Penambahan nilai bank gabungan berkat perbaikan bauran aset produktif, perbaikan penentuan harga, pemangkasan biaya operasi per unit, kesempatan memasuki pasar baru, penawaran produk baru, dan akses ke core deposits. Semuanya itu dimasukkan dalam analisis pada harga berapa pengambil alih akan membayar bank target atau pada harga minimal berapa penjual mau menerima. Pemegang saham bank target memfokuskan perhatian pada premi relatif atas harga saham sebelum pengumuman transaksi.Â
Dalam transaksi dengan kas, premi mencerminkan kenyataan kenaikan nilai dari transaksi. Jika pengambil alih ingin mempertukarkan saham perusahaan pembeli dengan saham perusahaan target, pemegang saham target untung jika nilai dari saham perusahaan baru melebihi nilai dari saham perusahaan target sendiri. Itu menunjukkan suatu kenaikan dalam nilai jika saham dapat segera dilikuidasi untuk lebih daripada nilai saham target, atau jika arus kas yang diharapkan dengan memegang saham baru melebihi daripada hanya memegang saham target.
Prosedur lain adalah premi atas nilai buku. Kebanyakan bankir dan analis pasar mendiskusikan harga berdasarkan nilai buku, yakni ekuisitas pemegang saham seperti yang dilaporkan dalam neraca dan setara dengan jumlah aset dikurangi utang. Nilai buku per lembar saham setara dengan nilai buku dari  ekuisitas pemegang saham dibagi dengan jumlah saham yang beredar.Â
Premi atas nilai buku dalam transaksi adalah selisih antara harga per lembar yang ditawarkan kepada pemegang saham target dengan nilai buku per lembar saham bank target, biasanya dinyatakan dalam persen. Prosedur itu mempunyai kelemahan karena nilai buku tidak menunjukkan nilai ekonomi yang sebenarnya. Umumnya, premi atas nilai buku dipertimbangkan jika hasil yang diharapkan relatif lebih besar daripada risiko yang berkaitan atau jika akuisisi memberikan keuntungan yang tidak dapat diukur secara langsung.
Dari lima transaksi merger dan akuisisi sector perbankan tahun 2019, jelas nampak bahwa hanya transaksi yang dilakukan oleh BCA yang memakai pertimbangan premi atas nilai buku. Murah tapi bagus, mungkin begitu yang ada dipikiran pak Jahja. Sedangkan bankers dari Korea dan Jepang tetap memakai pertimbangan bahwa transaksi merger dan akuisisi ini akan memberikan keuntungan arus kas di masa mendatang baik itu berupa dividen ataupun berupa pertambahan nilai perusahaan. Itulah sebabnya kepemilikan yang diakuisisi lebih dari 90% sehingga dapat dikonsolidasikan sepenuhnya di dalam perusahaan induk.
Meskipun demikian, ada tujuh aturan main dalam merger dan akuisisi (the seven rules) yang harus dipenuhi agar merger dan akuisisi tidak mengalami kegagalan, yakni (a) visi setelah merger dan akuisisi; (b) kepemimpinan (menghindari kekosongan kepemimpinan agar tidak berakibat hilangnya motivasi karyawan); (c) pertumbuhan (fokusnya bukan jangka pendek, melainkan pertumbuhan yang sustainable); (d) early wins (faktanya pekerja belum tentu siap begitu merger diumumkan); (e) corporate culture (perubahan budaya tidak dapat secara cepat); (f) komunikasi (perlu formulasi komunikasi yang tepat); dan (g) manajemen risiko (perhatian lebih dalam terhadap risiko). Membandingkan kelima transaksi merger dan akuisisi perbankan yang terjadi di tahun 2019 terhadap seven rules ini dapat menjadi bahan materi skripsi dan thesis tersendiri bagi mahasiswa manajemen keuangan. Sekali-sekali skripsi dan thesis mahasiswa manajemen keuangan bersifat deskriptif kualitatif, tidak melulu analisis kuantitatif. Pembahasan untuk tiap variable dapat mencapai 100 halaman skripsi atau thesis.
Mengacu pada 7 variabel tersebut diatas maka penulis mencoba menyusun skoring terhadap kelima transaksi merger dan akuisisi perbankan 2019. Skor tertinggi sebesar 89,77 diperoleh Bank Dinar dengan Bank Oke yang menjadi Bank Oke dengan Pemegang Saham Pengendali (PSP) adalah APRO, Korea. Peringkat kedua dengan skor sebesar 76,51 dipegang oleh Bank Royal dan Bank Rabo yang di merger kedalam Bank BCA Syariah dengan PSP adalah Bank BCA.Â
Peringkat berikutnya dengan skor 72,15 diperoleh merger antara Bank BTPN dengan Bank SMBCI menjadi Bank BTPN dengan PSP adalah SMBC, Jepang. Selanjutnya diperoleh skor 62, 87 dari merger Bank Agris dengan Bank Naga menjadi Bank IBK Indonesia dimana PSP adalah IBK, Korea. Peringkat terakhir dengan skor 58,25 diperoleh dari merger Bank Danamon dengan Bank Nusantara Parahyangan menjadi Bank Danamon dengan PSP adalah MUFG, Jepang.
Melihat uraian diatas, nampak bahwa konsolidasi perbankan merupakan hal yang penting dilakukan oleh para bankers agar perusahaannya lebih kokoh dan memiliki daya saing yang kuat. Seharusnya konsolidasi keuangan tersebut diikuti juga oleh sector industry lainnya di Indonesia. Hal ini perlu agar perusahaan milik Indonesia punya skala bisnis yang lebih besar dan mengesampingkan egois sectoral dari individu pengusaha. Hal ini mungkin dapat dimulai dari BUMN terlebih dahulu, misalnya penggabungan usaha Pelindo I -- IV yang diikuti dengan melepas 20% sahamnya ke Publik. Dengan melihat keberhasilan BUMN tersebut niscaya sector swasta juga mau turut melakukan konsolidasi keuangan.
@dokday 02022020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H