Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama Artikel Utama

Nagari Kecil di Dasar Lembah itu Bernama Silokek

27 Juni 2015   13:52 Diperbarui: 27 Juni 2015   13:52 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tersembunyi di suatu lembah yang sunyi. Diapit oleh tebing tinggi dengan aliran sungainya yang deras. Di sanalah Nagari Silokek berada. Dalam pemerintahan tradisional Minang, nagari merupakan wilayah hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat termasuk masalah adat. Secara administratif, nagari adalah bagian dari wilayah kecamatan yang dipimpin oleh wali nagari. Dengan kata lain, nagari setara dengan wilayah desa. Nagari Silokek, suatu tempat di mana kedamaian dan ketenangan khas pedesaan begitu terasa.

Selama ini, yang saya ketahui tentang Sumatera Barat hanyalah beberapa tempat wisata populer. Tak terlalu banyak pilihan bagi saya jika suatu saat berkunjung ke ranah Minang. Bertandang ke Jam Gadang dan Ngarai Sianok di Bukittinggi, menikmati keindahan pantai-pantai di Pesisir Selatan, serta makan masakan Padang di Padang adalah daftar keinginan saya. Pada akhirnya saya berkesempatan merantau sejenak ke ranah Minang. Namun tempat rantauan itu jauh dari destinasi yang ingin saya kunjungi. Beruntung, dalam perjalanan menuju lokasi masih sempat merasakan nikmatnya randang dagiang di Padang.

Muaro Sijunjung, kota kabupaten Sijunjung yang berjarak sekitar 100 km dari kota Padang. Sebuah kota yang tidak terlalu ramai, dengan wilayah yang masih didominasi hutan. Tugu dan tulisan “Selamat Datang di Kota Muaro Sijunjung” yang berhimpitan dengan pom bensin menjadi penanda telah sampainya di lokasi setelah perjalanan panjang dari Padang. Tidak ada yang istimewa di kota kecil itu, hanya ada pasar dan komplek perkantoran kabupaten yang jadi pusat keramaian. Sebuah kota kecil yang biasa, tak ada yang istimewa. Sampai suatu saat ada ajakan dari kawan untuk ke Silokek.

Seusai menuntaskan tugas, kami berkesempatan untuk ke Silokek. Lokasi Silokek tak jauh dari Muaro Sijunjung, sekitar 15 km. Jalan berkelok dengan hutan dan padang rumput menjadi pemandangan dominan setelah melewati jembatan yang membelah sungai Batang Kuantan. Jalan aspal relatif mulus, meski lebar jalan tak lebih dari tiga meter. Selepas melalui beberapa tanjakan dan turunan terlihat aliran sungai. Air yang berwarna kecoklatan mengalir dengan derasnya, membentuk riam yang deras di beberapa titik. Saat itu, debit air sungai memang sedang banyak akibat hujan semalam. Di beberapa tempat terlihat sawah yang terendam luapan air sungai.

Jalanan di Silokek memang unik karena berada di posisi antara sungai dan tebing. Jika sungai sedang banjir seperti saat itu, permukaan air meninggi mendekati tinggi jalan. Bahkan di beberapa tempat jarak antara permukaan air dengan jalan tak lebih dari semeter. Dikhawatirkan jika banjir bandang datang, jalanan bisa tersapu air bah. Sementara itu, di sisi lain terdapat tebing batu yang menjulang tinggi. Di beberapa bagian tebing, ditumbuhi pepohonan sehingga menciptakan variasi warna dan bentuk yang unik. Meski terlihat kokoh, namun kemungkinan longsor tetap ada. Ancaman air bah dari sungai dan longsoran dari tebing batu menjadikan jalan di Silokek ini cukup menantang untuk dilalui.

Ngeri-ngeri sedap, mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perasaan ketika melalui jalan Silokek. Melintasi jalan sempit berliku dengan tebing di satu sisi dan sungai di sisi lain, serta di satu tempat separuh badan jalan longsor tergerus arus sungai jadi tantangan tersendiri. Namun hanya itu bagian ngerinya, bagian sedapnya jauh lebih banyak. Diapit antara dua tebing yang menjulang tinggi, dengan aliran sungai membuat pikiran terlempar sejenak ke negeri antah berantah. Sebuah negeri terpencil yang ada di dasar tebing. Negeri di mana kesunyian dan kedamaian tercipta di antara tebing tinggi dan sungai deras. Sebuah bentang alam yang sulit ditemukan di tempat lain.

