Banyak kasus tipikor yang divonis bebas oleh hakim Tipikor sementara penyimpangan pengelolaan keuangan terjadi secara kasat mata. Kecurangan pengelolaan keuangan tersebut terjadi bukan hanya karena adanya kesempatan tetapi juga adanya niat dari pelaku. Namun demikian ternyata pelaku kecurangan pengelolaan keuangan dibebaskan karena pembuktian yang disajikan penuntut tidak dapat meyakini yang mulia majelis hakim.
Fraud adalah tindakan curang yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi). Menurut Fuad (2015), terdapat tiga hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan kecurangan (fraud) yang dikenal dengan istilah fraud triangle, yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan pembenaran atas tindakan (rationalization). Fraud diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud atau kecurangan. Fraud diamond merupakan penyempurnaan dari fraud triangle dengan menambahkan satu elemen yaitu capability (kemampuan). Banyak fraud yang umumnya bernominal besar tidak mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan capability (kemampuan) khusus yang ada dalam perusahaan.
Pencegahan fraud dapat dilakukan dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan mengaktifkan pengendalian internal. Selain itu, fraud dapat dicegah dengan adanya kesadaran setiap individu dengan memberlakukan nilai-nilai luhur perusahaan dan menerapkan corporate culture dalam operasional perusahaan sehari-hari. Penerapan system whistle blower dapat mengungkapkan adanya fraud lebih dini.
Pengawasan dapat dilakukan melalui pengawasan preventif dan represif. Pengawasan preventif dilakukan dengan menilai perusahaan yang bersangkutan apakah telah memiliki dan merancang program antri korupsi (fraud Control Plan) dan menilai penerapannya telah dilakukan efektif dan menimbulkan daya tangkal terhadap tindak pidana korupsi di lingkungan perusahaan. Sedangkan pengawasan represif dilakukan melalui audit investigatif sebagai tindak lanjut dari kelemahan yang ditemukan dalam rancangan dan penerapan fraud control plan maupun pengaduan yang diterima dari whistle blower.
Audit Investigasi diperlukan untuk membuktikan adanya kejadian fraud. Audit Investigatif adalah Serangkaian kegiatan mengenali (recognize), mengidentifikasi (identify), dan menguji (examine) secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam rangka pembuktian untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang dapat merugikan keuangan suatu entitas (perusahaan/organisasi/negara/daerah).Â
Dengan demikian, audit investigasi sangat berperan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dengan cara Mendeteksi kasus posisi dan modus operandi, Menetapkan sebab-sebab penyimpangan dan rekomendasi, Mengindentifikasi pihak-pihak yang diduga terkait atau bertanggungjawab dan Menghitung jumlah kerugian keuangan negara.
Laporan audit investigasi biasanya tebal serta banyak lampirannya. Oleh karena itu, sebaiknya tidak dilampirkan dalam dakwaan karena ada kemungkinan terjadi salah jumlah, dan angka yang berbeda antara hal satu dengan yang lainnya. Pernah dalam suatu perkara tindak pidana korupsi, laporan audit investigasi dilampirkan dalam dakwaan oleh jaksa, tetapi terdakwa diputus bebas, beberapa pertimbangan keputusan bebas oleh hakim antara lain; Penjumlahan angka dalam laporan audit yang salah; Angka kerugian negara antara halaman laporan audit yang satu dengan yang lain berbeda serta Angka dalam laporan audit tidak sama dengan lampiran laporan audit.
Berdasarkan laporan hasil audit investigasi ini kemudian diserahkan ke aparat penegak hukum untuk ditingkatkan menjadi proses penyidikan. Hal ini disebabkan sudah terpenuhinya 2 unsur alat bukti yang memadai yakni laporan hasil audit investigasi dan keterangan ahli, yakni tim audit investigasi itu sendiri. Setelah Sprindik diterbitkan maka aparat penegak hukum kemudian tim audit untuk melakukan forensic audit.
Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan. Audit Forensik didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.
