"Hmmm. Poin yang menarik. Namun, apa yang membuat anda memutuskan untuk menjadi seorang kontributor ataupun mungkin kelak sebagai jurnalis dari The Indonesian Eyes ini? Dan kenapa mesti THE Indonesian Eyes? Apa tidak ada tempat lain?"
"Kembali ke poin awal, bahwa jurnalis ataupun kontributor sendiri bertugas untuk melaporkan apa yang terjadi di media. Dari situ, orang-orang dapat memiliki pandangan yang berbeda terhadap sebuah peristiwa, entah itu positif ataupun negatif. Sebuah pelaporan tersebut dapat juga memancing sebuah diskusi yang menarik. Saya sendiri memang senang mendengarkan diskusi dari kalangan ramai, menerima pendapat, entah itu yang setuju ataupun yang tidak setuju. Selama disertai dengan opini yang berdasar, dan tidak disertai dengan perasaan benci, saya akan bersiap untuk segala hal. Saya belajar dari semua hal. Begitulah yang terus terang saya maknai dari hidup."
"Berarti, anda menyimpulkan bahwa anda menjadi penulis, entah apapun itu kelak, anda menulis untuk mengajar?"
"Seperti itu."
"Kenapa harus The Indonesian Eyes?"
"Saya sendiri melihat media The Indonesian Eyes sendiri sebagai media yang baru, yang bagi saya sangat bagus terutama sebagai media yang juga turut menyediakan ruang bagi para kolumnis untuk mengutarakan opini. Serta, juga bisa merancang sebuah diskusi menarik yang mengundang entah itu para penikmat serta kolumnisnya sendiri. Mas Ari juga bisa melihat bahwa tema tulisan saya juga cukup bervariasi, entah itu dari musik, kesehatan, olahragabahkan sampai budaya ataupun sosial.
Karena, terus terang, saya ini berada pada momen dimana saya ingin sebuah positivitas yang dapat disampaikan melalui media Tulisan ini. Lagipula, The Indonesian Eyes sendiri adalah media yang masih tergolong muda sehingga mereka membutuhkan kontributor di beberapa media untuk tumbuh. Saya sendiri cukup bisa membantu dalam menulis review musik ataupun membahas tentang hal berhubungan dengan kesehatan, dua domain yang saya rasa masih belum terkover dengan baik. Mungkin, dengan adanya kolumnis dari beberapa bidang berbeda, saya pun bisa bertukar informasi dengan teman sesama kontributor jika ada hal-hal yang menarik di sini."
"Hmm. Jawaban yang bagus dan cukup konsisten. Saya sangat suka!"
Kemudian wawancara pun berlanjut dengan pernyataan Mas Joko yang sebenarnya cukup medioker dibandingkan pertanyaan dari Mas Ari tersebut. Selaku kepala HRD, Mas Joko tentu menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan kaderisasi. Terutama, soal kelebihan dan kekurangan diri, serta sifat yang dimiliki, dan lainnya. Pertanyaan yang kerap masuk ketika aku mengikuti beberapa proses rekrutmen, entah itu organisasi kemahasiswaan ataupun sebagai kepengurusan organisasi daerah.
Namun, beberapa dapat saya jawab dengan baik, terutama soal gaji. Karena bagiku, gaji bukanlah sebuah hal yang penting. Dia hanyalah sebagai vitamin tambahan. Selama masih bisa menikmati kebutuhan pokok, gaji tidak perlu banyak-banyak mengingat status yang masih berstatus sebagai pemula. Beberapa rintangan dari Mas Joko dan Mas Ari pun sudah dijawab dengan baik, setidaknya sampai pertanyaan terakhir yang membuatku sedikit bingung untuk menjawabnya.
"Jika misalnya, anda tidak diterima di The Indonesian's Eyes, apa yang akan anda lakukan kelak?"