: Mengenang nganjuk 17 tahun silam
Marsinah seorang buruh pabrik arloji
Berkulit sawo matang tumpuan buruh seantero negeri
Marsinah berwajah nan rupawan
Menyerbak wewangian dambaan cukong bermata keranjang
Marsinah dilentik jarimu kau acungkan perlawanan
Pada keserakahan yang menjarah kekayaan negeri kita
Marsinah matamu menyala,
Suaramu parau berkobar-kobar dibawah terik mentari senja
Kau lumpuhkan keniscayaan pada nasib anak-anak dibawah cakrawala
Marsinah...
Kita saksikan cerobong-cerobong asap mengepul diatas langit tandus, laut tandus, hutan tandus, sumber-sumber mineral
dari perut bumi tandus
Mereka kucurkan air mata bangsa pada kepedihan yang mengakar
Kemudian kepunyaan siapakah masa depan bumi Indonesia?
Anak-anak cakrawala kini telah lunglai
Matanya berkaca derap kakinya gontai tak berirama
Mereka pasrah pada keadaan serba seadanya
Adakah kalian dengar?
Anak-anak kami mendengkur, ibu-ibu kami tersungkur, rumahrumah kami tergusur berjuta saudara-saudara kami kalian
lebur seperti bubur
Saat ini sebelum aku tuntaskan sepenggal sajak untuk negeri
Maukah kalian menempati janji kalian
Tidak ada lagi penjajah untuk bangsa sendiri!
Jakarta, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H