Karena waktu kedatangan rombongan yang terlambat hingga bertepatan dengan jam makan siang, maka dengan spontan panitia penyambutan daerah mengajak rombongan untuk makan siang di kuliner khas Kota Kraksaan yakni Soto Pak Koya. Meskipun mendadak, hampir semua rombongan kirab bisa terjamu dengan baik. Akhirnya sekira pukul 14.00 WIB rombongan Torch Relay Asian Games 2018 dilepas di timur alun-alun Kota Kraksaan oleh Pj. Bupati Probolinggo untuk selanjutnya menuju titik berikutnya yaitu Kabupaten Situbondo.
Walau sempat terjadi kemoloran pada beberapa jadwal, namun secara keseluruhan kirab obor alias Torch Relay Asian Games 2018 di Probolinggo berjalan aman dan lancar. Meski demikian ada beberapa catatan yang mungkin bisa jadi bahan evaluasi mengingat Asian Games adalah event penting dan langka.
Terpilihnya Probolinggo sebagai daerah yang dilalui Torch Relay Asian Games 2018 tentu saja merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Termasuk dipilihnya Bromo sebagai salah satu lokasi dikobarkannya api Asian Games dalam bentuk mini kaldron. Namun sayang prosesi yang terjadi di kawasan lautan pasir Bromo berjalan cukup singkat dan terkesan apa adanya tanpa seremonial meriah.
Kirab pasukan berkuda juga nampak kurang maksimal, padahal bisa sangat menarik secara visual jika digarap lebih serius dengan persiapan yang matang. Beruntung masih ada artis Irfan Hakim yang membuat prosesi pagi itu nampak jadi sedikit meriah "bertabur bintang."
Penggunaan istilah "Torch Relay" juga menjadi kurang relevan saat berlangsung di Probolinggo. Kirab obor sesungguhnya hanya terjadi di lautan pasir Bromo. Selebihnya adalah "Lantern Relay" alias kirab lentera. Tak seperti di daerah lain, Malang misalnya, saat obor dibawa berlari keliling Kota Malang oleh artis Ibu Kota Samuel Rizal.
Di Probolinggo, kecuali di Bromo, warga masyarakat hanya bisa menyaksikan iring-iringan mobil rombongan yang membawa lentera berisi api abadi yang akan dinyalakan pada pembukaan Asian Games tanggal 18 Agustus nanti. Padahal tidak setiap gelaran Asian Games kita menjadi tuan rumah. Entah berapa puluh tahun lagi event langka seperti ini bisa terulang kembali di Indonesia, khususnya Probolinggo.
Banyak hal yang juga perlu menjadi bahan evaluasi seperti ketaatan pada jadwal yang sudah direncanakan agar tak terjadi kemoloran beberapa jam seperti kemarin. Disamping itu, koordinasi dengan pemangku kepentingan di daerah juga harus dipethatikan. Bagaimanapun merekalah yang paling paham bagaimana situasi dan kondisi di daerah. Banyak hal di daerah yang tentu tak bisa terjangkau oleh panitia pusat yang membutuhkan fasilitasi dari pemerintah daerah setempat.
Semoga apa yang tersampaikan dalam tulisan ini bisa menjadi bahan evaluasi saat Indonesia kembali jadi tuan rumah Asian Games, entah berapa puluh tahun lagi. Setidaknya ini juga bisa jadi bahan masukan untuk event sejenis yang mungkin akan terselenggara dalam waktu dekat, baik level nasional maupun dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H