Kirab obor atau yang lebih keren dengan sebutan "Torch Relay Asian Games 2018" akhirnya sampai juga di daerah saya, Probolinggo, Sabtu (21/7/2018). Kedatangan rombongan kirab pembawa api abadi yang akan menjadi penanda pembukaan Asian Games 2018 tersebut memang sudah dinanti warga masyarakat Kabupaten dan Kota Probolinggo.
Sejak beberapa hari sebelumnya kabar lewatnya kirab obor tersebut sudah santer berhembus baik lewat media maupun kabar dari mulut ke mulut. Terlebih kawasan wisata Gunung Bromo menjadi tempat pertama di Probolinggo yang didatangi rombongan kirab obor Asian Games 2018.
Selain antusiasme warga masyarakat menyambut momen langka dan bersejarah ini, pemerintah daerah setempat segera menyikapi dengan melalukan berbagai persiapan untuk mendukung kelancaran jalannya kirab obor.
Pengerahan massa juga dilakukan utamanya siswa/siswi sekolah yang melakukan penyambutan di sepanjang jalan yang dilalui rombongan. Tak hanya yang di wilayah kota, bahkan siswa/siswi SD di kawasan pegunungan Bromo juga ikut menyambut lewatnya kirab obor.
Namun kedatangan rombongan obor Asian Games tersebut meleset dari jadwal yang sudah direncanakan. Semestinya rombongan tiba di kaldera Bromo pukul 04.00 WIB untuk persiapan penyalaan api di mini kaldron, tapi rombongan baru tiba di lokasi pukul 07.15 WIB.
Pembawa obor juga bukan artis Nabila Syakieb sebagaimana ramai diberitakan sebelumnya. Posisinya diganti oleh legenda bulu tangkis dunia Susi Susanti, bergantian dengan atlit lompat jauh Maria Natalia Londa dan perwira kepolisian Kombes Pol. Unggul Sedyantoro. Meski Nabila Syakieb berhalangan hadir, masih ada artis Irfan Hakim yang saat itu datang dengan menunggang kuda sambil membawa obor pada kesempatan pertama.
Posisi mini kaldron tempat api Asian Games dikobarkan di Bromo juga tak sesuai rencana. Awalnya panitia pusat dalam hal ini INASGOC berencana untuk menempatkannya di bibir kawah puncak Bromo, namun diurungkan karena terjadi longsoran di lokasi tersebut. Atas pertimbangan keamanan akhirnya posisi mini kaldron dipindah di depan Pura Luhur Poten Bromo.
Selama pelaksanaan di Bromo, kegiatan yang dilaksanakan masih sesuai tema yakni  "Torch Relay" karena yang dibawa Susi Susanti dan para pengikut kirab memang obor atau "torch" dengan api yang menyala di atasnya. Tapi setelah penyalaan mini kaldron, api abadi yang masih tersimpan di lentera yang dibawa. Dari sini kirab obor tersebut  lebih cocok disebut kirab lentera atau "Lantern Relay."
Ya, "Lantern Relay" karena api abadi perpaduan dari India dan Mrapen Merapi itu melanjutkan perjalan ke titik berikutnya yakni Kota Probolinggo dalam bungkusan pelindung lentera yang dibawa dalam kendaraan tertutup. Dengan begitu panjangnya iring-iringan kendaraan rombongan, tak jelas juga mobil mana yang mengangkut lentera api abadi tersebut. Tak ada penanda khusus yang bisa dilihat dengan jelas pada mobil pembawa lentera Api Asian Games 2018.
Maka saat konvoi puluhan kendaraan tersebut melintas dari jalur sepanjang Bromo - Sukapura hingga Kota Probolinggo, warga masyarakat dan murid sekolah nampak bingung dan bertanya-tanya, mana obornya? Padahal mereka sudah menunggu berjam-jam di pinggir jalan hanya untuk melihat obor api abadi Asian Games, sebagaimana ramai digembar-gemborkan sejak beberapa hari sebelumnya.
Molornya kedatangan rombongan yang membawa lentera api Asian Games 2018 di Bromo berakibat pada melesetnya waktu kedatangan di titik berikutnya. Rombongan baru meluncur dari Bromo sekira pukul 10.15 WIB. Padahal menurut rundown resmi, seharusnya rombongan sudah harus melanjutkan perjalanan ke titik berikutnya sebelum pukul 08.00 WIB dan diterima di Balai Kota Probolinggo pukul 09.00 WIB. Namun ternyata rombongan baru masuk Balai Kota sekitar pukul 11.45 WIB.
Segera setelah diterima Walikota dan jajaran Forkopimda, api Asian Games 2018 diantar ke batas timur Kota Probolinggo hanya melintas jalur utama Jalan Panglima Sudirman. Padahal rencana sehari sebelumnya akan dilakukan kirab sambil membawa obor melewati beberapa titik penting di Kota Probolinggo.
Meskipun terlambat beberapa jam namun tak mengurangi antusiasme warga untuk menyaksikan obor api Asian Games. Yang berkurang mungkin siswa/siswi sekolah yang memang sudah menunggu sejak dari pagi. Rupanya mereka kelelahan menunggu terlalu lama, lagipula saat rombongan melintas memang sudah jam pulang sekolah.
Sebagaimana saat dibawa ke dari Bromo ke Balai Kota, api yang diantar oleh Wali kota dan rombongan menuju batas kota juga bukan dalam bentuk obor melainkan lentera atau istilah kerennya "tinder box." Lagi-lagi muncul celetukan dari warga masyarakat yang menyaksikan di pinggir jalan. "Obore endi, kok lampu cuma ublik?" atau terjemahan bebasnya, "Obornya mana, kok cuma lampu tempel (lampu minyak)?
