Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencicip Nikmatnya Kopi Luwak Langsung dari Kandangnya

12 Oktober 2017   12:31 Diperbarui: 12 Oktober 2017   14:40 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Kerajaan Luwak", tempat di mana Raja dan Ratu Luwak berdampingan (dokumentasi pribadi)

Ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan ekspor ini juga dialami pengusaha kopi luwak lain di Lampung Barat. Banyak faktor yang menyebabkan terbatasnya kemampuan produksi kopi luwak, salah satu diantaranya adalah soal pemeliharaan luwak. Selain perizinan yang tergolong susah, ketersediaan luwak di alam juga terbatas dan tidak bisa diambil sembarangan sehingga masih belum memungkinkan untuk dibuat peternakan luwak skala besar. Jadi meskipun di Lampung Barat ada cukup banyak peternak luwak dan hasil perkebunan kopi mencapai puluhan ribu ton setahun namun produksi kopi luwak tetap terbatas. Pada tahun 2014, produksi kopi luwak di Lampung Barat yang tercatat hanya sekitar 13 ton.

Potensi ekspor yang begitu besar tidak dapat diimbangi dengan kemampuan produksi yang terbatas. Kunci dari produktivitas kopi luwak adalah hewan luwak itu sendiri. Keberadaan luwak yang terbatas serta sulitnya mendapat izin pemeliharaan merupakan kendala yang sudah tidak bisa diganggu gugat. Luwak bukanlah mesin yang dapat dipaksa untuk meningkatkan produktivitasnya. Secara alami pun sebenarnya luwak sudah memiliki produktivitas yang tinggi. Dalam semalam, luwak bisa menghasilkan biji kopi sepersepuluh dari berat tubuhnya. Untung saja luwak selalu rakus, coba kalau luwaknya mogok makan menuntut upah/fasilitas yang lebih layak. Keberadaan kopi luwak pasti akan terancam.

Abah Ujang yang begitu ramah menyambut kami (dokumentasi pribadi)
Abah Ujang yang begitu ramah menyambut kami (dokumentasi pribadi)
Sekali lagi terdengar panggilan dari istri Abah Ujang yang ada di bagian depan rumah. Ternyata sudah cukup lama kami mengobrol di kandang luwak ini. Di dalam sudah tersaji beberapa cangkir kopi yang sudah agak dingin. Obrolan kemudian dilanjutkan di ruang tamu, saya pun menikmati sajian kopi luwak untuk pertama kalinya. Meski sudah dingin, namun kenikmatan kopi mahal itu belumlah hilang. Rasa asam sedikit muncul di samping rasa manis gula. Saya memang tidak terlalu bisa membedakan rasa kopi tapi kopi luwak ini memang terasa beda dibanding kopi biasa, begitu istimewa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun