Awalnya, saya sempat kaget melihat beberapa pedagang mendekati kapal dan dengan cukup agresif menawarkan dagangannya. Sempat bingung juga mendapati kami dikepung oleh para pedagang. Bingung mau beli yang mana. Dan kalau beli di satu pedagang takutnya nanti pedagang lain minta dagangannya dibeli juga. Setelah beberapa waktu, saya terbiasa juga dengan suasana yang hiruk pikuk ini.
Ternyata menyenangkan juga jajan di tengah sungai. Kita bisa memilih barang yang akan dibeli dengan memanggil pedagang yang ada di sekitar. Bahkan tidak dipanggil pun mereka datang dengan sendirinya merapat ke kapal, kita tinggal tunjuk saja barang yang akan dibeli saat mereka mendekat. Pengunjung juga dapat ikut naik ke jukung para pedagang dan diajak berkeliling selama beberapa waktu sambil menyantap jajanan.Â
Di kapal sudah tersedia beberapa pelampung yang dapat digunakan pengunjung ketika naik ke jukung pedagang. Tidak ada patokan biaya untuk berjukung, pengunjung hanya perlu membeli dan memberi pedagang tip seikhlasnya.
Atraksi wisata pasar terapung Lok Baintan ini hanya berlangsung singkat yakni sekitar pukul 5.00 hingga 8.00. Setelah pukul 8.00 pasar berangsur sepi, seiring dengan matahari yang meninggi. Tidak perlu waktu lama sebenarnya untuk menikmati atraksi wisata pasar terapung ini.Â
Letaknya juga cukup strategis karena relatif dekat dengan dua kota besar di Kalimantan Selatan yakni Banjarmasin dan Banjabaru. Hari itu, jadwal penerbangan kami pukul 11.50 (boarding).Â
Berangkat dari Lok Baintan sekitar pukul 8.00 dan sampai di penginapan sekitar pukul 9.00. Kebetulan lokasi penginapan dekat dengan bandara, jadi kami masih sempat sarapan dan packing dahulu.
Pasar terapung Lok Baintan sepertinya layak masuk dalam daftar kunjungan wajib di Kalimantan Selatan. Mengunjungi pasar tradisional tersebut seakan membawa kita ke masa lalu, saat sungai menjadi pusat peradaban manusia.Â
Waktu itu, sungai menjadi jalur lintas utama bagi masyarakat termasuk sebagai pusat perekonomian berupa pasar. Jika dulu sungai merupakan halaman depan, kini sungai menjadi halaman belakang yang cenderung terabaikan. Pasar terapung menjadi potret masa lalu yang masih dapat dirasakan secara langsung, setidaknya hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H