Senna sempat mengungkapkan keresahan akibat teknologi baru tersebut. "Saat anda harus berurusan dengan perang elektronik seperti ini, anda bisa tak berdaya sama sekali. Alat elektronik itulah yang bekerja, dan tidak penting siapa yang mengendarai mobilnya. Bukan itu yang saya inginkan untuk meraih gelar juara dunia," ungkapnya.
Musim 1993, dengan mobil yang kalah cepat Senna masih mampu bersaing dengan mobil Williams dan berhasil beberapa kali juara seri GP meski akhirnya Alain Prost yang berhasil menjadi juara dunia F1 1993.
Musim balap 1994 Senna bergabung dengan tim Williams-Renault. Bersamaan dengan itu terjadi perubahan regulasi dari Federasi Motorsport Internasional yang melarang beberapa peralatan komputer kontroversial yang bisa membantu pembalap.
Di awal musim itu Senna harus menyesuaikan diri dengan tim dan berdaptasi dengan mobil barunya. Senna mengaku belum nyaman dengan mobil barunya yang tak lagi memiliki komponen elektronik sebagaimana digunakan tahun sebelumnya.
Senna sudah memprediksi mobilnya jadi kurang stabil tanpa suspensi yang dikendalikan secara elektronik. Menurutnya, mobil jadi sulit dikendarai dan sangat besar kemungkinan lebih banyak mobil yang keluar lintasan.
Ternyata prediksi Senna justru terjadi pada dirinya sendiri. Pada GP Brazil, 27 Maret 1994, Senna sudah berada di posisi 2 Â di belakang Schumacher, namun akhirnya harus keluar balapan di lap ke 56. Demikian juga pada GP Pacific, 17 April 1994 lagi-lagi Senna harus keluar balapan.
Bagian akhir "Senna" mengungkap musibah beruntun pada GP San Marino yang boleh dibilang seri balap paling kelam dalam sejarah F1. Tiga hari berturut-turut terjadi kecelakaan fatal yang menewaskan dua pembalap terbaik F1.
Pada kualifikasi Jum'at 29 April 1994, Rubens Barrichello dari tim Jordan mengalami kecelakaan. Mobilnya melayang menabrak dinding pembatas. Beruntung Rubens hanya luka ringan dan shock. Senna sempat menjenguk Rubens saat dirawat usai kecekakan fatal tersebut.
Pada kualifikasi Sabtu, 30 April 1994, Roland Ratzenberger dari tim Simtek mengalami kecelakaan parah. Meski sempat dibawa ke Rumah Sakit, namun nyawanya tak tertolong. Kesedihan menyelimuti sirkuit Imola hari itu, termasuk Senna yang nampak semakin gelisah.
Prof. Sid Watkins yang dekat dengan Senna usai kecelakaan di GP Mexico mengungkapkan, hari itu Senna nampak gelisah bahkan menangis usai melihat langsung kejadian naas yang menimpa Roland. Senna nampak sangat gelisah dan tegang sepanjang akhir pekan jelang balapan. Nyaris tak pernah nampak tersenyum. "Dia memperlihatkan sikap yang bingung, bosan bahkan terlihat sedih," Â kisah Reginaldo Leme.
Bahkan beberapa menit jelang balap tanggal 1 Mei 1994, nampak jelas wajah Senna yang tersorot kamera begitu gelisah. Terlebih saat start baru dimulai, terjadi insiden mobil Pedro Lamy dari tim Lotus dengan kecepatan tinggi menabrak mobil tim Benetton yang dikendarai JJ Lehto dari belakang.