Hari raya idul adha atau biasa disebut dengan hari raya kurban menjadi salah satu momen yang sangat dinantikan oleh kebanyakan peternak, terutama di Indonesia dengan populasi umat Islam terbesar di Dunia. Â Sebuah kekuatan pasar yang sangat luar biasa terlebih bagi peternak, mengingat populasi Umat Islam yang banyak ini menjadikan peternak dapat menggeliat secara ekonomi, tidak hanya peternak saja, tidak sedikit juga yang menjadi penjual ternak mendadak saat menjelang hari raya. Â
2022 merupakan tahun yang begitu spesial bagi kaum Muslimin di Indonesia, karena tahun ini bisa merasakan shalat ied dengan lebih leluasa dibandingkan dengan dua tahun terakhir yang masih dibatasi oleh kebijakan pengetatan karena pandemi covid-19.  Namun hal tersebut tidak serta merta dapat dirasakan oleh peternak yang biasanya dapat panen raya menjelang Hari Raya Kurban.  Tahun ini dinilai sarat akan ujian bagi sebagian besar peternak di Indonesia.  Dalam hitungan bulan ternak ternak bergelimpangan mati dengan gejala luka di mulut, kuku, disertai dengan demam tinggi.  Secara serentak dan dalam waktu yang cukup singkat banyak peternak yang mengalami kerugian yang signifikan.  Sebuah gejala yang sangat ditakutkan oleh peternak Ruminansia, bagaimana tidak ditakutkan, mengingat tingkat kematian yang cukup tinggi.  Yahh... dari gejala klinis yang terjadi memanglah mengarah pada penyakit mulut dan Kuku atau biasa dikenal dengan Foot and Mouth Disease. Â
Sejarah Penyakit PMK di IndonesiaÂ
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pertama kali masuk ke Indonesia sekira tahun 1887 pada zaman kolonialisme Belanda. Â Masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya sapi sapi dari Belanda. Â Sejak saat itu penyakit yang disebabkan karena virus itu menyebar secara cepat di dalam pengelolaan ternak di Indonesia. Â Penyakit yang terbilang akut dan mudah menular terhadap hewan ternak berkuku genap atau belah ini ditandai dengan adanya pembentukan vesikel/lepuh dan erosi di mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan kulit sekitar kuku. Â Tentunya hal ini sangat merugikan ekonomi bagi peternak.Â
Untuk kasus PMK di Indonesia sebenernya mengalami timbul tenggelam sejak pertama kalinya ditemukan kasusnya di Indonesia, kemudian muncul kembali dan mewabah pada kisaran dekade 1970 an. Guru Besar ITB, Jannes Humuntal Hutasoit atau J.H Hutasoit yang kala itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Peternakan sangat berperan dalam pemetaan dan penanggulangan wabah ini di Indonesia. Â Hubungan dan komunikasi yang baik J.H Hutasoit dengan Presiden Soeharto membuat wabah ini cepat tertanggulangi pada saat itu. Presiden Soeharto bahkan menerima rombongan dokter hewan dan ilmuwan dari Australia untuk penanganan wabah PMK ini.Â
Kebijakan menemukan obat dan vaksin pun dilakukan hingga dilakukan vaksinasi massal pada wilayah-wilayah yang terinfeksi dan memusnahkan ternak terinfeksi. Pengendalian dan pembatasan lalu lintas ternak pada waktu itu memang bisa dikatakan lebih gampang lantaran Presiden Soeharto bisa memanfaatkan militer yang dipimpin Benny Moerdani.Â
Vaksinasi massal dilakukan selama tiga tahun hingga pada 1986 Kementerian Pertanian melalui Surat Keputusan Menteri Nomor 260/1986 menyatakan bahwa Indonesia bebas PMK. Empat tahun kemudian, organisasi dunia untuk kesehatan hewan (OIE) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Indonesia bebas PMK. Hal ini tercantum  dalam resolusi OIE Nomor XI/1990.Â
Selama era Reformasi, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 menjadi peraturan yang melindungi hewan ternak Indonesia dari kerentanan dan ancaman keamanan hayati. Aturan ini sekaligus mengatur impor daging hanya diperbolehkan dari negara bebas PMK (country-based) berdasarkan OIE.Â
Namun, berbagai kepentingan politik akhirnya membuat aturan impor daging menjadi Undang-undang Nomor 41 tahun 2014 yang memperbolehkan impor daging dari negara yang termasuk dalam zona bebas PMK. Dari aturan country-based diubah menjadi zone-based.Â
PMK kembali terdeteksi di Indonesia pada tahun 2016, hal ini seiring dengan dibukanya kran impor sapi dari India, dimana negara tersebut masih belum terbebas dari wabah PMK dan tidak memiliki zona bebas dari PMK. Â Impor tersebut dinilai legal karena ada peraturan pemerintah yang melatarbelakanginya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 4/2016, turunan UU 41/2014. Â banyak pakar yang menyebutkan kenapa PMK ini masuk kembali ke Indonesia. Â Tahun 2015 memang ada kasus PMK ditemukan di Kabupaten Blora, namun kasus tersebut mampu untuk dilokalisir dan tidak mewabah karena adanya penganan dengan cepat dan tepat.Â
Pada tahun ini kasus PMK kembali mewabah di Indonesia, disinyalir dengan dugaan adanya import kambing dari Malaysia di Medan menjadi pemicu wabah PMK menyebar di Indonesia. Setidaknya saat ini pemerintah telah menerapkan penyebaran virus PMK menjadi Kejadian Luar Biasa atau bencana luar biasa yang kemudian membentuk gugus tugas untuk menangani kasus ini sehingga BNPB (Badan Nasional Penanggulangam Bencana) menjadi koordinator dari gugus tugas untuk menangani kasus PMK. Setidakn9ya ada 317.889 ekor ternak yang terjangkit PMK saat ini yang tersebar pada 21 Provinsi  di Seluruh Indonesia.  Hal tersebut juga kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan masifnya mobilisasi ternak mendekati Hari Raya Idul Adha. Â
Nasib Peternak Menjelang Hari Raya Idul Adha
Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika pada saat menjelang hari raya kurban permintaan ternak meningkat, terlebih indonesia notabene sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak di Dunia. Â Selama masa pandemi Corona mewabah dua tahun belakang permintaan hewan kurban mengalami penurunan, namun saat ini di tengah wabah PMK justru mengalami kenaikan sebanyak 13% dari tahun sebelumnya yang sempat mengalami penurunan. Â Sebagai salah satu bentuk rasa suka cita setelah terisolir oleh wabah corona,membuat kaum muslimin meluapkannnya dengan cara berkurban. Â
Menjadi salah satu motor mobilitas yang cukup tinggi menjelang hari raya kurban tersebut, sehingga dari hari ke hari angka hewan yang terinfeksi juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Â Tidak sedikit peternak yang mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah karena banyak ternaknya yang mati. Â Serba salah dengan kondisi saat ini, mengingat animo masyarakat yang mau beribadah dengan kurban cukup inggi, disisi lain tingkat penyebaran PMK menjadi sangat masif ke berbagai daerah hingga pelosok negeri. Â
Memang banyak peternak yang mengalami kerugian karena adanya wabah dari PMK tersebut, namun beriringan dengan adanya wabah tersebut, harga hewan kurban malah mengalami angka kenaikan yang terbilang signifikan. Â Hal tersebut juga tidak terlepas dari mewabahnya virus PMK. Â Pekurban atau orang yang akan berkurban tentunya memilih hewan yang sehat, dengan adanya permintaan seperti itu membuat harga ternak di pasaran melambung, belum ditambah lagi dengan animo masyarakat yang bertambah untuk berkurban setelah terbebas dari pengetatan yang dialaminya selama dua tahun akibat pandemi virus Corona. Â
Pencegahan dan Penanggulangan PMK
Dengan adanya penyebaran dan mobilitas ternak yang masif menjelang hari raya kurban membuat virus PMK kian menyebar juga dari daerah ke daerah, setidaknya saat ini sudah ada 21 Provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia yang terkena dampak dari virus tersebut.  Untuk pencegahan, sebaiknya pemerintah bersama peternak rakyat membangun kesadaran tentang bahaya PMK terhadap ternak berkuku genap dan juga memperketat bio security mulai di kandang kandang peternak rakyat.  Keluar masuk hewan kurban harus diperketat dengan menunjukan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) serta tidak mudah dalam  memberikan ijin jika memang  terindikasi hewan sedang sakit.  Pintu-pintu masuk ataupun keluar daerah harus diperketat supaya migrasi hewan ternak terkontrol dengan baik. Â
Segera lakukan Penanggulangan PMK dengan cara mempercepat proses vaksinasi secara merata di seluruh Indonesia guna untuk mengurangi angka kematian yang tinggi. Â Membuat posko vaksinasi PMK berbasis desa atau kecamatan, hal ini akan mempercepat proses Vaksinasi dan capaian tingkat kekebalan akan segera terbentuk diharapkan bisa kembali bebas dari wabah dari PMK. Â
Semoga ujian bagi peternak dan bangsa Indonesia segera berakhir, Dapat berfokus kembali dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi Corona ini yang sedang mengalami krisis baik pangan maupun ekonomi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H