Mohon tunggu...
Doharman Sitopu
Doharman Sitopu Mohon Tunggu... Penulis - Manajemen dan Motivasi

Seorang Pembelajar berbasis etos , Founder sebuah lembaga Training Consulting, Alumni YOKOHAMA KENSHU CENTER--JAPAN, Alumni PROAKTIF SCHOOLEN JAKARTA, Penulis buku "Menjadi Ghost Writer"--Chitra Dega Publishing 2010, Founder sebuah perusahaan Mechanical Electrical (Khususnya HVAC), Magister dalam ilmu manajemen, Memiliki impian menjadi Guru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mural, Argumentasi Moral

24 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 24 Agustus 2021   07:08 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dipungkiri bahwa mural adalah sebuah karya seni. Dan perlu diingat tidak semua mural negatif. Alangkah eloknya dimana karya seni itu dipajang pada tempat yang sepantasnya semisal galleri seni. Hendaknya ini menjadi perhatian pemerintah untuk mengakomodir "bakat terpendam" para pembuat mural. 

Mencoret-coret area publik apalagi properti pemerintah adalah pelanggaran hukum. Pelukis mural dapat dikenakan pasal yang merusak fasilitas umum dan properti milik pemerintah. Milik  Negara. Bahkan jalan dan space publik adalah milik negara. Jadi bila merusak milik negara sesungguhnya dapat dikenakan pasal yang mengatur tentang itu.

Alih alih menjadi solusi mural lebih condong kepada mencari sensasi. Provokatif. Sesuatu yang salah atau tidak dapat dipertanggung jawabkan nilai kebenarannya bila dikonsumsi (Dilihat, dibaca, dinikmati) dalam waktu tertentu maka akan menjadi nilai kebenaran itu sendiri. 

Menghapus mural bukan berarti tidak menghargai hak pencipta mural tapi mencegah publik terpapar akan paham yang provokatif yang negatif dan sensitif.

Seorang abang beca yang sedang berusaha keras mengayuh becanya sekuat tenaga, akan dengan mudah terprovokasi membaca kalimat-kalimat yang ada di mural. 

Seolah penderitaan mereka terkonfirmasi oleh tulisan yang ada di mural tersebut. Hal ini sangat berbahaya. Ini adalah contoh terhadap abang beca, bagaimana dengan rakyat yang lain?

Berbeda dengan kalimat yang konstruktif dan positif tentu akan lebih baik bila dibaca oleh para pedagang dan khalayak banyak. Bisa menimbulkan semangat dan daya juang mereka dalam berkarya untuk keluarga masing-masing.

Masyarakat kita belum berada pada taraf mampu mencerna isi mural dengan arif dan bijaksana. Masyarakat adalah rakyat yang harus dilindungi oleh negara akan adanya faham-faham radikal dan konten berbahaya. 

Jadi menurut saya campur tangan pemerintah dan penegak hukum memiliki landasan yang jelas yakni menjaga area publik, aset negara, dan masyarakat dari paham yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Sudah waktunya untuk internalisasi nilai-nilai wawasan kebangsaan, Panca Sila, UUD 45, Kebhinnekaan yang lebih intensif lagi kepada bangsa ini. Sehingga masyarakat kita lebih memahami kebebasan berpendapat dalam koridor wawasan kebangsaan. 

Kebebasan yang kebablasan adalah bukanlah argumentasi logis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan alasan berkarya seni namun di dalamnya disamarkan berbagai pesan pilitik dan faham-faham yang tidak dapat dipertanggung jawabkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun