Sebagai pemuda cilik yang mempunyai banyak mimpi, Hulman menerima penugasan tersebut sebagai tantangan. Letkol Sato adalah orang Jepang yang berpendidikan tinggi. Dia sebenarnya lulusan Sarjana Hukum di Tokyo, tapi dia tetap melaksanakan tugasnya meski sebagai kepala Transportasi di Tarutung. Di rumah itu, Hulman mempelajari banyak hal. Mulai dari adat istiadat Jepang, bahasa Jepang, sampai belajar mengendarai mobil. Karena cekatan dan ringan tangan, terkadang Letkol Sato sering membawa Hulman ke bengkel dan Pool Kendaraan di kantor Keresidenan Tapanuli. Disitu Hulman juga belajar mengenai mesin mobil. Karena sibuknya, Hulman membuatnya jarang pulang ke huta.
Tidak terasa 3 tahun berlalu. Pada suatu malam di bulan Mei 1945, Letkol Sato memanggil Hulman. Disitu Letkol Sato memberitahu bahwa Singapura sudah direbut Inggris. Letkol Sato dimutasi ke Langsa, Aceh Timur. Tarutung akan dikosongkan dari tentara Jepang karena lebih dibutuhkan untuk memusatkan kekuatan di kota besar. Letkol Sato meminta Hulman untuk ikut ke Langsa. Malam itu juga Hulman mempersiapkan diri untuk ikut pindah ke Langsa. Sepucuk surat dititipkan lewat Ompung M Sipahutar untuk ayahanda Ompung Bonifacius mengabarkan rencana kepergiannya ke Langsa.
Keesokannya, mobil jip dinas Letkol Sato dengan disupiri oleh Hulman dan diikuti oleh beberapa truk perbekalan tentara jepang berangkat meninggalkan Tarutung. Ternyata mereka adalah rombongan terakhir tentara Jepang yang meninggalkan Tarutung. Tiba di Balige hari sudah malam. Malam itu sedang hujan lebat. Karena gelap dan licin, mobil yang disetir oleh Hulman menabrak pembatas jalan di Pasar Balige. Terpaksa mereka bermalam di Pasar Balige, sedangkan beberapa truk pengikut mereka diperintahkan untuk jalan terus.
Pagi hari, Hulman meminta bantuan kepada beberapa penduduk setempat untuk memperbaiki mobil. Karena cara bicara Hulman yang baik, penduduk mau membantu meskipun mereka tahu mobil itu milik tentara Jepang. Letkol Sato dan ajudannya tetap aman tidak diganggu penduduk sedangkan mobil dapat diperbaiki. Segera mereka melanjutkan perjalanan menuju Langsa. Di Parbaungan, mereka dapat bergabung kembali dengan rombongan truk perbekalan. Beriringan mereka akhirnya tiba di Langsa, Aceh Timur dengan selamat.
Di Langsa, Letkol Sato tidak mendapat rumah jabatan tersendiri, tetapi digabung bersama perwira Jepang lainnya. Sedangkan ajudan Letkol Sato digabung di tangsi militer Jepang. Terpaksa Letkol Sato membayarkan sewa kamar untuk Hulman di Pasar Langsa yang dekat dengan Markas Tentara Jepang. Kesibukan Letkol Sato di Kutaraja dalam mempersiapkan evakuasi tentara Jepang dari Sumatera membuat Hulman juga ikut sibuk sampai akhirnya kabar gembira itu tiba.
Letkol Sato sendiri yang menyampaikan kepada Hulman bahwa kemarin pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Letkol Satu akan dimutasi lagi ke Bangkok. Untuk itu, Letkol Sato memerintahkan Hulman untuk kembali ke Medan. Letkol Sato memberikan banyak sekali hadiah kepada Hulman atas pengabdiannya selama bertahun-tahun. Yang paling berkesan adalah sepasang samurai milik Letkol Sato. Saat menyerahkan sepasang samurai tersebut Letkol Sato menyatakan bahwa dia tidak akan pernah mempergunakan katana miliknya untuk hara-kiri, karena menurutnya, "perjuangan tidak dapat dilanjutkan dengan hara-kiri". Disamping itu, Letkol Sato juga memberikan sepucuk revolver dengan pelurunya satu pak serta segepok uang Jepang. Keesokannya, Hulman mengantarkan Letkol Sato ke pelabuhan Kuala Langsa untuk naik kapal tentara Jepang menuju Bangkok.
