Hingga kini saya tak terlalu mempedulikan tentang monetasi tulisan di Kompasiana. Saya hanya mengikuti alur dan prosedur yang disyaratkan oleh Kompasiana agar akun saya terverifikasi. Selebihnya saya hanya menulis dan terus menulis. Menulis apa yang saya ingin tulis, menulis apa yang saya suka, menulis sesuai mood saya.
Tapi harus saya akui, banyak hal di luar materi yang tanpa saya minta dan tak usah saya kejar, bisa saya dapatkan di Kompasiana. Ada kepuasan tersendiri saat tulisan kita dibaca, disuka dan dikomen pembaca. Suatu kenikmatan juga bisa berbagi ide dan inspirasi lewat tulisan. Saya bisa mengungkapkan isi hati dan pikiran lewat tulisan. Lewat artikel-artikel yang saya tulis saya bisa bebas berekspresi dan beropini. Banyak juga masukan yang saya terima dari komen-komen yang tertulis di kolom komentar artikel.
Sebagaimana kata Pak Pram (Pramoedya Ananta Toer), “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Pada saatnya nanti kita semua pasti mati. Namun, kita masih bisa meninggalkan warisan lewat karya tulisan kita. Dan menulis di Kompasiana adalah cara cerdas menyimpan sekaligus menyebarluaskan hasil karya kita di jagad maya. Artikel-artikel yang telah kita tulis dan publish akan terdokumentasi dengan rapi di akun Kompasiana yang kita miliki.
Tak sedikit yang mengira saya mendapatkan banyak rupiah karena artikel yang saya tulis di Kompasiana. Sudah menjadi rahasia umum tentang monetasi tulisan di Kompasiana. Tapi jujur, sepanjang saya terdaftar sebagai Kompasianer yang terverifikasi biru sejak 8 tahun lalu, saya tak terlalu menghiraukan hal tersebut. Entah ada atau memang sama sekali tak ada artikel saya yang termonetasi. Saya hanya menulis dan terus menulis.
Jadi Kompasianer juga bisa menambah teman. Kita dimungkinkan untuk saling follow antar sesama Kompasianer dan saling bertegur sapa dengan berbalas komentar pada setiap artikel. Tak terbatas pada Kompasianer saja, semua orang yang tersambung di internet bisa membaca artikel kita di situs www.kompasiana.com. Apalagi jika artikel tersebut ditautkan pada jejaring media sosial seperti twitter dan facebook. Belum lagi jika artikel tersebut disebarluaskan lewat Whatsapp.
Bukan tidak mungkin artikel kita menjadi referensi karya ilmiah orang lain. Beberapa kali saya temui tulisan saya muncul di hasil pencarian Google sebagai referensi artikel, skripsi dan sejenisnya. Tentu merupakan suatu hal yang sangat saya syukuri, tulisan saya bisa menjadi rujukan orang lain dalam berkarya.
Untuk menulis di Kompasiana kita tak harus belajar menulis lebih dahulu, tak harus seorang yang sudah jago nulis juga. Siapapun dengan latar belakang apapun bisa menulis di Kompasiana. Saya sendiri banyakl belajar tentang tulis menulis justru ketika saya baru mulai menulis di Kompasiana.
Itulah beberapa nikmat yang saya dapat dari menulis di Kompasiana. Nikmat yang sangat saya syukuri dan semakin memotivasi saya untuk terus berkarya, berbagi inspirasi lewat tulisan. Setidaknya saya bisa meninggalkan warisan yang tak lekang oleh waktu untuk Nia, putri saya, anak cucu saya dan siapapun yang berkenan dengan karya-karya saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H