“Dapat apa dari Kompasiana?” Itu yang sering ditanyakan kerabat dan sahabat yang tahu dan pernah membaca tulisan saya di Kompasiana. Hampir 10 tahun sejak pertama kali saya mulai menulis di Kompasiana, tepatnya tanggal 17 Maret 2013. Tulisan pertama saya "Fatin, Bagai David di Tengah Kepungan Goliath" bercerita tentang Fatin Shidqia Lubis (Fatin) yang ketika itu menjadi finalis X Factor Indonesia (XFI) edisi perdana tahun 2013. Dan beberapa tulisan saya berikutnya masih seputar Fatin dan serba-serbinya hingga ia menjad jawara XFI pertama.
Setelah Fatin sukses menjadi juara XFI edisi 1, saya masih terus menulis topik lain selain musik. Beragam, dari film, sosbud, catatan harian hingga politik. Selain tentu karena izin Allah SWT, Kompasiana juga yang mengantarkan saya menuju Istana dan bertemu Presiden RI ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tepatnya tanggal 5 Juli 2013 saya diundang hadir di Istana Bogor pada acara Kopdar Istura Perdana. Diundangnya saya ke Istana berawal dari artikel di Kompasiana berjudul “Ketika Pak Presiden Lewat Depan Rumah Kami” yang dipublish tanggal 4 Mei 2013.
Yang jelas ketika itu saya menerima undangan yang ditujukan kepada “Dody Kasman, Blogger Kompasiana.” Di daerah, khususnya di lingkungan saya bekerja, bahkan keluarga pun banyak yang meragukan keabsahan undangan tersebut. Mereka baru percaya setelah saya pulang membawa bukti dokumentasi pribadi dan berbagai pemberitaan di media. Profil saya juga sempat beberapa kali muncul di beberapa media lokal mengisahkan pengalaman luar biasa tersebut. Mereka semakin percaya setelah artikel saya yang berjudul “Kisah "Wong Ndeso" yang diundang ke Istana” yang saya publish tanggal 16 Juli 2013 menjadi Headline di Kompasiana. Di artikel tersebut saya kupas tuntas latar belakang saya bisa diundang dan pengalaman tak terlupakan tersebut.
Gairah saya menulis ketika itu semakin menjadi. Di sela-sela tugas dan tanggung jawab saya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, saya sempatkan untuk menulis artikel saat senggang, kebanyakan jelang tengah malam dan di akhir pekan. Setidaknya seminggu satu atau dua tulisan. Ketika itu saya berstatus sebagai PNS di salah satu kantor kecamatan di Kabupaten Probolinggo. Puluhan artikel saya tulis hingga kemudian di awal tahun 2014, tepatnya tanggal 17 Januari 2014 saya kembali diundang ke Jakarta untuk menghadiri launching Buku Pak SBY yang berjudul “Selalu Ada Pilihan.” Tentu nikmat yang harus disyukuri bagi saya, wong ndeso yang kembali mendapat undangan istimewa tersebut.
Setelah itu saya masih terus menulis, tentu tergantung kesempatan dan mood juga. Rubrik yang saya tulis juga semakin variatif dan tidak jelas, kebanyakan mengikuti trend saat itu, kebanyakan topik hiburan meski tak sedikit juga topik sosial budaya dan politik. Banyak pula artikel tentang review lagu dan review film yang saya tulis. Dari yang awalnya hanya sebagai pengisi waktu luang, hingga suatu ketika di pertengahan tahun 2016 saya mendapat kesempatan untuk ambil bagian bersama 19 blogger Kompasiana lainnya dalam penyusunan buku “Hidup yang Lebih Berarti”.
