi hanya melalui pertemuan di media sosial saja. Cinta membutuhkan sebuah pertemuan langsung, dan itu tidak hanya terjadi satu kali saja, harus dilakukan secara sering, hingga kelak rasa cinta itu akan tumbuh dan mantap tertanam. Karena, cinta bukanlah perasaan yang instan saja, harus dipupuk dan ditanam dalam sebuah komitmen. Itu yang aku dapat hingga sekarang ini dari Nanako.
Terima kasih, Nanako. Semoga kamu bahagia dan semoga kita dapat dipertemukan dalam kebahagiaan. Semoga aku kelak dapat orang yang punya kemiripan denganmu. Kamu masihlah tipe cewek yang aku inginkan hingga sekarang ini.
I still love you, Nanako.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H