Bahkan istri saya sendiri langsung telepon begitu rombongan konvoi kendaraan pembawa lentera tersebut lewat depan rumah kami. "Mana obornya? Kok Cuma konvoi kendaraan? Apinya ndak kliatan Pa!" ujarnya setengah kecewa.Â
Memang pagi harinya dengan percaya diri saya bilang kalau rombongan "Torch Relay" akan lewat depan rumah sekitar jam 9 pagi. Jadi istri dan keluarga bisa bersiap-siap jika mau melihat secara langsung api Asian Games. Tapi ternyata yang lewat bukan kirab obor, tapi konvoi kendaraan dengan kecepatan sedang.
Masih lewat telepon, istri saya melanjutkan komentarnya. "Ndak seperti waktu Pak SBY lewat dulu, kaca mobilnya dibuka jadi kliatan. Ini apinya di dalam mobil tertutup, ndak jelas juga mobilnya yang mana." Saya hanya bisa tertawa ringan mendengar ungkapan spontannya itu sambil menunggu kedatangan rombongan di depan Kantor Bupati Probolinggo di Kota Kraksaan.
Sebagaimana warga Kota Probolinggo, warga masyarakat Kota Kraksaan tak bisa melihat obor Asian Games karena memang api abadi tersebut berada di dalam lentera pada salah satu mobil konvoi. Lentera baru dikeluarkan setelah sampai di depan lobby Kantor Bupati dan diserahterimakan kepada Pj. Bupati Probolinggo untuk diistirahatkan beberapa menit.
Padahal pagi harinya, satu pleton anggota Polres Probolinggo yang dipimpin langsung oleh Kapolres Probolinggo sudah bersiap menyambut api Asian Games dan membawanya keliling alun-alun Kota Kraksaan, menyusul rencana konvoi keliling kota yang diurungkan karena keterbatasan waktu. Tapi ternyata rencana yang sebenarnya sangat bagus itu juga gagal.
Karena waktu kedatangan rombongan yang terlambat hingga bertepatan dengan jam makan siang, maka dengan spontan panitia penyambutan daerah mengajak rombongan untuk makan siang di kuliner khas Kota Kraksaan yakni Soto Pak Koya. Meskipun mendadak, hampir semua rombongan kirab bisa terjamu dengan baik. Akhirnya sekira pukul 14.00 WIB rombongan Torch Relay Asian Games 2018 dilepas di timur alun-alun Kota Kraksaan oleh Pj. Bupati Probolinggo untuk selanjutnya menuju titik berikutnya yaitu Kabupaten Situbondo.
Walau sempat terjadi kemoloran pada beberapa jadwal, namun secara keseluruhan kirab obor alias Torch Relay Asian Games 2018 di Probolinggo berjalan aman dan lancar. Meski demikian ada beberapa catatan yang mungkin bisa jadi bahan evaluasi mengingat Asian Games adalah event penting dan langka.
Terpilihnya Probolinggo sebagai daerah yang dilalui Torch Relay Asian Games 2018 tentu saja merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Termasuk dipilihnya Bromo sebagai salah satu lokasi dikobarkannya api Asian Games dalam bentuk mini kaldron. Namun sayang prosesi yang terjadi di kawasan lautan pasir Bromo berjalan cukup singkat dan terkesan apa adanya tanpa seremonial meriah.
Kirab pasukan berkuda juga nampak kurang maksimal, padahal bisa sangat menarik secara visual jika digarap lebih serius dengan persiapan yang matang. Beruntung masih ada artis Irfan Hakim yang membuat prosesi pagi itu nampak jadi sedikit meriah "bertabur bintang."
Penggunaan istilah "Torch Relay" juga menjadi kurang relevan saat berlangsung di Probolinggo. Kirab obor sesungguhnya hanya terjadi di lautan pasir Bromo. Selebihnya adalah "Lantern Relay" alias kirab lentera. Tak seperti di daerah lain, Malang misalnya, saat obor dibawa berlari keliling Kota Malang oleh artis Ibu Kota Samuel Rizal.
Di Probolinggo, kecuali di Bromo, warga masyarakat hanya bisa menyaksikan iring-iringan mobil rombongan yang membawa lentera berisi api abadi yang akan dinyalakan pada pembukaan Asian Games tanggal 18 Agustus nanti. Padahal tidak setiap gelaran Asian Games kita menjadi tuan rumah. Entah berapa puluh tahun lagi event langka seperti ini bisa terulang kembali di Indonesia, khususnya Probolinggo.
Banyak hal yang juga perlu menjadi bahan evaluasi seperti ketaatan pada jadwal yang sudah direncanakan agar tak terjadi kemoloran beberapa jam seperti kemarin. Disamping itu, koordinasi dengan pemangku kepentingan di daerah juga harus dipethatikan. Bagaimanapun merekalah yang paling paham bagaimana situasi dan kondisi di daerah. Banyak hal di daerah yang tentu tak bisa terjangkau oleh panitia pusat yang membutuhkan fasilitasi dari pemerintah daerah setempat.
Semoga apa yang tersampaikan dalam tulisan ini bisa menjadi bahan evaluasi saat Indonesia kembali jadi tuan rumah Asian Games, entah berapa puluh tahun lagi. Setidaknya ini juga bisa jadi bahan masukan untuk event sejenis yang mungkin akan terselenggara dalam waktu dekat, baik level nasional maupun dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H