Tujuan Audit Forensik adalah untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.
Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi adalah pada lembaga audit atau satuan pengawas, sedangkan audit forensik berada pada pribadi auditor. Apabila keterangan yang diberikan kepada penyidik atau keterangan di sidang pengadilan palsu, auditor akan dikenai sanksi.
Dengan demikian sangat jelas perbedaan antara Audit Investigasi dengan forensic audit. Tujuan audit investigasi adalah mengadakan audit lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat. Sedangkan audit forensik bertujuan membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana khusus yang sedang dihadapi penyidik, serta mengumpulkan bukti-bukti dokumenter/surat untuk mendukung dakwaan jaksa.
Prosedur dan teknik audit investigasi mengacu pada standar auditing serta disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Sedangkan audit forensik mengacu pada standar auditing dan kewenangan penyidik, dengan demikian, auditor dapat menggunakan prosedur yang lebih luas. Dalam merencanakan dan melaksanakan audit investigasi, auditor menggunakan skeptic profesionalisme serta menerapkan azas praduga tak bersalah. Sedangkan untuk audit forensik, dari hasil penyelidikan/penyidikan, penyidik telah memperoleh bukti awal bahwa tersangkanya telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Perbedaan lain antara audit investigasi dengan forensic audit adalah Tim yang melaksanakan audit investigasi sebaiknya oleh tim atau minimal salah satu auditor yang telah mengembangkan temuan audit sebelumnya. Tim audit baru dapat dibentuk apabila sumber informasi berasal dari informasi dan pengaduan masyarakat. Sedangkan dalam audit forensik dapat dibentuk tim audit baru, dalam hal demikian, lebih baik dipilih auditor yang pernah melaksanakan tugas bantuan tenaga ahli untuk kasus yang sama atau hampir sama. Selanjutnya, salah satu dari tim audit harus bersedia menjadi saksi ahli di sidang pengadilan. Untuk persyaratan tim audit investigasi, auditor 'sebaiknya' yang menguasai masalah akuntansi dan auditing, serta mengetahui beberapa ketentuan hukum perundang-undangan. Sedangkan audit forensik, auditor 'harus' memahami masalah akuntansi dan auditing, karena belum tentu obyek yang diperiksa telah menyelenggarakan akuntansi sesuai prinsip yang lazim, serta mengetahui sedikit tentang hukum.
Dari sisi pelaporan maka Laporan hasil audit untuk audit investigasi menetapkan siapa yang terlibat atau bertanggung jawab, dan ditandatangani oleh kepala lembaga/satuan audit. Sedangkan untuk laporan hasil audit forensik aditor berkewajiban membuat dan menandatangani keterangan ahli atas nama auditor. Salah satu auditor di BAP sebagai saksi ahli di sidang pengadilan. Dalam hai ini wewenang penyidik adalah menetapkan siapa yang telah melakukan peristiwa pidana sebagaimana pasal 55 dan 56 KUHP.
Dengan demikian, Tugas auditor forensic adalah memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran auditor forensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Audit forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan penipuan. Dalam hal ini adalah penyusunan dokumen pembuktian yang diperlukan untuk mengajukan tuntutan pidana dalam meyakinkan majelis hakim bahwa tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pelaku telah merugikan perusahaan dan memperkaya diri sendiri / orang lain. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi. Dalam hal ini auditor diminta untuk menjadi saksi ahli yang dapat memberikan keterangan mengenai terjadinya tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pelaku serta memberikan penjelasan mengenai perhitungan kerugian perusahaan / kerugian negara yang ditimbulkan.
Audit investigasi dan audit forensik termasuk audit ketaatan, namun dalam praktek, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, terutama menyangkut kebijakan manajemen, hukum formal maupun hukum material dan lain-lain.