Ternyata bukan Hulman saja yang kehilangan komandannya. Di warung makan di Pasar Langsa, banyak Heiho yang nongkrong minum kopi kehilangan disiplin. Mereka membicarakan perubahan yang terjadi beberapa hari terakhir. Beberapa hari kemudian gema Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia terdengar di Langsa. Kapten Alamsyah, bekas shudanco Heiho adalah perwira tertinggi Indonesia saat itu di Langsa berinisiatif untuk segera mengembangkan pasukannya yang semula hanya berkekuatan 1 kompi menjadi 1 batalyon. Banyak pemuda yang mendaftarkan diri untuk bergabung dengan Kapten Alamsyah. Bukannya kembali ke Medan, Hulman malah bergabung dengan Kapten Alamsyah. Bermodalkan sepasang samurai dan sepucuk revolver jepang pemberian Letkol Sato, Hulman ditempatkan di kompi B2. Mereka menempati sebuah sekolah kosong yang dijadikan sebagai markas komando.
Setiap pagi mereka dilatih baris berbaris. Berbekal pengalamannya melayani Letkol Sato membuat Hulman memiliki pengetahuan yang luas tentang ketentaraan. Segera saja Hulman mendapatkan simpati dari Kapten Alamsyah dan dipercaya memimpin 15 orang pemuda desa yang belum punya pengetahuan apa-apa tentang militer dan diberi pangkat sersan. Ada yang berasal dari Aceh, Gayo, Tamiang, Karo, Toba, Melayu bahkan Cina Medan. Ada petani, nelayan, buruh pelabuhan, bahkan pegawai kantor Pemda. Pemuda Hulman yang melatih mereka baris berbaris. Suatu malam, Hulman dipanggil ke kantor Batalyon untuk briefing. Rupanya mereka berencana untuk menyerang gudang perbekalan Jepang di Pelabuhan Kuala Langsa. Tujuannya untuk merebut persenjataan dan logistic Jepang. Batalyon Badak Hitam dibentuk dengan minim persenjataan. Regu Hulman tidak memiliki senjata sepucukpun. Hanya sepucuk revolver pemberian Letkol Sato yang dia miliki.
Pada hari H, dimulailah penyerangan gudang tersebut. Kompi B2 bersama dengan kompi B1 berjalan menuju Pelabuhan Kuala Langsa. Malam hari mereka merangsek masuk ke gudang. Regu Hulman segera masuk ke salah satu gudang di pelabuhan. Beberapa penjaga tentara Jepang dihampiri oleh Hulman sedangkan seluruh anggota regunya bersembunyi di kegelapan malam. Karena kemampuannya berbahasa Jepang, Hulman berhasil melakukan diplomasi dengan tentara Jepang penjaga gudang tersebut. Akhirnya mereka dengan sukarela membukakan pintu gudang untuk Hulman dan pasukannya. Kebetulan di dalam ada sebuah truk kosong. Peti-peti berisi senjata dan amunisi segera dimasukan ke dalam truk. Selagi memasukan logistic ke dalam truk, di gudang-gudang yang lain terdengar banyak bunyi tembakan. Hulman meminta tentara Jepang yang ada digudang itu untuk tetap tenang dan bersembunyi di dalam kantor gudang. Sebagai jaminan keamanan, Hulman meninggalkan beberapa anggotanya untuk menjaga gudang agar tidak diganggu tentara republic. Hulman mengendarai sendiri truk tersebut menuju markas batalyon. Disana sudah menunggu Kapten Alamsyah. Barang jarahan segera dibongkar. Sekali lagi pengalaman melayani Letkol Sato memberikan keuntungan buat Hulman dalam memilah peti-peti yang perlu diangkut. Beratus pucuk senapan Jepang berhasil direbut. Bukan itu saja, beberapa mortir berikut amunisinya berhasil dikuasai. Sampai pagi hari, beberapa truk Jepang masuk ke markas batalyon tersebut, tapi tidak ada yang menyamai keberhasilan regu Hulman.
Segera senapan Jepang tersebut dibagikan kepada seluruh anggota Kompi B2 sedangkan sisanya disimpan di tempat rahasia. Pasukan Kapten Alamsyah menjadi pasukan yang kuat persenjataannya di seluruh Sumatera Bagian Utara. Setiap hari, Hulman melatih anggotanya untuk menembak mempergunakan senapan Jepang. Sekali lagi, pengalamannya melayani Letkol Sato memberi keuntungan bagi Hulman. Meski hanya melihat dan tidak pernah memegang senapan Jepang, tetapi ternyata Hulman mampu mengajari anggotanya mempergunakan senapan Jepang.
Tanggal 1 September 1945, pasukan Kapten Alamsyah dikukuhkan sebagai Batalyon I Infanteri dibawah Divisi Gajah I Teritorial Sumatera Bagian Utara. Panglima Divisi Gajah I, Letkol Husain Yusuf yang melantik Kapten Alamsyah. Letkol Husain Yusuf bekas Heiho dengan pangkat Daidancho. Tanggal 5 Oktober 1945, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat. Pasukan Kapten Alamsyah dikukuhkan sebagai Batalyon I Infanteri dibawah Divisi Gajah I Teritorial Sumatera Bagian Utara.