Selain jalan yang menyisir sungai, ada beberapa daya tarik lain dari Silokek. Di antaranya adalah adanya beberapa ngalau/gua, air terjun, dan telaga di atas bukit. Selain itu ada jenis wisata minat khusus yang mulai dikembangkan di Silokek, salah satunya adalah panjat tebing. Di salah satu bagian tebing di dekat gua terdapat semacam pasak yang biasa dipakai untuk kegiatan panjat tebing. Arung jeram juga mulai dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata memanfaatkan derasnya arus sungai Silokek dengan bonus pemandangan di dasar lembah yang menakjubkan.

Jika beruntung, kita bisa menemukan pantai pasir putih di salah satu lokasi tepian sungai. Bukan pantai dengan hempasan ombak, namun pantai dengan sapuan arus air yang lembut. Pantai itu hanya dapat ditemukan jika air Batang Kuantan sedang surut. Pada kunjungan ketiga ke Silokek akhirnya saya bisa mendapati pantai itu. Pantai itu berpasir hitam, tidak seperti dalam foto seorang kawan yang menunjukkan kalau pasirnya berwarna putih. Tapi sudahlah tak penting juga warna pasirnya, yang terpenting di depan saya telah tersaji pemandangan alam yang mengagumkan. Tebing batu berdiri dengan megahnya membentuk jalur aliran sungai di dasarnya. Pepohonan tumbuh di sekitar sungai, memberi warna mempermanis lanskap alam Silokek. Sementara itu sapuan arus air memberikan kesejukan saat gelombang kecilnya meyapu kaki. Pada suatu pagi yang tenang di dasar lembah Silokek.

Tak sampai di situ, daya tarik lain dari Silokek ada di kampungnya sendiri. Sekilas perkampungan itu terlihat biasa dengan perumahan yang berjajar di sisi jalan. Namun ada dua tempat yang menarik di sini, yaitu area persawahan dan jembatan gantung. Sawah disusun bertingkat berdasarkan kontur tanah dengan bebatuan besar menjadi bagian dari pembatas antar lahan. Pada saat kami ke sana, kebetulan sedang mulai musim tanam dan baru sebagian lahan yang sudah ditanami. Perpaduan antara lahan sawah yang bertingkat dengan perbukitan sebagai latarnya menciptakan lanskap yang unik dan menarik untuk diabadikan dengan mata lensa. Selanjutnya beralih ke jembatan gantung yang menjadi penghubung antar kampung yang terpisah oleh sungai. Sebuah jembatan gantung sepanjang 200 meter dengan lebar tak lebih dari 1,5 meter. Meski sudah cukup lama dibangun, namun papan kayu yang menjadi alas jembatan tampak masih bagus tanpa ada lubang maupun papan kayu yang keropos. Di sisi kanan kiri jembatan dipasang jaring sebagai pembatas tepian.

                  

Silokek, hanya sebuah nagari kecil tersembunyi di dasar lembah. Meskipun terletak tak jauh dari kota kabupaten, cukup sedikit yang tahu keberadaannya. Sunyi senyap di antara tebing menjulang, hanya sesekali ratusan kelelawar berhamburan dari gua dan beberapa ekor monyet terlihat bergelantungan di pepohonan. Namun sejak beberapa waktu belakangan, penambang emas berdatangan di Silokek. Mereka biasa mendulang emas di pinggiran sungai menggunakan rakit dengan bantuan mesin pompa air. Selain di sungai, ada juga penambang yang mencoba peruntungan mencari emas di perbukitan. Sejauh ini, aktivitas pertambangan belum terlalu masif. Namun jika penambangan emas dibiarkan berkembang, bisa menjadi ancaman bagi kelestarian alam Silokek. Semoga saja keindahan tebing, bukit, dan sungai Silokek masih tetap terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun