Berkembangnya perkebunan karet dan sawit cukup banyak memengaruhi pertanian ladang berpindah. Makin luasnya perkebunan, makin sempit pula potensi ladang garapan. Untuk menyiasatinya, warga memanfaatkan ladang semaksimal mungkin. Ladang padi pun tersebar di berbagai tempat. Tak hanya di pinggir atau tengah hutan saja, tapi ada juga ladang yang letaknya di pinggir jalan provinsi. Padinya pun bisa ditanam di mana saja, asal masih ada ruang yang cukup untuk tumbuh, mulai dari di pinggir jalan, bawah tebing, hingga di sela-sela pohon karet dan sawit muda.
Padi lokal memang dapat tumbuh di mana saja dalam cakupan wilayah tertentu selagi masih dapat air dan sinar matahari yang cukup, serta tanah yang cocok padi tetap tumbuh. Dalam pertanian ladang, kebanyakan petani menggunakan benih hasil pembibitan sendiri. Pernah dicoba menggunakan benih dari pemerintah, tapi hasilnya tidak maksimal. Menurut mereka, bibit lokal adalah bibit terbaik untuk berladang.
Kini, luasan ladang padi di Kalimantan Barat makin berkurang. Area lahan yang makin sempit, adanya batasan pembukaan lahan, dan berkembangnya sektor pekerjaan lain yang lebih menguntungkan secara materi adalah beberapa faktor utama penyebab berkurangnya jumlah petani ladang berpindah. Kegiatan ladang berpindah hanya dapat dijumpai di daerah hulu yang masih luas lahan serta hutannya (yang memungkinkan untuk dikelola).
Para petani ladang masih setia mempertahankan kebiasaan leluhurnya. Hasil yang didapat memang tidak sebanyak dulu, tapi padi ladang masih saja ditanam. Menurut salah seorang warga Desa Air Upas di Kabupaten Ketapang, masih ada beberapa warga yang menanam padi ladang hanya untuk mempertahankan tradisi leluhur. Menghidupkan “mata banih” istilahnya, yakni menanam untuk mendapatkan benih yang akan ditanam kembali musim depan sehingga mereka tidak mengharap hasil banyak untuk dikonsumsi. Dengan cara seperti itulah mereka dapat mempertahankan berbagai jenis padi lokal yang sudah ditanam sejak dulu. Meski banyak alasan untuk beralih profesi, selalu saja ada alasan lebih kuat untuk bertahan. Entah itu untuk memenuhi kebutuhan makan atau sekadar untuk menjaga tradisi agar tetap lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H