Baik Audit investigasi maupun audit forensik merupakan audit yang bertujuan untuk menemukan kecurangan. Kecurangan yang sering dijumpai dalam praktek di Indonesia antara lain Kecurangan yang merugikan perusahaan swasta, baik dilakukan manajemen maupun karyawan yang berupa pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lain-lain. Apabila hal tersebut terjadi pada BUMN/BUMD yang menggunakan modal dan kelonggaran dari negara dan masyarakat, maka tindak pidana tersebut termasuk tindak pidana korupsi.
Ada pula kecurangan yang menguntungkan perusahaan, seperti mark up laporan keuangan yang dipakai untuk mengajukan kredit bank agar memperoleh kredit dalam jumlah besar, atau memanipulasi pencatatan agar sedikit mungkin membayar pajak ke negara, manipulasi dalam penjualan yang menguntungkan perusahaan sendiri, dan melanggar ketentuan pemerintah dalam operasi bisnisnya. Istilah hukumnya adalah Tindak Pidana Korporasi. Bentuk lain kecurangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen dengan melakukan mark up laporan keuangan yang tujuannya agar manajemen kelihatan berhasil, perusahaan memperoleh laba sehingga manajemen dipertahankan oleh RUPS atau agar mendapatkan tantiem yang besar. Masih banyak bentuk kecurangan lain yang merugikan perusahaan.
Langkah pertama dalam melakukan forensic audit setelah menerima penugasan adalah melakukan Identifikasi masalah. Dalam hal ini auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran. Selanjutnya dilakukan pembicaraan dengan klien dimana auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit. Kesepakatan ruang lingkup audit ini harus dituangkan dokumen Audit upon Procedures (AUP) yang ditandatangani oleh pemberi penugasan dengan auditor yang ditugaskan.
Setelah AUP disepakati maka auditor dapat mulai melakukan pemeriksaan pendahuluan dimana auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Langkah selanjutnya adalah pengembangan rencana pemeriksaan, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien. Berdasarkan Tentative Audit Finding tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan lanjutan dimana auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
Langkah terakhir adalah penyusunan Laporan, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan yakni Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan; Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan serta Temuan, yaitu jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria.
Apabila perkara sudah jelas permasalahannya dan telah ada persesuaian dengan penyidik, auditor membuat keterangan ahli. Keterangan ahli ditandatangani tim audit (bukan kepala lembaga audit). Sebaiknya, digunakan kertas polos dalam membuat keterangan ahli. Auditor yang akan menjadi saksi ahli di siding pengadilan di-BAP oleh penyidik. Namun berdasarkan pengalaman, justru auditor yang mempersiapkan BAP karena harus sejalan dengan keterangan ahli. Hal demikian dapat dimaklumi karena untuk kasus tertentu yang mengetahui secara detail permasalahannya adalah auditor. Pertanyaan dan jawaban dalam BAP dibuat sedemikian rupa, sehingga mencerminkan BAP saksi ahli. Sebelum di-BAP, auditor disumpah terlebih dahulu.
Seringkali ketika persidangan pada pokok perkara, status auditor sebagai saksi ahli dipermasalahkan oleh penasehat hukum. Pertanyaan hakim dan penasehat hukum umumnya bebas, sehingga saksi ahli sebaiknya pengetahuannya luas. Jawaban saksi ahli diupayakan tidak timbul pertanyaan baru, dan auditor harus berusaha sedemikian rupa, sehingga tidak dapat ditarik ke masalah hukum atau yang di luar keahlian auditor atau kasus yang menjadi kasus perdata.
Berdasarkan uraian diatas, nampak jelas alasan mengapa suatu kasus tindak pidana korupsi dapat diputus bebas oleh majelis hakim. Hal ini bukan disebabkan oleh majelis hakim yang menunjukan keberpihakan namun lebih besar pada kemampuan auditor dalam menyusun laporan hasil audit dan menyusun pembuktian yang dapat dipergunakan oleh penuntut dalam proses pengadilan. Keahlian dari auditor perlu ditingkatkan untuk membebaskan negeri ini dari cengkeraman pelaku kecurangan dalam mengelola keuangan negara.
@DR Dayan Hakim 14/11/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H