Mohon tunggu...
MOH. RIDHO ILAHI ROBBI
MOH. RIDHO ILAHI ROBBI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anda bertemu dengan sebuah tulisan yang dikarang dengan pikiran dan ditulis menggunakan perasaan.

.twitter/Facebook : @riedhotenzhe Instagram : @mohridhoilahirobbi email : riedho.riedha@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

6 & 9 Enam dan Sembilan

27 Mei 2024   07:07 Diperbarui: 27 Mei 2024   07:15 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi penulis


Di sebuah kota kecil yang damai, hidup dua sahabat bernama Arif dan Budi. Meskipun tinggal di lingkungan yang sama, nasib mereka berubah drastis akibat tindakan sederhana yang melibatkan dua makhluk kecil: kecoak dan kupu-kupu.

Arif Sang Pahlawan

Arif adalah seorang pria yang rajin dan peduli dengan kebersihan rumahnya. Suatu hari, ketika sedang membersihkan dapur, ia menemukan seekor kecoak besar berlari di lantai. Tanpa ragu, ia mengambil sapu dan dengan cepat membunuh kecoak tersebut. Tetangga yang melihat kejadian itu bersorak dan memuji Arif.

"Hebat, Arif! Kau telah menyelamatkan kita dari kecoak yang menjijikkan itu," kata salah seorang tetangga.

Sejak saat itu, Arif dikenal sebagai pahlawan di lingkungannya. Ia dianggap berjasa karena telah menghilangkan ancaman kesehatan dan kebersihan dari rumah mereka. Setiap kali ada masalah serangga di sekitar, Arif selalu dipanggil untuk menyingkirkan mereka. Reputasinya sebagai pelindung lingkungan semakin menguat, dan ia mendapatkan banyak penghargaan dari warga setempat.

Budi Sang Penjahat

Di sisi lain, sahabat Arif, Budi, memiliki pengalaman yang sangat berbeda. Budi adalah seorang pecinta alam yang sering menikmati waktu luangnya dengan berjalan-jalan di taman dan mengamati kupu-kupu. Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan, ia melihat seekor kupu-kupu yang cantik hinggap di tangannya. Dengan iseng, tanpa alasan yang jelas, ia menepuk kupu-kupu itu hingga mati.

Kejadian ini dilihat oleh sekelompok anak-anak yang sedang bermain di taman. Mereka menangis dan melaporkan tindakan Budi kepada orang tua mereka. Berita tentang Budi yang membunuh kupu-kupu dengan cepat menyebar, dan masyarakat mulai mencapnya sebagai orang kejam.

"Bagaimana bisa kau membunuh makhluk yang begitu indah dan tak bersalah?" tanya seorang ibu dengan marah.

Budi menjadi bahan pembicaraan di lingkungan tersebut. Ia dianggap sebagai penjahat yang tidak menghargai kehidupan dan keindahan alam. Orang-orang mulai menghindarinya, dan reputasinya hancur dalam sekejap. Tak ada lagi yang ingin bergaul dengannya, dan ia merasakan kesepian yang mendalam.

Standar Ganda Masyarakat

Kisah Arif dan Budi mengungkap standar estetika yang kompleks dan terkadang kontradiktif di tengah masyarakat. Arif dipuji sebagai pahlawan karena membunuh kecoak, makhluk yang dianggap menjijikkan dan berbahaya. Sebaliknya, Budi dihukum secara sosial karena membunuh kupu-kupu, yang dilihat sebagai simbol keindahan dan kehidupan.

Standar ini mencerminkan bagaimana persepsi kita terhadap makhluk hidup dipengaruhi oleh penampilan, peran dalam ekosistem, dan nilai-nilai budaya. Kecoak, yang dianggap membawa penyakit dan kotoran, menjadi target pembasmian yang diangap heroik. Sementara itu, kupu-kupu, yang dihargai karena keindahannya, dilindungi dengan nilai-nilai moral yang kuat.

Namun, kisah ini juga mengajak kita untuk merenung tentang relativitas moralitas dan tindakan kita terhadap makhluk hidup. Mengapa pembunuhan satu makhluk dianggap heroik, sementara yang lainnya dianggap kejam? Tidakkah setiap kehidupan memiliki nilai yang layak dihormati, terlepas dari bagaimana kita memandangnya secara estetika?

Dengan memahami dan mengkritisi standar estetika ini, kita diajak untuk lebih bijaksana dalam memperlakukan semua makhluk hidup. Arif dan Budi, meskipun memiliki niat yang berbeda, mengajarkan kita bahwa tindakan manusia terhadap alam seharusnya didasarkan pada penghormatan terhadap semua bentuk kehidupan, bukan semata-mata berdasarkan penampilan atau persepsi budaya yang terbatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun