Pelayanan  jaminan kesehatan nasional (JKN) telah berjalan selama 3 tahun terhitung 1 januari 2014, dimana  pada 2019 diharapkan semua penduduk indonesia mendapat jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan.  Per 1 maret 2018, sudah 193.535.881 jiwa  atau 76% dari penduduk indonesia telah terlindungi  jaminan kesehatan nasional.Â
Ini adalah pencapaian besar dalam waktu singkat ini dibandingkan negara lain yang juga melaksanakan jaminan kesehatan nasional. Indeks kepuasan peserta nasional dalam survey yang dilakukan oleh Frontier consulting group pada tahun 2017  naik sebesar  79,5%. Di rumah sakit, kepuasan peserta sebesar 79,2% naik 0,9% dibandingkan 2016 yang sebesar 78,3%.Â
Indeks ketidakpuasan peserta nasional dimana tahun 2016 pada angka 1,4%  turun ditahun 2017 di rumah sakit  swasta menjadi 1,1 % dan rumah sakit pemerintah menjadi 0,9%.  Hal ini didukung semakin mudahnya masyakat dalam mengakses pelayananan kesehatan dimana pada 2016 Total pemanfaatan pelayanan kesehatan sebesar 177,6 juta pelayanan meningkat ditahun 2017 sebesar 219,6 juta pelayanan. Â
Prestasi ini patut diapresiasi bahwa kerja keras bersama antara BPJS Kesehatan dan penyedia pelayanan kesehatan yang berada di fasiltas kesehatan tingkat pertama(FKTP) seperti Puskesmas, Klinik pratama , Praktik dokter dan dokter gigi maupun fasilitas kesehatan rawat tingkat lanjut (FKRTL) Â seperti Rumah Sakit. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa sikap optimisme harus hadir dalam pemenuhan jaminan kesehatan semesta bagi penduduk indonesia di tahun 2019.
Keberhasilan program jaminan kesehatan nasional,dalam hal kuantitas jumlah peserta dan jumlah pelayanan, harus juga diiringi pada perbaikan pada aspek kualitas pelayanan yang bermutu (quality performance) oleh penyedia pelayanan kesehatan. Data pengaduan di FKTP dan FKTRL tahun 2017 yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan secara nasional  menunjukkan 2.401 keluhan di FKTP,  4037 keluhan di FKRTL dan 808 keluhan terkait pelayanan obat.Â
Jika dikalkulasi sebesar 0,00003% dari pelayanan yang telah diberikan, namun perlu dilihat bahwa ini adalah fenomena gunung es dimana masalah sebesarnya lebih besar lagi sehingga tidak menjadikan berpuas diri dan menuntut pihak yang terlibat di JKN untuk tetap memperbaiki diri. Â Keluhan yang muncul bervariasi seperti panjangnya antrian, minimnya sarana prasarana, penolakan peserta dari luar daerah, informasi yang tidak jelas, sulitnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sikap petugas dalam melayani peserta, kekosongan obat, dan iur biaya.Â
Tenaga medis seperti dokter dan  perawat sering menjadi objek keluhan tersebut, hal ini dikarenakan mereka adalah petugas yang bersentuhan langsung dengan pasien sehingga dianggap sebagai pelaku yang menyebabkan ketidakpuasan tersebut dan tenaga medis tersebut dianggap sebagai gambaran dari sistem kesehatan. Namun apakah ini benar? Â
Pasien akan merasa puas apabila penyedia pelayanan kesehatan dianggap mampu memberikan kinerja (hasil) yang dirasakan diatas dari harapannya. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pasien akan kecewa. Pengalaman pasien (patient experience) ini  dibentuk sejak pra pelayanan, proses pelayanan klinik , dan pasca pelayanan.  Di fasilitas kesehatan, pengalaman pasien tersebut dibentuk tidak hanya dilakukan oleh aktiftas tenaga medis semata, namun juga aktifitas pendukung lainnya, seperti pelayanan laboratorium, farmasi, pendaftaran, administrasi keuangan dan lainnya, yang semuanya sesuai manajemen fasilitas kesehatan tersebut, baik yang bersifat harta yang tampak (tangible assets) dan harta yang tak tampak (intangible assets). Â
Patient Experience  yang merupakan  inti atau fokus dari pelayanan kesehatan berfokus pada pasien  (Patient Centered Care) adalah pendekatan pelayanan yang berkembang dalam satu dekade terakhir di negara maju.Â
Patient Experience merupakan sebuah budaya yang harus dibangun oleh setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Patient experience (Pengalaman Pasien) yang baik akan memicu loyalitas pasien (Patient Engagement)  yang diharapkan juga akan dapat merubah gaya hidup pasien. Dengan mengembangkan pelayanan yang berfokuskan pada upaya dengan peningkatan pengalaman pasien  yang baik akan memperbaiki fasilitas kesehatan tersebut dengan sendirinya. Dua diantaranya ialah meningkatkan pendapatan rumah sakit, sehingga motivas kerja akan terpacu dan akan meningkatkan citra fasilitas kesehatan di tengah masyarakat.
Picker Institute, organisasi non profit yang mengembangkan pelayanan kesehatan berfokus pada pasien di eropa, menyebutkan yang diinginkan pasien adalah akses cepat ke rumah sakit yang andal, penanganan efektif oleh tenaga profesional, ikut serta dalam keputusan dan menghargai pemberi pelayanan, informasi mengenai kesehatannya yang cukup dan mendukung keperawatan mandiri yang berkelanjutan.Â