Kalimantan Barat memang unik karena di sana terdapat pembedaan suku berdasarkan identitas tertentu seperti tempat tinggal dan agama. Namun yang saat ini yang masih sering dimunculkan adalah pembedaan berdasar identitas keagamaan. Seakan sudah menjadi pemahaman umum jika orang Dayak itu Kristen sedangkan orang Melayu adalah Islam.
Pengelompokkan seperti itu sudah lama terjadi sehingga muncul istilah-istilah baru terkait hal itu, “senganan” salah satu contohnya. Istilah “senganan” memang jarang ditemui di tempat lain dan sebenarnya cukup asing di kalangan warga Kalimantan Barat sendiri. Istilah “senganan” kurang familiar dalam kosa kata Melayu namun justru masih sering terdengar di kalangan Dayak non Muslim. Bisa jadi penyebutan “senganan” diberikan karena mereka masih mengakui asal-usul Dayak Muslim yang cenderung mengaku Melayu dan enggan disebut Dayak.
Dayak dan Melayu memiliki kebudayaan yang khas dan sekilas tampak kontras satu dengan lainnya. Perbedaan inilah yang memicu adanya pengelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu di kalangan mereka sendiri. Tapi meskipun kelihatan sangat berbeda, Dayak dan Melayu memiliki bahasa yang relatif mirip.
Bahasa dari beberapa sub suku Dayak di Kalimantan Barat memiliki kemiripan dengan bahasa Melayu hanya dialeknya saja yang berbeda. Dalam berbagai acara adat Dayak dan Melayu pun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk keselamatan/tolak bala, hanya saja cara yang dilakukan berbeda. Bisa jadi hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Dayak dan Melayu memiliki akar budaya yang sama.
Pembedaan Dayak dan Melayu seperti itu boleh jadi hanya ada di Kalimantan Barat saja. Mengenai latar belakang pembentukan identitas tersebut ada berbagai versi. Hal inilah yang membuat struktur masyarakat dan kebudayaan di Kalimantan Barat menjadi unik sekaligus rumit.
Bagaimanapun juga perbedaan ini sudah dianggap wajar dan biasa, meski terkadang hal itu bisa berkembang menjadi isu yang sensitif. Secara umum kedua suku tersebut bisa hidup berdampingan dan membaur satu sama lain bahkan dengan suku lain yang makin berkembang di Kalimantan Barat.
Catatan Kecil:
Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman saya dalam beberapa kali kunjungan ke Kalimantan Barat dalam kurun waktu 2014 – 2016. Interaksi dengan sejumlah warga dan beberapa buku yang saya baca menjadi awal ketertarikan untuk membuat tulisan ini. Referensi terkait hal ini bisa dikatakan masih sangat minim dan memiliki beberapa versi. Pengumpulan informasi pun saya lakukan sambil lalu saja dan didapat secara kebetulan. Jadi sangat mungkin dalam penulisan ini ada banyak kekurangan dan mohon koreksinya jika berkenan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H