Dengan demikian sangat jelas perbedaan antara Audit Investigasi dengan forensic audit. Tujuan audit investigasi adalah mengadakan audit lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat. Sedangkan audit forensik bertujuan membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana khusus yang sedang dihadapi penyidik, serta mengumpulkan bukti-bukti dokumenter/surat untuk mendukung dakwaan jaksa.
Prosedur dan teknik audit investigasi mengacu pada standar auditing serta disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Sedangkan audit forensik mengacu pada standar auditing dan kewenangan penyidik, dengan demikian, auditor dapat menggunakan prosedur yang lebih luas. Dalam merencanakan dan melaksanakan audit investigasi, auditor menggunakan skeptic profesionalisme serta menerapkan azas praduga tak bersalah. Sedangkan untuk audit forensik, dari hasil penyelidikan/penyidikan, penyidik telah memperoleh bukti awal bahwa tersangkanya telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Perbedaan lain antara audit investigasi dengan forensic audit adalah Tim yang melaksanakan audit investigasi sebaiknya oleh tim atau minimal salah satu auditor yang telah mengembangkan temuan audit sebelumnya. Tim audit baru dapat dibentuk apabila sumber informasi berasal dari informasi dan pengaduan masyarakat. Sedangkan dalam audit forensik dapat dibentuk tim audit baru, dalam hal demikian, lebih baik dipilih auditor yang pernah melaksanakan tugas bantuan tenaga ahli untuk kasus yang sama atau hampir sama. Selanjutnya, salah satu dari tim audit harus bersedia menjadi saksi ahli di sidang pengadilan. Untuk persyaratan tim audit investigasi, auditor 'sebaiknya' yang menguasai masalah akuntansi dan auditing, serta mengetahui beberapa ketentuan hukum perundang-undangan. Sedangkan audit forensik, auditor 'harus' memahami masalah akuntansi dan auditing, karena belum tentu obyek yang diperiksa telah menyelenggarakan akuntansi sesuai prinsip yang lazim, serta mengetahui sedikit tentang hukum.
Dari sisi pelaporan maka Laporan hasil audit untuk audit investigasi menetapkan siapa yang terlibat atau bertanggung jawab, dan ditandatangani oleh kepala lembaga/satuan audit. Sedangkan untuk laporan hasil audit forensik aditor berkewajiban membuat dan menandatangani keterangan ahli atas nama auditor. Salah satu auditor di BAP sebagai saksi ahli di sidang pengadilan. Dalam hai ini wewenang penyidik adalah menetapkan siapa yang telah melakukan peristiwa pidana sebagaimana pasal 55 dan 56 KUHP.
Dengan demikian, Tugas auditor forensic adalah memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran auditor forensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Audit forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan penipuan. Dalam hal ini adalah penyusunan dokumen pembuktian yang diperlukan untuk mengajukan tuntutan pidana dalam meyakinkan majelis hakim bahwa tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pelaku telah merugikan perusahaan dan memperkaya diri sendiri / orang lain. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi. Dalam hal ini auditor diminta untuk menjadi saksi ahli yang dapat memberikan keterangan mengenai terjadinya tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pelaku serta memberikan penjelasan mengenai perhitungan kerugian perusahaan / kerugian negara yang ditimbulkan.
Audit investigasi dan audit forensik termasuk audit ketaatan, namun dalam praktek, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, terutama menyangkut kebijakan manajemen, hukum formal maupun hukum material dan lain-lain.
Baik Audit investigasi maupun audit forensik merupakan audit yang bertujuan untuk menemukan kecurangan. Kecurangan yang sering dijumpai dalam praktek di Indonesia antara lain Kecurangan yang merugikan perusahaan swasta, baik dilakukan manajemen maupun karyawan yang berupa pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lain-lain. Apabila hal tersebut terjadi pada BUMN/BUMD yang menggunakan modal dan kelonggaran dari negara dan masyarakat, maka tindak pidana tersebut termasuk tindak pidana korupsi.
Ada pula kecurangan yang menguntungkan perusahaan, seperti mark up laporan keuangan yang dipakai untuk mengajukan kredit bank agar memperoleh kredit dalam jumlah besar, atau memanipulasi pencatatan agar sedikit mungkin membayar pajak ke negara, manipulasi dalam penjualan yang menguntungkan perusahaan sendiri, dan melanggar ketentuan pemerintah dalam operasi bisnisnya. Istilah hukumnya adalah Tindak Pidana Korporasi. Bentuk lain kecurangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen dengan melakukan mark up laporan keuangan yang tujuannya agar manajemen kelihatan berhasil, perusahaan memperoleh laba sehingga manajemen dipertahankan oleh RUPS atau agar mendapatkan tantiem yang besar. Masih banyak bentuk kecurangan lain yang merugikan perusahaan.
Langkah pertama dalam melakukan forensic audit setelah menerima penugasan adalah melakukan Identifikasi masalah. Dalam hal ini auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran. Selanjutnya dilakukan pembicaraan dengan klien dimana auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit. Kesepakatan ruang lingkup audit ini harus dituangkan dokumen Audit upon Procedures (AUP) yang ditandatangani oleh pemberi penugasan dengan auditor yang ditugaskan.
Setelah AUP disepakati maka auditor dapat mulai melakukan pemeriksaan pendahuluan dimana auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.