Apa yang telah saya jelaskan di atas sedikit banyak bisa menjawab pertanyaan apa yang saya dapat dari Kompasiana? Meskipun sejujurnya saya menulis karena saya hanya ingin menulis, bukan karena harus dapat apa. Bagi saya menulis adalah passion. Ada kenikmatan tersendiri saat jari jemari menari diatas keyboard laptop ataupun di layar HP, menuangkan ide dan imajinasi yang ada di pikiran dalam bentuk tulisan.
Hingga kini saya tak terlalu mempedulikan tentang monetasi tulisan di Kompasiana. Saya hanya mengikuti alur dan prosedur yang disyaratkan oleh Kompasiana agar akun saya terverifikasi. Selebihnya saya hanya menulis dan terus menulis. Menulis apa yang saya ingin tulis, menulis apa yang saya suka, menulis sesuai mood saya.
Tapi harus saya akui, banyak hal di luar materi yang tanpa saya minta dan tak usah saya kejar, bisa saya dapatkan di Kompasiana. Ada kepuasan tersendiri saat tulisan kita dibaca, disuka dan dikomen pembaca. Suatu kenikmatan juga bisa berbagi ide dan inspirasi lewat tulisan. Saya bisa mengungkapkan isi hati dan pikiran lewat tulisan. Lewat artikel-artikel yang saya tulis saya bisa bebas berekspresi dan beropini. Banyak juga masukan yang saya terima dari komen-komen yang tertulis di kolom komentar artikel.
Sebagaimana kata Pak Pram (Pramoedya Ananta Toer), “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Pada saatnya nanti kita semua pasti mati. Namun, kita masih bisa meninggalkan warisan lewat karya tulisan kita. Dan menulis di Kompasiana adalah cara cerdas menyimpan sekaligus menyebarluaskan hasil karya kita di jagad maya. Artikel-artikel yang telah kita tulis dan publish akan terdokumentasi dengan rapi di akun Kompasiana yang kita miliki.
Tak sedikit yang mengira saya mendapatkan banyak rupiah karena artikel yang saya tulis di Kompasiana. Sudah menjadi rahasia umum tentang monetasi tulisan di Kompasiana. Tapi jujur, sepanjang saya terdaftar sebagai Kompasianer yang terverifikasi biru sejak 8 tahun lalu, saya tak terlalu menghiraukan hal tersebut. Entah ada atau memang sama sekali tak ada artikel saya yang termonetasi. Saya hanya menulis dan terus menulis.
Jadi Kompasianer juga bisa menambah teman. Kita dimungkinkan untuk saling follow antar sesama Kompasianer dan saling bertegur sapa dengan berbalas komentar pada setiap artikel. Tak terbatas pada Kompasianer saja, semua orang yang tersambung di internet bisa membaca artikel kita di situs www.kompasiana.com. Apalagi jika artikel tersebut ditautkan pada jejaring media sosial seperti twitter dan facebook. Belum lagi jika artikel tersebut disebarluaskan lewat Whatsapp.
Bukan tidak mungkin artikel kita menjadi referensi karya ilmiah orang lain. Beberapa kali saya temui tulisan saya muncul di hasil pencarian Google sebagai referensi artikel, skripsi dan sejenisnya. Tentu merupakan suatu hal yang sangat saya syukuri, tulisan saya bisa menjadi rujukan orang lain dalam berkarya.
Untuk menulis di Kompasiana kita tak harus belajar menulis lebih dahulu, tak harus seorang yang sudah jago nulis juga. Siapapun dengan latar belakang apapun bisa menulis di Kompasiana. Saya sendiri banyakl belajar tentang tulis menulis justru ketika saya baru mulai menulis di Kompasiana.
Itulah beberapa nikmat yang saya dapat dari menulis di Kompasiana. Nikmat yang sangat saya syukuri dan semakin memotivasi saya untuk terus berkarya, berbagi inspirasi lewat tulisan. Setidaknya saya bisa meninggalkan warisan yang tak lekang oleh waktu untuk Nia, putri saya, anak cucu saya dan siapapun yang berkenan dengan karya-karya saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H