Kucumbu aroma malam.
Tiupannya membasuh dalam.
Jantung berdetak tenang, seakan menemukan lelap.
Bulan sembunyi, malu-malu pilu.
Membuatku bertanya-tanya.
Seribu tanya kembali melayang.
Mencari-cari, mungkin di matahari.
Pantas saja!
Tentu tidak ada, di mana aku berada?
Mungkin semua hanya wacana...
Terik!
Panas bagai dipanggang.
Mungkin sedap ditambah bumbu segenggam.
Menyantap dengan rakus, nikmat!
Nikmat dalam oasis ilusi.
Terjebak diri dalam fatamorgana.
Semata-mata hanya untuk bertemu jawab.
Jawaban yang pilu, keluar pun malu-malu.
Sedikit lagi tidak tahu malu!
Untuk apa?
Malu, namun seiring mengintip di balik mendung.
Bulan melirik diiring rintik hujan.
Jatuh satu, sepuluh, seribu, sejuta!
Ya, bagai pertanyaan ada sejuta!
Pada akhirnya mungkin bunga-bunga di pekarangan tersenyum.
Walau sejuta, tapi tetap bahagia, malah menikmati.
Tentu, inilah yang ditunggu.
Semakin tumbuh, harum, muncul dalam aroma malam.
Mata sayu ini tersenyum dan pintu terbuka.
"Mari masuk, nak..."
Ah sudahlah...
Sebuah lamunan malam hari di depan pintu rumah.
Oleh: Dofran Winner Luhulima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H