Mohon tunggu...
Doris Manggalang Raja Sagala
Doris Manggalang Raja Sagala Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pengacara at maralalawfirm.com 085280009622

Jika hati mu terusik melihat ketidakadilan, maka kau adalah sabahabat ku

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Hukum Tapol Untuk Dipilih Sebagai Anggota DPR dan DPRD Berdasarkan UU Pemilu

7 Februari 2023   14:07 Diperbarui: 12 Mei 2024   22:22 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
D. Manggalang Raja Sagala, S.H.

Oleh : Doris Manggalang Raja Sagala, S.H.

Secara hukum memang belum ditemukannya satu peraturan perundang-undangan yang mendefinisikan pengertian dari Tapol, namun dari beberapa penulisan dapat kita simpulkan pengertian umum dari Tapol adalah seseorang/sekelompok orang yang ditahan baik di rumah, rumah tahanan atau tempat pembuangan karena memiliki ide-ide atau pandangan yang dianggap menentang pemerintah atau membahayakan kekuasaan negara, bentuknya dapat pula berupa penghilangan kemerdekaan berbicara. Tahanan politik berbeda dengan tahanan kriminal yang dikekang lantaran kejahatan. Tahanan politik ditahan karena tindakannya yang dianggap berlawanan dengan garis-garis pemikiran dan kebijakan pemerintah.

Bahwa di dalam Pasal 240 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang mengatur tentang Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, tidak terdapat satu pasal yang secara tegas melarang Tapol untuk mengikuti ajang demokrasi agar dapat terpilih menjadi Anggota DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, namun di sisi lain terdapat aturan yang menyatakan secara tegas yang mewajibkan seorang calon Anggota DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota wajib setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagaimana diatur dalam Pasal 240 ayat (1) huruf f Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Bahwa pada faktanya seseorang disebut sebagai Tapol disebabkan karena memiliki ide-ide atau pandangan yang dianggap menentang pemerintah atau membahayakan kekuasaan negara, yang mana tidak bisa secara serta merta terhadap pemikiran atau ide-ide dari seorang Tapol dimaksud, dapat langsung dikatakan bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Karena pada faktanya banyak terjadi tindakan dari seseorang Tapol dimaksud hanyalah untuk memperjuangkan keadilan atau hak dari suatu masyarakat atau kelompok tertentu. Tindakan Tapol mana sering sengaja dan secara sadar digunakan oleh pihak-pihak lainnya agar tindakan dimaksud dikategorikan sebagai bentuk ketidaksetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

Bahwa dalam Article 21 Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Umum Hak Asasi Manusia) PBB tahun 1948 mengatur:

i.Everyone has the right to take part in the government of his country, directly or through freely chosen representatives.

ii.The will of the people shall be the basis of the authority of government; this will shall be expressed in periodic and genuine elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret vote or by equivalent free voting procedures.

Yang demikian dengan tegas menyatakan dalam suatu masyarakat yang demokratis, yang telah diterima secara universal oleh bangsa-bangsa beradab, hak atas partisipasi politik adalah suatu hak asasi manusia, dilakukan melalui pemilihan umum yang jujur sebagai manifestasi dari kehendak rakyat yang menjadi dasar dari otoritas pemerintah, tanpa adanya alasan yang sungguh beralasan, hak untuk memilih dan dipilih dalam proses pemilihan umum tidak boleh dilanggar.

Selanjutnya di dalam Article 25 International Covenant on Civil and Poltical Rights (ICCPR) tahun 1966 juga mengatur:

Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of distinction mentioned in Article 2 and without unreasonable restrictions:

a)To take part in the conduct of public affairs, directly or through freely chosen represenfatives;

b)To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors.

Sebagaimana dikemukakan oleh Henry Steiner (1988), seorang pakar hak asasi manusia dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Article 25 ini tidak lazim dibandingkan dengan pasal-pasal lain dalam ICCPR. la tidak hanya mendeklarasikan sebuah hak asasi saja, tetapi melampaui hal tersebut dengan mengartikulasikan ideal politik yang mendasari hak asasi.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional juga telah mencantumkan ketentuan Hak Asasi Manusia di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seperti :

a)Pasal 28 C ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 :"Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya"

b)Pasal 28 D ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum"

c)Pasal 28 D ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan"

d)Pasal 28 I ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu"

Sehingga menghilangkan hak Tapol berdasarkan alasan yang tidak teruji untuk menikmati hak-hak politiknya adalah suatu diskriminasi, dan diskriminasi berdasarkan pandangan politik adalah pelanggaran hak asasi manusia, yang jelas tercermin di dalam Universal Declaration of Human Rights PBB maupun ICCPR. Article 19 Universal Declaration of Human Rights PBB yang menegaskan bahwa "setiap orang memiliki hak atas kebebasan berpikir dan berpendapat, termasuk untuk memiliki pendapat tanpa diganggu dan kebebasan akan informasi". Hal senada juga dimuat lagi dalam Article 19 ICCPR, yang kemudian ditegaskan lagi dalam Article 26 yang menentukan asas larangan diskriminasi (non-discrimination principle) dalam bentuk apa pun, termasuk pandagangan politik dan lainnya.

"All persons are equal before the law and are entitled without any discrimination to the equal protection of the law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee to all persons equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status".

Selain itu, dalam perkembangan selanjutnya mengenai hak-hak manusia yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1966 telah menghasilkan kovenan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang dikenal dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1991, di mana 92 (sembilan puluh dua) negara dari 160 (seratus enam puluh) negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi negara anggota.

Memang benar di dalam Pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat ketentuan dimungkinkannya pembatasan hak dan kebebasan seseorang dengan undang-undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut haruslah di dasarkan atas alasan-alasan yang kuat, masuk akal dan proporsional serta tidak berkelebihan. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dengan maksud "semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".

Pelarangan terhadap Tapol untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten/Kota jelas mengandung nuansa hukuman politik kepada kelompok sebagaimana dimaksud. Sebagai negara hukum, setiap pelarangan yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Menurut Doris Manggalang Raja Sagala, S.H. salah satu pengacara Kota Jayapura, Papua tersebut berdasarkan beberapa penjelas di atas maka terdapat alasan hukum kuat bahwa seorang Tapol tidak boleh dilarang hak hukumnya untuk mengikuti pesta demokrasi agar dapat dipilh menjadi Anggota DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, yang mana alasan hukum tersebut telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun