Mohon tunggu...
MOH. RIDHO ILAHI ROBBI
MOH. RIDHO ILAHI ROBBI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anda bertemu dengan sebuah tulisan yang dikarang dengan pikiran dan ditulis menggunakan perasaan.

.twitter/Facebook : @riedhotenzhe Instagram : @mohridhoilahirobbi email : riedho.riedha@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

6 & 9 Enam dan Sembilan

27 Mei 2024   07:07 Diperbarui: 27 Mei 2024   07:15 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Standar Ganda Masyarakat

Kisah Arif dan Budi mengungkap standar estetika yang kompleks dan terkadang kontradiktif di tengah masyarakat. Arif dipuji sebagai pahlawan karena membunuh kecoak, makhluk yang dianggap menjijikkan dan berbahaya. Sebaliknya, Budi dihukum secara sosial karena membunuh kupu-kupu, yang dilihat sebagai simbol keindahan dan kehidupan.

Standar ini mencerminkan bagaimana persepsi kita terhadap makhluk hidup dipengaruhi oleh penampilan, peran dalam ekosistem, dan nilai-nilai budaya. Kecoak, yang dianggap membawa penyakit dan kotoran, menjadi target pembasmian yang diangap heroik. Sementara itu, kupu-kupu, yang dihargai karena keindahannya, dilindungi dengan nilai-nilai moral yang kuat.

Namun, kisah ini juga mengajak kita untuk merenung tentang relativitas moralitas dan tindakan kita terhadap makhluk hidup. Mengapa pembunuhan satu makhluk dianggap heroik, sementara yang lainnya dianggap kejam? Tidakkah setiap kehidupan memiliki nilai yang layak dihormati, terlepas dari bagaimana kita memandangnya secara estetika?

Dengan memahami dan mengkritisi standar estetika ini, kita diajak untuk lebih bijaksana dalam memperlakukan semua makhluk hidup. Arif dan Budi, meskipun memiliki niat yang berbeda, mengajarkan kita bahwa tindakan manusia terhadap alam seharusnya didasarkan pada penghormatan terhadap semua bentuk kehidupan, bukan semata-mata berdasarkan penampilan atau persepsi budaya yang terbatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun